Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pairunAvatar border
TS
pairun
Misteri Lereng Gunung Arjuno






"Seperti ada yang mengikuti kita."

Tarjo berbalik badan, matanya liar mencari-cari sesuatu di rimbunnya semak. Hingga beberapa saat tak terlihat apa pun. Lebatnya pohonan yang tinggi menjulang membuat sinar matahari tak mampu menembus ke dalam hutan itu.

"Hanya perasaanmu saja, Jo."

"Entahlah, sejak kita melewati batu besar tadi, seperti ada yang mengawasi kita, Din."

"Sudahlah, ayo kita lanjut, keburu malam ntar." Udin berbalik badan dan melanjutkan perjalanan.

Tarjo masih mengamati tempat sekitar, perasaan yang sulit diterima akal sehat itu masih belum hilang. Tapi tak tahu apa yang membuat perasaan itu muncul.

Mau tak mau Tarjo menyusul Udin, sesekali menoleh ke belakang, terus seperti itu hingga sampai di tempat yang agak lapang.

"Kenapa kita bisa sampai di sini lagi, Din?"

"Heh, tadi kan kita istirahat di sini. Kok?"

Tarjo dan Udin kebingungan, berjalan hampir satu jam tapi seperti memutar saja.

Lereng gunung Arjuna memang masih kuat mistisnya. Terlebih sebelah timur agak ke selatan. Ada hutan yang di sebut hutan lali jiwa oleh penduduk di sekitar tempat itu.

"Perasaan kita gak melakukan apa pun tadi. Hemmm mungkin ini yang di maksud penduduk tadi."

"Kita coba arah lain, Jo. Mungkin tadi kita salah jalan."

"Baiklah, ayo buruan, sudah hampir sore."

Tarjo dan Udin kembali meneruskan perjalanan. Tentu saja mereka mengambil arah yang berbeda dengan yang tadi.

"Din, sejak tadi perasaanku kok masih sama. Ada yang mengikuti kita," bisik Tarjo.

"Aku juga merasa, Jo. Tapi siapa?"

"Entahlah."

Rasa takut merasuki hati mereka, tapi sudah kepalang tanggung, mau kembali pun sudah terlanjur jauh melangkah.

"Heh, kenapa sampai di sini lagi, Jo?"

"Iya, aneh. Kita sepertinya tersesat."

Tarjo cemas, hari sudah sore malah tersesat. Entah apa yang membuatnya tersesat, mendaki gunung bukan hal pertama ini mereka lakukan.

"Apa mungkin kita ini berada di hutan lali jiwa seperti yang diceritakan orang-orang kemarin, Din?" Tarjo duduk di sebuah batu yang agak datar.

"Mungkin, Jo. Tapi kita kan gak melakukan hal yang mereka larang." Udin mengikuti Tarjo duduk di sebelahnya.

"Trus gimana? Kembali juga gak mungkin, Din."

"Kita nginap di sini dulu, Jo. Siapa tahu besok kita menemukan jalan."

Tarjo tak segera menjawab, perasaannya cemas. Pasti ada sesuatu yang bakal terjadi bila menginap di daerah itu.

"Sepertinya kita dipaksa menginap di sini, Din. Aku kawatir akan terjadi sesuatu nanti malam."

Kecemasan yang wajar, karena semua kejadian seperti sudah diatur. Tersesat saat menjelang sore hari.

"Din, ada orang."

"Mana?"

"Itu," Tarjo menunjuk semak di sebelah kanan mereka."

"Mana, Jo?"

"Di balik semak itu tadi. Ayo kita cari, siapa tahu penduduk yang mencari kayu bakar."

"Ini sudah hampir gelap, Jo. Mana mungkin ada penduduk yang mencari kayu bakar sampai di sini."

"Ya sudah, kamu tunggu di sini, aku melihat ke sana sebentar."



Tarjo sedikit gentar, tapi ditepis. Rasa takut membuat langkahnya sedikit ragu. Tak berapa lama terlihat seorang lelaki tua sedang mengumpulkan kayu bakar. Mata Tarjo berbinar, sebuah harapan muncul seketika.

"Bapak penduduk di sekitar sini?"

Orang tua itu terlihat terkejut, tak langsung menjawab, matanya mengamati Tarjo dari bawah ke atas.

"Kamu siapa? Sudah hampir gelap kenapa di sini?" Orang itu balik bertanya.

"Saya tersesat, Pak. Mau ke puncak tapi dari tadi memutar-mutar saja di sini."

"Ooo ... Temanmu berapa orang?"

"Satu, Pak. Kami hanya berdua."

"Sebaiknya kalian lanjutkan perjalanan, tak jauh dari sini ada tempat untuk berkemah, bahkan ada sebuah gubuk untuk beristirahat orang bila lelah."

"Tapi kami tidak tahu arah, Pak."

"Mari saya antar kalian ke tempat itu."

"Nanti bapak kemalaman."

"Saya sudah puluhan tahun merambah hutan di sini, meski kemalaman gak bakal tersesat. Mumpung masih belum gelap, ayo saya antar ke sana."

Tarjo dan Udin diantar orang tua itu. Dalam perjalanan, Tarjo menginggat jalan yang mereka lalui.

Jalan yang sama dengan yang mereka lalui tadi. Tarjo keheranan, kenapa tadi jalan itu kembali ke tempat pertama mereka istirahat sejenak.

"Kami lewat sini tadi, Pak."

"Sudah jangan banyak bicara dulu, nanti saya jelaskan di sana."

Tak membutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar setengah jam mereka sampai di tempat yang dimaksud bapak tua tadi.

"Itu gubuknya, di sekitarnya biasanya pendaki istirahat bila kemalaman. Kalian bisa menginap di gubuk itu, kebetulan tak ada pendaki lain."

Mereka segera masuk gubuk. Masih kuat walau kayunya sudah ada yang rapuh.

"Terimakasih, Pak. Entah apa yang kami lakukan seandainya tak bertemu Bapak tadi," ujar Tarjo.

"Sudah, jangan kalian pikirkan itu. Yang perlu kalian ingat, jangan pernah menganggu binatang di tempat ini. Binatang buas sekalipun, jangan kalian usik, apalagi diusir. Biarkan saja, mereka tak akan mengganggu kalian."

"Akan kami ingat, Pak."

"Satu lagi, jangan buang air kecil sembarangan. Di situ ada mata air, kalian lakukan saja di situ, airnya juga bisa kalian minum."

"Baik, Pak. Terimakasih atas petunjuknya."

"Ya sudah bapak pulang dulu. Besok jangan berangkat sebelum matahari terlihat. Ingat pesan bapak."

Setelah orang tua itu pergi, Tarjo dan Udin mengumpulkan ranting kering yang jatuh.

"Din, kamu ambil air selagi masih terlihat jalannya."

Tanpa menjawab Udin langsung mengambil jirigen yang sudah tersedia di dalam pondok.

Ketika Tarjo berusaha menyalakan api, sekelebat bayangan mengejutkannya. Seekor kumbang yang cukup besar sudah duduk di dahan pohon besar tepat di depan Tarjo yang hendak menyalakan api. Binatang buas sejenis harimau tapi berwarna hitam pekat.

Hampir saja Tarjo lari karena takut, tapi diurungkan karena pesan orang tua tadi. Kumbang itu mengawasi Tarjo, suasana remang menjadi seram.

Udin menenteng jirigen berisi air, tak bercakap langsung balik setelah menaruh di sebelah Tarjo. Tak berapa lama sudah ada di samping Tarjo lagi, panci kecil, jahe saset dan mie instan ia letakkan dekat jirigen.

Belum nyala api, Udin terkejut ketika melihat kumbang yang mengawasi mereka. Karena takut, Udin lari menjauh.

"Jangan takut, Din!"

Seruan Tarjo sia-sia, Udin terus lari ke dalam hutan. Mau tak mau harus menyusulnya.

"Din, Udin!"

Tarjo berusaha menyusul, tapi gelap membuat kesulitan tersendiri.

"Din, Udin!"

Tarjo merogoh saku, ia menyalakan lampu HP-nya. Tak banyak membantu, sinarnya terbatas.

"Din!"

"Jooo!"

Tarjo sebera menuju suara Udin yang memanggilnya.

"Kamu di mana, Din?"

"Di sini, Jo. Tolongin."

Tarjo mencari-cari, tak berapa lama akhirnya ditemukan.

"Heh, kenapa kamu bisa di situ?"

"Entahlah, tadi aku lari takut ada seekor kumbang di dekat kita mau menyalakan api tadi."

"Raih tanganku, Din." Tarjo mengulurkan tangan dan menarik Udin dari dalam lubang.

"Kamu main kabur saja, ingat pesan orang tua tadi."

"Eh, iya, aku lupa, Jo. Sapa yang gak kaget kalo tiba-tiba ada binatang buas di depa kita?"

"Ya, sudah, ayo kita balik."

Karena sangat gelap, sinar dari HP tak bisa membantu mereka. Mencari arah yang tadi dilewati sangat sulit.

"Kamu, ce, main lari saja. Kita tersesat lagi ini."

"Maaf, Jo."

Ketika hampir putus asa, mereka melihat api di kejauhan.

"Ada orang, Din. Itu pasti api unggun. Ayo ke sana."

Lega perasaan mereka. Dalam hutan malam hari sulit menemukan arah. Mereka bergegas ke arah nyala api.

"Heh, ini tempat kita tadi, Jo. Bukankah tadi belum nyala?"

"Alhamdulillah, kita sampai di sini. Sudah jangan banyak sangka, kita bikin wedang jahe dan mie instan, setelah itu tidur biar besok tidak kelelahan."

Setelah perut kenyang, mereka segera tidur dalam pondok. Malam semakin larut, karena lelah, mereka lelap.

Keesokan harinya, Tarjo terbangun oleh sengatan sinar matahari pagi.

"Din, Din, bangun, Din." Tarjo memerhatikan sekelilingnya. Heran dan tak percaya dengan apa yang dilihat. Terbangun di sebalah batu besar, tanpa alas. Perlengkapan tergeletak di samping mereka.

Udin terkejut ketika menyadari keberadaan mereka.

"Kenapa kita di sini, Jo?"

"Entahlah, ini puncak Arjuno, Din. Itu batu dan gua yang dimaksud Mbah Sudibyo."

"Heh, bukannya semalam kita tidur dalam sebuah gubuk?"

"Iya, Din. Tapi, kenapa kita bisa di sini?"

Tarjo dan Udin tak bisa mengerti apa yang mereka alami. Suatu kejadian di luar nalar manusia. Mungkin mereka lewat alam lain, alam gaib penghuni lereng gunung Arjuno.

Malang, 29 September 2019
sebelahblog
zafinsyurga
nona212
nona212 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.8K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan