Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ZenMan1Avatar border
TS
ZenMan1
Gegara Arab, Mimpi RI Jadi 'Raja Minyak' Hadapi Ujian Berat



Jakarta, CNBC Indonesia- Target atau mimpi pemerintah untuk memproduksi 1 juta barel mnyak sehari kini hadapai ujian berat. Tak lain tak bukan, ujian datang dari harga minyak yang terjun bebas dalam beberapa terakhir.

Padahal, baru pekan lalu PT Pertamina (Persero) masih cukup percaya diri memaparkan target yang ditekankan berkali-kali oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsat Pandjaitan tersebut,

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pernah mengungkapkan pemerintah mengejar produksi minyak dan lifting 1 juta bph. Semula, target ini diagendakan tercapai pada 2030, namun diminta dipercepat menjadi 2025.


Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan target produksi minyak nasional 1 juta bph merupakan PR besar bagi Pertamina. Tahun ini target produksi minyak nasional adalah sekitar 750 ribu bph. Untuk Pertamina sendiri, dari bahan RKAP 2020, target produksi minyak tahun ini adalah sekitar 387 ribu bph, naik dari tahun lalu 371 ribu bph.

Untuk menggenjot produksi minyak, Nicke mengatakan, belanja investasi (capex) Pertamina akan banyak dialokasikan untuk sektor hulu. "Kenaikan produksi minyak ini bisa menurunkan angka impor," kata Nicke di Jakarta, Jumat lalu.

Anggaran investasi Pertamina untuk sektor hulu mendapat porsi terbesar. Dari data Pertamina, tahun ini anggaran investasi adalah US$ 7,8 miliar, naik 84% dari tahun sebelumnya US$ 4,2 miliar. Rinciannya:
* Hulu mendapat US$ 3,7 miliar
* Upgrade kilang US$ 1,9 miliar
* Infrastruktur hilir US$ 1,2 miliar
* Proyek investasi subholding gas US$ 800 juta
* Lain-lain US$ 300 juta

Pertamina bakal menggenjot sektor hulu migasnya, dengan menggencarkan pengeboran-pengeboran sumur minyak yang ada agar produksinya bisa optimal. Bahkan dia mengatakan, ada harta karun terpendam di perut bumi Indonesia yang bisa membantu Indonesia mengembalikan kejayaan sebagai raja minyak. Apa itu.

"Di sektor hulu migas ada sumur bekas pengeboran yang tidak diaktifkan, jumlahnya 9.000. Ini bisa kita garap karena biaya investasinya hanya 25% dibandingkan biaya eksplorasi dari awal. Jadi Indonesia punya harta karun terpendam di perut bumi," ujar Nicke.

Mimpi 'Raja Minyak' Terpaksa Ditunda Dulu
Tapi, Indonesia bisa berencana namun Arab tiba-tiba bikin perkara.

Arab Saudi menyatakan perang minyak dengan Rusia. Ini terjadi pasca-Russia menolak ajakan OPEC untuk memangkas produksi 1,5 juta barel per hari (bph) guna membendung efek corona.

Sebelumnya, anggota aliansi non-OPEC yang dipimpin oleh Rusia diminta berkontribusi terhadap pemangkasan tersebut sebesar 500.000 bph. Namun Rusia menolak usulan tersebut.


Secara mengejutkan pada Sabtu, Arab Saudi memilih untuk mendiskon harga minyak mentah ekspornya sebesar 10% seolah menabuh genderang perang harga dengan Rusia.

Gara-gara perseturuan panas ini, harga minyak berada di kisaran level US$ 30 sampai US$ 32 per barel. Jauh beda dibanding rerata ICP atau Indonesian Crude Price yang per Februari masih di level US$ 56 per barel

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan harga minyak yang terjun bebas ini menjadi ujian bagi sektor migas RI, terutama untuk sektor hulu.

"Anjloknya harga minyak dunia yang menekan betul di angka US$ 32 per barel, dari satu sisi keuntungan karena kita impor, di sisi lain ini bisnis hulu migas akan lesu kembali," katanya, Selasa (10/3/2020).

Dengan harga serendah itu, menurutnya eksplorasi migas akan tidak menarik bagi para investor dan akan berdampak signifikan ke penurunan produksi minyak. "Apalagi upaya-upaya untuk meningkatkan cadangan atau menemukan giant discovery, dipastikan menurun," jelasnya.

Boro-boro memikirkan target 1 juta barel sehari, dengan kondisi seperti ini menurutnya yang perlu ditekankan adalah konsolidasi para pemangku kepententingan agar tidak ada penurunan produksi lebih jauh.

"Hulu migas harus waspada, siapkan segera fiscal terms yang menarik untuk para investor agar bisa jaga produksi."

Penasihat Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Satya Yudha menyampaikan jika target 1 juta barel masih ingin dikejar oleh Pertamina, yang harus dilakukan Pertamina saat ini adalah menyesuaikan biaya operasional dan produksi minyak mereka.

"Operational cost harus diadjust agar efisien dulu, kalau tidak maka turunnya harga malah menghambat investasi," jelasnya.

Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu mengatakan, menyikapi harga minyak yang turun Pertamina memang harus melakukan efisiensi dan optimalisasi cara kerja.

"Contohnya strategi pengadaan lebih terpadu. Kemudian strategi logistik lebih dibuat optimum effort supaya cost production bisa turun," ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Senin, (09/03/2020).

Lebih lanjut dirinya mengatakan berdasarkan catatannya biaya produksi per barel saat ini sekitar US$ 9- 11 per barel. Namun, dengan harga minyak yang terus turun maka biaya akan semakin naik.

Ia menyebut beberapa lapangan ada yang biaya produksinya bisa mencapai US$ 20 per barel. Meski demikian belum ada niatan untuk memangkas produksi.

"Saya nggak bisa share dulu tapi so far kita melihatnya masih temporary, kita antisipasi melalui optimalisasi logistik dan sebagainya. Pangkas produksi nggak lah," imbuhnya.

Dharmawan juga menegaskan tidak akan ada proyek-proyek yang tertunda, di mana Pertamina akan mengebor 411 sumur. "Tidak ada. Pengeluaran tetap jalan, target tetep 411 pengeboran," tegasnya.

sumur

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...-ujian-berat/1
gojira48
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.1K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan