Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

YoungExplorersAvatar border
TS
YoungExplorers
Hegemoni Rezim Memecah Belah Gerakan Mahasiswa


Beberapa pekan terakhir pemerintah & para wakil rakyat di parlemen coba mengebut pengesahan beberapa revisi UU yang dinilai publik menjadi potret kembalinya orba. Tak ayal revisi UU tersebut dianggap terburu-buru di penghujung jabatan DPR periode 2014-2019. Mulai dari akademisi,mahasiswa,OKP,hingga masyarakat mempersepsikan bahwa langkah tersebut adalah upaya untuk mengamankan diri,mempermudah kolega yang tersandung kasus,memperluas domain tikus-tikus berdasi,modus penguatan pendapatan negara dari naiknya cukai dan iuran bpjs, hingga pelemahan lembaga yang siap menyergap mereka yang bermain dengan uang negara hasil curian Korupsi.

Hingga sampai pada akumulasi pemikiran penulis bahwa kelompok pemerintah yang gencar menyuarakan anti rezim orba tak pernah benar-benar melupakan sang pemimpinnya yang mampu menduduki tahta kepresiden hingga 6 periode lamanya. Maklum saja tokoh-tokoh konservatif orba masih leluasa berada di pusaran istana-memainkan peran hingga mengatur skenario politik untuk sekadar mempertahankan eksistensi.
Pun Kehebatan rezim memanfaatkan momentum untuk menghilangkan concern pada satu masalah menjadi hal yang luar biasa terlebih berimplikasi pada gerakan mahasiswa hingga ke akar rumput. Sebut saja masalah Papua yang tak lagi menjadi topik hangat di kalangan elite hingga media- kemudian dimunculkan kenaikan iuran bagi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) ,dirasa masih bisa memainkan momentum mulailah revisi UU KPK ,RKUHP hingga sampai pada UU Pemasyarakatan-maka merintihlah korban asap karhutla karena kejadian tersebut tak masuk dalam agenda atau lenyap oleh isu lainnya.

Dampak dari memanfaatkan momentum itu , di kalangan mahasiswa Indonesia mulai terpecah pada satu isu dalam artian masing-masing kampus di tiap wilayah membawa isu yang berbeda dalam tiap aksi demonstrasinya. Di Makassar mahasiswa fokusnya pada kenaikan iuran BPJS, jakarta dan sekitarnya fokus pada revisi UU KPK, sementara di Sumatra dan Kalimantan mahasiswa turun aksi menuntut penyelesaian kasus kebakaran hutan dan lahan oleh korporasi dan oknum yang bahkan hingga kini korposrasi tersebut memiliki benteng yang kuat agar tak diberitakan media atau masyarakat adat pun warga desa yang mati-matian mempertahankan lahan mereka hingga harus bersentuhan langsung dengan aparat.

Dari uraian diatas banyak yang meng-aminkan bahwa benar adanya jika rezim ini lebih hebat dari rezim orba dalam memanfaatkan momentum. Jika benar demikian maka tak salah jika rezim kali ini dijuluki dengan Neo orba- orang yang berbeda namun pikiran dan tindakannya sama bahkan melebihi dan berevolusi lebih hebat lagi. Jika pada hari-hari akhir masa Soeharto segenap mahasiswa Indonesia bersatu pada satu tuntutan agar sang presiden turun dari tahtanya dari berbagai persoalan yang ia ciptakan, maka kali ini diciptakan beberapa persoalan dalam satu momentum agar mahasiswa terpecah dalam beberapa isu dalam tuntutan aksi demonstrasi.

Ada yang lebih buruk dari pemanfaatan momentum ini yakni para eks aktivis mahasiswa yang berada di parlemen seakan tak punya kuasa- dulunya tergabung dalam barisan menumbangkan rezim orba malah sibuk memberi penjelasan bahwa partainya tidak mendukung penuh beberapa revisi UU tersebut- tak kurang seperti humas partai merangkap humas penguasa.

Nama-nama beken eks aktivis di parlemen dianggap mulai kehilangan taji karena terlalu lama duduk di kursi empuk diruangan ber-AC namun mulai mengurangi kunjungan ke masyarakat atau bahkan sudah tak masuk dalam agendanya untuk mendengar keluh kesah atau aspirasi dari warga yang dulu ikut memuluskan jalannya ke Senayan. Bahkan banyak dari mereka yang menjadi konseptor merangkap eksekutor pengesahan revisi UU yang masih diperdebatkan dan diperjuangkan oleh mahasiswa. Jika merujuk data hasil kinerja KPK, dewan perwakilan rakyat pusat dan daerah hingga lingkaran menteri menjadi penyumbang nama-nama korupter beken dengan kasus yang tentu saja aggarannya cukup membuat kas negara ngos-ngosan. Bertambahnya utang negara diperparah dengan proyek yang mandek akibat aggarannya masuk ke kantong para dewan hingga kumpulan oligarki.
Momentum kali ini bukan hanya bisa dimanfaatkan oleh elite penguasa untuk merubah dan mengesahkan UU atau membuat kebijakan dengan terburu-buru hingga beberapa persoalan penting negeri terlupakan tapi juga menjadi momentum untuk membangkitkan solidaritas mahasiswa se-antero Indonesia bahwa tak boleh lagi mereka tertidur diatas kesewenag-wenangan penguasa dan derita rakyat yang tak lagi didengar dan diperhitungkan .
Maka yang lebih parah dari putusan UU dan kebijakan yang tak pro rakyat bahkan mencederai amanat reformasi adalah matinya gerakan mahasiswa.

Sumber :
Filosofi Lantai 21
Diubah oleh YoungExplorers 23-09-2019 03:32
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
720
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan