Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas lahan reklamasi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan janggal dan dipaksakan. Padahal, Anies dinilai punya opsi untuk tidak menerbitkan IMB itu.
Sebelumnya, Anies berdalih bahwa IMB itu diterbitkan dengan berdasarkan pada Pergub DKI Nomor 206 Tahun 2016.
Pergub itu diketahui ditandatangani gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sebagai panduan rancang kota pulau C, pulau D, dan pulau E hasil reklamsi di utara Jakarta. Pergub itu ditetapkan Ahok pada 25 Oktober 2016.
Meski Anies punya dalih berupa Pergub, Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyebut Gubernur DKI itu mengabaikan PP 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
"Saya kira [penerbitan IMB] ini adalah sebuah kesalahan besar dan kita mengecam tindakan gubenur saat ini (Anies), [dan IMB] yang seharusnya tidak diterbitkan. Dia (Anies) punya pilihan kebijakan untuk tidak menerbitkan IMB. Kenapa dipaksakan?" cetus dia, di kantor Eksekutif Walhi, Jakarta Selatan, Senin (17/6).
PP tersebut, katanya, merupakan dasar dari penerbitan Pergub DKI Nomor 206 Tahun 2016.
Diketahui, PP tersebut di antaranya memuat pasal yang mengatur bahwa pemberian izin untuk bangunan yang memberi dampak penting bagi lingkungan harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik (Pasal 15 ayat (2)).
Terlebih, kata Tubagus, pembangunan di pulau reklamasi sudah ada sejak 2015, atau sebelum terbitnya Perda di era Ahok itu.
"Ini yang kita bilang memaksakan. Ini foto aktivitas pembangunan di atas Pulau D tahun 2015. Di tahun 2015, perencanaan dan aktivitasnya sudah ada, jauh sebelum pergub yang digunakan Gubernur DKI (Anies) sebagai landasan. Kenapa dia menerbitkan IMB [menggunakan Pergub] itu dilakukan sebagai dasar?" tutur Tubagus.
Oleh karena itu, Walhi meminta Anies untuk segera menghentikan seluruh aktivitas yang ada di pulau reklamasi.
"Kita mendesak untuk menghentikan segala aktivitas bangunan di atasnya, termasuk juga aktifitas reklamasi karena saat ini masih berjalan," ucapnya.
Tubagus pun mengusulkan agar dibuat kajian pembongkaran pembangunan. Ia mengatakan hal ini penting lantaran dalam pelaksanaan proyek reklamasi dan penerbitan IMB Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
"Kita masih terus membawa Jakarta terus terjerumus dalam degradasi lingkungan hidup," ucapnya.
Sebelumnya, BPMPTSP mengeluarkan 932 IMB di Pulau D dan Pantai Maju. Setidaknya ada 409 izin untuk rumah tinggal, 212 rumah kantor yang sudah jadi, dan 311 rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Penerbitan IMB ini menjadi polemik karena janji Anies menghentikan proses reklamasi. Ia sudah menghentikan proyek dan menyegel bangunan di pulau itu. Sejak zaman Pilkada DKI 2017, Anies juga mengaku berkomitmen memanfaatkan pulau hasil reklamasi yang telanjur dibangun untuk kepentingan publik.
Terkait polemik IMB ini, Anies meminta itu dibedakan dengan reklamasi. Ia mengatakan penerbitan IMB itu merujuk pada Pergub 206 tahun 2016.
Dari jawaban resmi Anies yang diterima lewat Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta Benny Agus Chandra, menyatakan IMB tersebut bukan soal reklamasi sudah dihentikan atau tidak, tapi soal izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan.
Berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2005, katanya, ketika kawasan yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka pemda dapat memberikan persetujuan pendirian bangunan untuk jangka waktu sementara.
"Pulau C dan D sudah ada di RTRW DKI Jakarta namun belum ada di RDTR DKI Jakarta. Oleh karenanya, gubernur saat itu mengeluarkan Pergub 206 tahun 2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. Suka atau tidak suka atas isi Pergub 206 Tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," tuturnya pada 14 Juni.