Hallo gan sis, selamat datang di trit ane. Dikesempatan kali ini ane mau berbagi pengalaman temen ane mendaki gunung Arjuno.
Gunung Arjuno yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur ini memiliki ketinggihan 3.339 mdpl dan menjadikan gunung tertinggi ke-3 di jawa timur dan predikat gunung tertinggi ke-4 di pulau jawa.
Terdapat pantangan serta cerita-cerita yang beredar luas di kalangan anak-anak pendaki mengenai kemistisan trek atau jalur pendakian di gunung Arjuno ini. Mulai dari ritual Ngunduh Mantu (Pernikahan adat Jawa) yang dilakukan oleh bangsa Jin dengan ditandai oleh suara lantunan gending Jawa dan bagi siapapun yang mendengarkan lantunan gending Jawa ini disarankan untuk tidak melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Arjuno lantaran resiko yang ditanggung tidak pernah main-main.
Untuk lebih jelasnya ane bakal bercerita dari sudut pandang orang pertama yaitu temen ane. Cekidot!
Quote:
Mendekati tanggal 17 Agustus dimana tradisi para pendaki merayakan hari kemerdekaan Indonesia di puncak gunung. Tak terkecuali aku dan sobat pendaki ku yang sudah berencana berbulan-bulan yang lalu untuk melakukan pendakian di Gunung Arjuno.
Kami berangkat bersama-sama dari Surabaya dan tiba di jalur pendakian di Kabupaten Pasuruan ngikut bersama pendaki lain.
Sembari menunggu para pendaki bersiap-siap yang sedang packing, aku mencoba menegur temenku yang memakai jaket merah gelap karena ada pantangan disini. Tetapi dia tidak menggubris dan beralasan sudah terlanjur sampai disini. Alhasil kami pun memaksakan berangkat walau melanggar pantangan yang dimitoskan oleh orang-orang.
Ini adalah pengalaman pertama kami mendaki gunung diatas +3.000 mdpl. Kami berangkat sekitar jam 2 pagi dengan suhu mencapai 2 derajat celcius. Dalam perjalanan jalur yang kami lewati dari lembah kijang menuju alas lali jiwo dipenuhi rumput alang-alang dengan tinggi 4 sampai 5 meter. Belum lagi banyak persimpangan jalur yang bisa saja menyesatkan kami.
Singkat cerita waktu pagi jam 05.30 kami melihat seperti ada gerbang, dan di gerbang itu seperti ada sosok yang berjaga dengan tinggi badan kurang lebih 6 meter dengan membawa senjata gadha (seperti tongkat pemukul namun berbentuk besar). Awalnya kaget, berpikir kenapa ada bangunan Gapura diketinggian +2.000 mdpl apalagi di tengah-tengah alas / hutan. Kami pun memutuskan untuk tidak melihat lebih dekat dan meneruskan langkah, karena kalau lanjut sudah pasti ada resiko besar yang dipertaruhkan.
Aku pun mengingatkan lagi kepada teman-temanku kalau misal ada kejadian janggal jangan ada yang ngomnong sembarangan. Sebabnya jika kamu melihat hal-hal ghaib dan diceritakan ke teman-teman itu sudah pasti membuyarkan fokus dan membuat yang lain ketakutan juga. Saranku istighfar dan beristirahat dulu sembari mendinginkan pikiran takutnya terkena sugesti.
Pict : Alas lali jiwo
Sudah pastinya orang yang mendaki gunung itu kondisinya kelelahan, perut lapar dan pikiran tersugesti dengan hal-hal yang nggak-nggak!" teriak aku.
Tak lama berselang salah satu temanku mengalami kesurupan. Kami pun mencoba menenangkan korban. Hingga akhirnya dia tersadar setelah dibacakan beberapa ayat suci.
Setelah kondisi sudah ok untuk melanjutkan perjalanan, matahari pun sudah menyapa dengan teriknya. Sebelum mencapai puncak, kami pun melewati pasar Dieng atau pasar setan. Karena bertepatan dengan hari kemerdekaan 17 Agustus, disini kami melakukan prosesi upacara kemerdekaan bersama pendaki lain. Disebelah utara terlihat ada situs pertapaan. Konon disini jika dimalam hari tempat ini akan berubah menjadi pasar, namun yang berjualan disini bangsa jin. Beruntung kami tidak mengalami kejadian janggal disini.
Pict : Upacara bendera di lokasi pasar Dieng / Pasar Ghaib
Akhirnya kami pun mencapai di puncak. Tak jauh dari puncak gunung kami mendapati beberapa makam disini. Konon makam ini adalah para pendaki yang gugur dan jasadnya belum sempat terevakuasi ke bawah lantaran faktor cuaca dan medan yang sulit.
Pict : makam para pendaki
Hari hampir gelap kami pun beranjak turun gunung. Waktu menunjukan jam 6 maghrib mau nyampai di Pos 3 area camp dan di tanjakan aku seperti digoda karena aku posisi paling belakang jadi sweeper (sapu bersih rombongan). Seakan-akan tas carrier ku ada yang menggandol / ikut nyangkut dan beban menjadi sangat berat. Belum lagi saat jam segitu waktu yang biasa buat para makhluk halus mnampakan diri.
Kami pun sampai di area camp dan beristirahat sejenak, namun karena suhu udara sudah mulai ekstrim hampir 0 derajat celcius dan temanku ada yang hampir terkena hipotermia jadi mau gak mau kami harus turun pada saat jam tersebut.
Jam 8 beberapa baterai senter ketinggalan sehingga kami hanya mengandalkan penerangan yang masih menyala. Tapi beruntung dipertengahan jalan kami bertemu dengan rombongan pendaki lain yang sama-sama turun.
Selama perjalanan dengan rombongan pendaki lain, alhamdulillah kami tidak menjumpai hal yang janggal lagi. Dan akhirnya kami sampai di permukaan Pos pertama waktu tengah malam hari. Sunggguh perjalanan yang melelahkan, dan kami patut bersyukur karena masih bisa pulang dengan keadaan selamat.
Itulah tadi cerita temen ane, gimana? bisa dibayangkan perjuangan luar biasa mereka? Ane aja gak kuat kalau berada diposisi mereka. Mungkin udah pingsan kali ya karena ane orang yang gampang terpengaruh karena keadaan apalagi di tengah hutan gelap dan suhu ekstrim.
Sekian cerita yang dapat ane bagikan, maaf kalau masih ada kekurangan dalam penulisan. Terimakasih sudah membaca. Dan salam MISTERI!
Referensi berdasarkan pengalaman nyata temen ane :
Redy Dwi Kristiyanto