Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

LordFariesAvatar border
TS
LordFaries
Klaim atas Natuna Dinilai Buka Peluang ASEAN Kontra China

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik Internasional, Arya Sandiyudha menilai klaim China atas laut Natuna dapat membuka peluang sikap kontra mayoritas negara-negara ASEAN terhadap China. Hal itu karena selama ini Indonesia dianggap tidak pernah memiliki sengketa klaim dengan China.

Arya menuturkan, pengusiran nelayan Indonesia oleh kapal coast guard China di perairan Natuna, masuk dalam kategori isu kedaulatan. Oleh karenanya, kata Arya, Indonesia dapat menggunakan prinsip dalil Filipina yang dibela oleh Keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda, pada 2016 lalu.

Dalam putusannya, kata Arya, Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) menyatakan China telah melanggar kedaulatan di Laut China Selatan (LCS). Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) memenangkan Filipina atas klaim hak sejarah 9 garis China di Laut Barat Filipina, dengan argumentasi tak berdasar hukum internasional dan tidak sejalan dengan UNCLOS yaitu Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE).

"Hal yang berlaku bagi Filipina juga dapat digunakan Indonesia. Sekaligus sadarkan ASEAN, mesti solid agar tidak berpeluang diperlakukan semena-mena oleh China,” kata Arya yang juga Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI), Sabtu (4/1).

Arya menuturkan apa yang dilakukan China terhadap Filipina dengan reklamasi China yang telah menabrak hak Filipina dan merusak laut LCS yang dilindungi UNCLOS berpotensi juga terjadi pada Natuna, di Indonesia. Setidaknya kata dia, ada enam senjata Indonesia untuk membangun soliditas ASEAN terkait laut China selatan.

Pertama, nonclaimant state dan claimant state dapat bersatu untuk menentang klaim hak sejarah sembilan garis China. Kedua, China tidak berhak klaim kedaulatan wilayah negara ASEAN, karena secara Yuridiksi melawan UNCLOS.

“Klaim sembilan garis tidak bisa jadi dasar hak atas kepulauan manapun dari negara ASEAN, karena kepulauan palsu yang dibangun China merupakan low-tide elevations yang tidak memiliki hak zona maritim tersendiri,” ujar Doktor Bidang Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Turki ini.

“Mayoritas daratan baru yang dibangun China tidak punya hak wilayah maritim, ” ujarnya.

Ketiga, China juga bukan negara kepulauan, sehingga menurutnya tidak dapat menggunakan garis dari landas kepulauan yang ada di LCS.

Keempat, tidak satu pun dari High Tide Features di kepulauan buatan China, merupakan pulau yang memiliki hak wilayah maritim tersendiri, karena bukan tempat tinggal manusia atau tempat penghidupan ekonomi tersendiri. Oleh karena itu, fitur tersebut secara hukum dilihat sebagai bebatuan dan tidak berhak atas ZEE atau landas kontinen tersendiri,

“Kelima, persahabatan China - ASEAN akan rusak apabila klaim hak ini diteruskan China dengan terus memaksakan propaganda dan menggunakan paksaan diplomatik,” ungkapnya.

Keenam, operasi pengawasan laut China di LCS juga melanggar UNCLOS tentang hak-hak berdaulat negara-negara ASEAN atas sumber daya non-hayati dilandas kontinennya.

“Jangan hanya dilihat pembelaan komunitas internasional terhadap kasus Filipina, tapi pada prinsipnya berlaku untuk semua negara ASEAN yang dilabrak kedaulatannya oleh China di LCS. Termasuk Indonesia, terkait Natuna, ASEAN mesti kompak bersikap,” ucap Arya.

https://m.republika.co.id/berita/int...n-kontra-china



Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh LordFaries 04-01-2020 16:28
petani.syusyu
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 6 lainnya memberi reputasi
7
3.3K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan