Gw akan bercerita tentang rasa. Setiap kita punya rasa. Tak mungkin dipungkiri. Pernah suatu sore. Gw mencoba perhatikan kucing. Setiap pagi dan petang memang rutin diberi makan.

Kucing tau persis siapa yang akan memberi makan. Siapa yang akan memukulnya. Ia ingat. Bagaimana lagi dengan kita. Manusia, ingatan kita jauh di atas kucing. Kucing punya rasa suka ternyata. Rasa takut juga.

Kucing punya naluri. Seperti binatang lainnya. Sementara kita punya naluri dan akal. Keduanya berjalan seimbang dan beriringan. Saling mendukung. Yang satu menguatkan yang lainnya.

Beberapa rasa yang sering kita kenal dan kita gunakan biasanya secara spontan dirasakan. Ketika diminta menyebutkan, kadang butuh waktu mengingat-ingatnya.

Dalam kamus bahasa indonesia setidaknya memiliki 5 kategori. Pertama, tanggapan indra terhadap rangsangan saraf, seperti manis, asam, pahit, asin, dan sebagainya. Ke dua, apa tang dialami oleh badan, seperti lelah, capek, segar, pedih, nyeri, dan lain-lain. Yang ke tiga, sifat rasa suatu benda, misalnya gula rasanya manis. Yang ke empat, tanggapan hati terhadap sesuatu, misalnya sedih, takut, suka, dan sebagainya. Dan yang terakhir yang ke lima, pendapat atau pertimbangan, misalnya baik, buruk, biasa saja, dal seterusnya.

Di antara ke lima kategori yang telah disebutkan tadi yang Gw ceritakan adalah tentang rasa yang berkaitan dengan tanggapan hati terhadap sesuatu. Contoh, aku suka kamu. Suka adalah rasa senang, tertarik, atau memikat.

Bahasannya kita persempit menjadi sebuah kata yang coba kita rasakan. Yaitu kata suka. Gw suka kamu. Mulai dari yang berusia muda belia, ketika ada pernyataan diminta mengungkapkan apa yang sedang dirasakan. Pertama kali yang teringat adalah suka.

Masalahnya ketika suka diminta menentukan apa sebabnya sehingga suka, barulah muncul rasa-rasa lain yang mengikutinya.

Gw suka dia karena cantik, manis, ramah, sopan, baik, setia kawan, dan seterusnya. Padahal.semua alasan yang disebutkan merupakan ungkapan rasa dalam bentuk berbeda.

Dalam kategori itu, mungkinkah kata suka merupakan kesimpulan dari seluruh kata perasaan yang ada? Jawabnya mungkin ya, mungkin juga tidak.

Ketika kita mencoba mencari lawan dari kata suka, maka dalam kamus tertulis, suka lawannya benci. Mengapa benci dia? Jawabnya adalah karena dia jelek, jahat, angkuh, penghianat, dan lain-lain. Alasannya juga merupakan lawan dari kata perasaan yang mendukung di atas.

Jadi wajar, ketika seseorang berkata, Gw suka kamu. Lalu diminta mencarikan alasan mengapa suka. Sebagian mungkin hanya tersenyum. Sebagian lain dengan lancar menyebutkan satu persatu alasan mengapa dia suka.

Dalam sebuah kasus, ketika seseorang sedang jatuh hati, kemudian mengatakan, Gw suka kamu. Atau mungkin anda pernah mengalaminya? Bagaimana rasanya? Apakah berat terucapnya atau ringan meluncir dari bibirnya. Gw berani taruhan, kepada orang yang benar-benar menarik perhatian kita, atai ada rasa suka yang sangat dalam, mengatakan aku suka kamu adalah paling berat. Tak sedikit yang kemudian berkeringat dingin.

Jadi pada intinya, mengucapkan sebuah kata rasa ketika dalam tataran yang memang mengungkapkan rasa tidak bisa dianggap enteng. Nih, pengalaman bagi yang akan menyampaikan rasa suka. Mulanya biasanya sambil bercanda. Gw suka kamu. Bukan kalimat tanya. Namun dalam hati minta agar ada jawaban. Sebuah keunikan tersendiri.

Nah, bagaimana kesimpulannya. Silakan disimpulkan sendiri. Ternyata kalimat gw suka kamu memang bukan kalimat sembarang. Ada konskuensi setelah pengucapan kalimat itu.

Contohnya aku, gw suka kamu. Gw suka kamu. lalu ditanya balik, mengapa kamu suka Gw? Pokoknya suka dah. Titik.

Padahal ketika rasa suka hilang. Berubah jadi benci. Kemudian ditanyakan, mengapa kamu benci. Beribu jawaban keluar lancar dari mulutnya. Dan tidak seimbang dengan alasan mengapa suka. Begitulah rasa. Unik dan tak bisa diterka. Demikian wassalam.