Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dina.rositaAvatar border
TS
dina.rosita
Yuk, Kita Rencanakan Keluarga Milenial dan Zilenial Indonesia!
Halo Gansit, ane balik lagi nih, kasih wawasan yang semoga bermanfaat bagi kita semua, ya.

Kali ini, ane share tentang artikel dari seorang teman. Yuk, cekidot ya.



Yuk, Kita Rencanakan Keluarga Milenial dan Zilenial Indonesia!

Wiwin Pamungkas

Orang tua kita dulu pasti mengenal program Keluarga Berencana dengan moto yang sangat tenar “dua anak cukup”. Sejak reformasi tahun 1998, karena dianggap terlalu dekat dengan rezim Orde Baru, program KB ditinggalkan. Sebagian besar orang Indonesia sangat mencintai anak dan lebih suka memilliki anak lebih dari dua. Karenanya, pertambahan jumlah penduduk berlari kencang bagai tidak terkendali. Sementara bumi tempat kita tinggal tidak bertambah lebar walau satu jengkal. Kira-kira bagaimana ya kehidupan keluarga milenial dan zilenial 10 atau 15 tahun yang akan datang? Wawasan dan keterampilan apa yang harus kita berikan pada mereka untuk menghadapi tantangan masa depannya? 


Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Angka tersebut terdiri atas 135,34 juta jiwa laki-laki dan 134,27 jiwa perempuan. Jumlah milenial dan zilenial mendominasi komposisi penduduk negeri kita. Dalam ilmu kependudukan atau demografi kondisi ini disebut deviden demografi. Apa jadinya ya apabila deviden demografi ini tidak dikelola dengan baik?

Kita sebagai bangsa akan terjebak dalam berbagai masalah seperti kepadatan penduduk, kebodohan, kemiskinan, sampah, kriminalitas  dan lainnya. Wahh ... tentu amat pusing kepala para pengelola negeri ini.  

Zaman now ini, program KB berubah bentuk loh, istilah kerennya bertransformasi!

Diawali dengan perubahan logo yang lebih kekinian sampai mengganti istilah KB menjadi Bangga Kencana.

Tak sampai di situ, motonya pun berganti menjadi “Berencana itu Keren” dengan simbol jari bermakna cinta atau saranghae gaya oppa-oppa Korea itu.  Bangga Kencana sendiri bermakna Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana. Sama saja dengan Program KB yang lama, tapi lebih mudah diucapkan dan mengandung makna baru. 

Saya juga yakin bahwa perubahan ini didasari juga oleh refleksi 50 tahun Bangga Kencana yang seolah-olah jalan di tempat. 


Lalu, seperti apa ya Bangga Kencana itu bagi milenial dan zilenial Indonesia? Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada era tahun 80-an.  Usianya 30-40 tahun dewasa ini. Milenial sudah memiliki keluarga dan anak. Nah, Bangga Kencana bagi kelompok ini adalah memastikan fondasi dan sendi keluarga kita kuat dan mantap. Ilmu, seni, dan keterampilan menjadi orang tua harus dipelajari pake niat. Komunikasi dengan pasangan harus lancar jaya yang dilandasi oleh sikap saling menghargai. Sebagai pasangan usia subur, jangan lupa, keluarga milenial harus memiliki kehidupan seksual yang sehat dan menyenangkan. Ini adalah fondasi dasar agar Delapan Fungsi Keluarga bisa terpenuhi. Kedelapan fungsi itu mencakup agama, cinta kasih, perlindungan, ekonomi, pendidikan, reproduksi, pelestarian lingkungan dan sosial budaya. Fokus aktivitas keluarga adalah membimbing anak-anak yang memasuki usia remaja agar mereka memiliki cita-cita dan gambaran hidup yang lebih baik.  Orang tua harus memiliki visi dan cara bagaimana mempersiapkan remaja tangguh yang siap berkompetisi menghadapi kehidupan yang semakin dinamis tanpa meninggalkan prinsip agama dan budaya lokal. 


Untuk zilenial, dewasa ini usianya minimal 25 tahun. Kalian yang tinggal di kota banyak yang belum menikah karena fokus menyelesaikan pendidikan atau memulai karir baru. Reedukasi Bangga Kencana bermaksud, memberikan wawasan bagaimana kamu merencanakan kehidupan berkeluargamu nanti.  Tak dipungkiri, kemudahan akses informasi memungkinkan kamu mengetahui bermacam-macam nilai, pilihan gaya hidup dan lembaga perkimpoian dari berbagai belahan dunia lain. Sejumlah kecil zilenial di perkotaan beranggapan bahwa lembaga pernikahan dianggap tidak sesuai dengan gaya dan dinamika hidupnya. Akibatnya, menikah dan mempunyai anak tidak menjadi agenda hidupnya. Akan tetapi, mereka memiliki pasangan seksual. Nah, hal inilah yang sering kali memperuncing perbedaan nilai keluarga dan budaya yang tak jarang memercikan konflik sosial. Media sosial memperkeruh situasi ini. 

Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio, pada Maret 2019 dilaporkan sebesar 0,382. Hal ini menandakan bahwa ketimpangan antara si kaya dan miskin khususnya di perkotaan semakin tajam. Sebagian zilenial kota yang mapan bisa membeli kopi di toko waralaba internasional ternama setiap hari. Bagi sebagian besar lainnya, untuk bertahan hidup di kota mereka harus bekerja keras bagai kuda!

Kita bisa bayangkan, bagaimana konsep perencanaan hidup berkeluarga bagi dua kelompok zilenial ini?

Adalah kisah Sukemi, 16 tahun, yang meninggal akibat perdarahan hebat setelah mengugurkan kandungannya. Sukemi tinggal dengan neneknya di desa sementara ibunya menjadi buruh migran. Sudah lama ayahnya pergi entah ke mana meninggalkan ibunya yang terpaksa mengasuh empat orang anak seorang diri.  Sukemi tidak menamatkan sekolah tingkat pertamanya karena kesulitan biaya. Dia terpaksa membantu sang nenek menjaga adik-adiknya. Dia berpacaran dengan teman sekolahnya dulu, pemuda tetangga desa. Sukemi merasakan kenyamanan ketika bersama pemuda itu sampai dia berbadan dua. Diantar pacarnya mereka mencari dukun beranak dan mengugurkan jabang bayi Sukemi. Sukemi meregang nyawa, si pemuda pergi entah ke mana. 


Kisah di atas merupakan contoh kecil tantangan kelompok zilenial yang tinggal di daerah perdesaan.  Miris ya ….

Tingkat pendidikan orang tua yang rendah di pedesaan mengakibatkan situasi rumit seumpana lingkaran setan. Keluarga miskin jiwa dan harta lazim ditemui di pedesaan. Hal ini ujung-ujungnya mengancam ketahanan keluarga. Longgarnya sendi, fondasi dan keterampilan parenting orang tua membuat zilenial memiliki ikatan yang renggang dengan orang tua. Ketergantungan justru erat pada rekan sebaya atau singkatnya pacar. Tak sedikit yang terpaksa menikah lho, karena keduluan hamil. Nah ... rumit kan situasinya?

Ada keluarga rapuh yang terpaksa terbentuk.  Ada kehamilan tidak diinginkan terjadi. Adik bayi rentan dihabisi kehidupannya sebelum dia lahir ke dunia, atau dia lahir ke dunia dengan badan yang cebol atau stunting. Bayi stunting terancam tidak bisa berulang tahun untuk yang pertama kalinya. 

Lebih jauh lagi, zilenial yang terpaksa jadi ibu pun bisa game over. Mati bunuh diri karena malu atau, seperti kisah Sukemi, mereka mati karena perdarahan pada saat mengugurkan kehamilannya di dukun beranak. Kemiskinan juga membuat para ibu nekat menjadi buruh migran. Suami merana. Anak dititipkan pada nenek atau kakek yang tidak lebih miskin dan bodoh dari orang tuanya. Kasus kekerasan pada anak, kekurangan gizi, zinah dan perselingkuhan yang berujung perceraian mengintai zilenial di pedesaan.

Bisa kita membayangkan, zilenial perkotaan yang berpendidikan berpotensi tidak berkeluarga dan melahirkan anak yang berkualitas. Sebaliknya, justru dari zilenial perdesaan yang terpaksa kimpoi, akan melahirkan anak-anak dengan segala ciri kerentanan. Duh, lingkaran setan kemiskinan dan kebodohan akan makin sulit diputus mata rantainya!


Pada zamannya, Petugas Keluarga Berencana atau PKB dapat dengan mudah ditemui melakukan tugasnya di pedesaan. Bersama kader masyarakat mereka mendata, mengedukasi dan menggerak masyarakat untuk ikut program KB. Dewasa ini, PKB banyak berkurang karena pensiun, tidak diminati dan tidak ada rekrutmen yang dilakukan pemerintah dalam 10 tahun pasca reformasi. Kader masyarakat keder. Tidak ada play maker di lapangan! Program KB mati suri.  Keluarga Indonesia siaga merah karena rapuh sendi dan fondasinya.


Bangga Kencana harus kita hidupkan lagi agar keluarga kita kuat dan tangguh. Ajaklah pasangan kita untuk membayangkan seperti apa keluarga dan anak-anak kita pada 10 tahun yang akan datang.  Lalu kita membuat perencanaan dan langkah nyata untuk mewujudkannya. Wawasan dan dialog ini kita tularkan pada keluarga yang lain, pada anak kita, pada teman dari keluarga kita, pada teman dari anak kita. Sudah tidak zaman lagi, kita bahagia dan selamat sendiri-sendiri. Kita harus bahagia bersama, maju bersama dan masuk surga bersama-sama!


Wiwin Pamungkas, Petugas KB Internasional. Ibu satu anak. Penggiat dan peneliti program Bangga Kencana, CSR dan Pembangunan Berkelanjutan. Hobi makan dan masak. Manusia kertas yang penikmat berat kopi. Sedang belajar untuk bisa lebih banyak tersenyum dan ngabodor! :-) 

Picture dan tulisan diambil dari dokumen pribadi Wiwin Pamungkas

Diubah oleh dina.rosita 12-03-2020 17:42
qonidio
anasabila
anasabila dan qonidio memberi reputasi
2
887
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan