- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ditanya Soal Lain, Jawab Panjang Lebar tapi Ditanya Soal Mangkir di Sidang Korupsi
TS
rickyAspero
Ditanya Soal Lain, Jawab Panjang Lebar tapi Ditanya Soal Mangkir di Sidang Korupsi
Quote:
TRIBUNJABAR.ID, TASIKMALAYA - Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum irit bicara saat dikonfirmasi terkait mangkirnya dia dari tiga kali panggilan di Pengadilan Tipikor Bandung. Uu Diminta hadir sebagai saksi kasus korupsi dana hibah bansos di Kabupaten Tasikmalaya.
Kasus korupsi dana hibah Kabupaten Tasikmalaya itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,9 miliar.
Kasus tersebut menyidangkan sembilan terdakwa, di antaranya mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir Djaelani.
Dalam persidangan, Uu yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya diminta kuasa hukum Abdul Kodir Djaelani untuk dihadirkan di persidangan.
Saat dikonfirmasi alasan mangkirnya dari tiga kali panggilan itu, Uu malah senyum-senyum dan irit bicara.
Berbeda saat sebelumnya panjang lebar ketika ditanya terkait topik yang lain.
Saat disinggung mengenai tanggapan terkait pandangan sejumlah pihak yang menyatakan mangkirnya Uu tidak memberi contoh baik sebagai warga taat hukum, ia hanya menjawab singkat.
sumber
Bancakan Dana Hibah di Tasikmalaya
Quote:
BANDUNG--Nursamin (bukan nama sebenarnya) kaget bukan kepalang saat menerima pencairan uang sebesar Rp 150 juta di Bank BJB Kota Tasikmalaya, sekitar pekan ketiga Januari 2017. Pemuda berusia 27 tahun tersebut tak menyangka dana bantuan dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang diterimanya begitu besar. Sebelumnya, dia memperkirakan jumlah bantuan itu paling banter Rp 2 juta.
Uang sejumlah itu diterimanya dalam dua tahap. Pencairan pertama Rp 100 juta di Bank BJB kawasan Cihideungbalong. Tiga hari kemudian pencairan kedua Rp 50 juta berlangsung di Bank BJB dekat Rumah Sakit Jasa Kartini, Jalan Oto Iskandar di Nata. Kedua kantor bank itu berada tidak jauh dari pusat Kota Tasikmalaya.
Dengan uang Rp 150 juta, Nursamin membayangkan bisa membangun dua lantai Madrasah Al-Munawaroh yang dikelolanya di Desa Wargakerta, Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya. Namun, seketika lamunan buyar. Baru saja dua langkah meninggalkan bank, seseorang telah menunggu dan memintanya masuk ke dalam mobil Kijang lawas.
Di dalam mobil sudah menunggu tiga orang lainnya. Setelah basa-basi, seorang di antaranya mengatakan bahwa bantuan itu harus diambil sebesar Rp 135 juta. Maka, dalam sekejap uang itu berpindah tangan dan Nursamin hanya memegang Rp 15 juta. Belum reda rasa herannya, sejumlah orang juga mendatanginya.
”Mereka meminta uang Rp 4 juta untuk biaya pengurusan pendirian Yayasan ke Kemenkum HAM serta Rp 2,6 juta sebagai biaya administrasi. Jadi, dari total pencairan sebesar Rp 150 juta, yang saya terima mah hanya tinggal Rp 5 juta. Ya mau bagaimana lagi,” kata Nursamin dalam bahasa Sunda ketika ditemui ”PR” di rumahnya, Senin 5 November 2018.
Nursamin ternyata tidak sendirian. Banyak pengelola yayasan atau lembaga keagamaan yang bernasib sama. Ade Riyatna (58), pengelola Yayasan Al-Ikhlas di Kampung Selaawipanjang, Desa Sukamenak, Kecamatan Sukarame, juga menerima dana hibah Rp 150 juta. Kemudian, dipotong Rp 135 juta sehingga tinggal Rp 15 juta. ”Uang sisa tersebut ternyata masih kena sunat lagi Rp 3 juta, akhirnya tersisa Rp 12 juta,” kata Ade di rumahnya, Minggu 4 November 2018.
Memanfaatkan sisa uang Rp 12 juta, renovasi madrasah terus dilakukan. Ade sempat membawa ”PR” melihat langsung kondisi madrasah berukuran 8 x 5 meter di belakang rumahnya itu. Lokasi madrasah berdekatan langsung dengan Masjid Al-Ikhlas. Akibat pemotongan itu, keinginan Ade menambah bangunan madrasah di lantai dua pun pupus.
Pemotongan dengan nilai lebih besar dialami Daman Huri (61), pengasuh Madrasah Diniyah Awaliyah Asy-syifa, Kampung Padanaan, Desa Cilolohan, Kecamatan Tanjungjaya. Daman mencairkan dana hibah sebesar Rp 250 juta guna pembangunan ruangan majelis taklim. Akan tetapi, kenyataannya, dana yang sudah dicairkannya dipotong sebesar Rp 225 juta sehingga yang diterima Daman hanya Rp 25 juta.
”Terus terang saya ini dua kali kaget. Pertama, ketika mengetahui besarnya dana yang di luar perkiraan. Saat pencairan pun saya terbelalak, seperti mimpi. Tetapi, tidak lama kemudian disambung dengan kekagetan yang lain, yakni besarnya potongan terhadap dana bantuan itu. Jadi, dana nyang semula besar malah jadi minim,” ucapnya di Pondok Pesantren As-Syifa, Senin 5 Oktober 2018. Menurut Daman, uang sisa pemotongan dipakai membangun sarana mandi cuci kakus (MCK) di area pesantren.
Laporan warga
Tiga lembaga keagamaan tersebut, hanya sebagian kecil dari 1.020 penerima kucuran dana hibah dari APBD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2017 yang dianggarkan Rp 143 miliar. Bupati saat itu, Uu Ruzhanul Ulum, memang sering menyalurkan dana hibah dengan jumlah cukup fantastis untuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan (ormas). Kabupaten Tasikmalaya menempati posisi teratas dalam penyaluran dana hibah di wilayah Priangan Timur.
Bahkan, menurut Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK), angka realisasinya membengkak dari yang dianggarkan sebelumnya. Laporan itu menyebutkan, realisasi dana hibah tahun 2015 sebesar Rp 158,2 miliar, tahun 2016 sebesar Rp 192,9 miliar, tahun 2017 berjumlah Rp 194,9 miliar, dan tahun 2018 Rp 141,9 miliar.
Sejumlah pihak yang berpandangan kritis di Kabupaten Tasikmalaya mencium ada yang tidak beres dalam penyaluran dana hibah tersebut. Terlebih lagi ditemukan fakta terjadinya pemotongan terhadap dana hibah hingga mencapai 90 persen dari bantuan yang diterima. Laporan masyarakat tertanggal 24 Januari 2018 itu kemudian ditindaklanjuti Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Apa yang dilaporkan masyarakat memang bukan isapan jempol. Berdasarkan informasi yang dihimpun ”PR”, setelah Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar melakukan pendalaman, ditemukan fakta ada 21 yayasan yang menerima dana Rp 50 juta hingga Rp 250 juta (lihat tabel pemotongan dana hibah). Dana yang mereka terima dipotong sebesar 90 persen oleh oknum-oknum koordinator yang terdiri dari PNS dan warga sipil biasa.
Terungkap pula modus operandi yang dilakukan sejumlah oknum untuk melancarkan tindakannya. Misalnya, pengajuan proposal dana hibah tidak melalui mekanisme yang berlaku. Seluruh dokumen proposal dan laporan pertanggungjawaban dibuat oleh oknum koordinator sehingga yayasan hanya digunakan untuk mencairkan dana hibah.
Penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang seperti Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemkab Tasikmalaya Maman Jamaludin, Kepala Badan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Nana Rukmana, Setiawan alias Utis, Mulyana, Lia Sri Mulyani, Alam Rahadian Muharam, dan Eka Ariansyah.
Turut diperiksa pula para ketua dari 21 yayasan penerima dana hibah. Polisi juga menyasar pejabat yang lebih tinggi di Pemkab Tasikmalaya. Sekretaris Daerah Pemkab Tasikmalaya Abdul Kodir terlihat mendatangi Mapolda Jabar di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, 1 Oktober 2018 lalu. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
Kepada awak media, Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar Kombes Samudi mengakui telah memanggil Abdul Kodir. Pihaknya melakukan serangkaian penyelidikan dan menemukan dua alat bukti, yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) cukup untuk menetapkan tersangka. Namun, penetapan itu akan dilakukan setelah gelar perkara. Saat ini baru dari tahap penyelidikan naik ke penyidikan.
Dari penelusuran yang dilakukan, penyidik menemukan data pemotongan dana hibah dari para penerima mencapai angka Rp 3,4 miliar. Akibat perbuatan itu, diduga kuat terdapat kerugian keuangan negara. Untuk lebih pasti, saat ini tengah dilakukan audit dan Polda Jabar masih menunggu hasilnya.
Sekda membantah
Meskipun sudah ada fakta yang menyebutkan terjadinya pemotongan dana hibah, Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir membantah adanya pemotongan dana hibah tahun 2017. ”Tidak mungkin ada pemotongan karena itu (penyalurannya) lewat rekening,” ucap Kodir ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa 6 November 2018.
Dia menegaskan, penyaluran hibah 2017 tidak ada penyimpangan. Semuanya sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku. Aliran dana hibah yang dikeluarkan pemerintah langsung ditransfer ke rekening bank yayasan. Dengan mekanisme pencairan semacam itu, Abdul Kodir menyebut dana hibah tak mungkin disunat.
”Seluruh yayasan itu sudah melaporkan, laporan pertanggungjawaban, (yayasan) sudah melaporkan, tidak ada persoalan, termasuk dengan kemarin kan BPK juga memeriksa, enggak ada persoalan,” ujarnya menegaskan.
Mengenai adanya praktik pemotongan setelah dana dicairkan, Abdul Kodir mengaku tak mengetahuinya. Bila pelaporan fiktif, pihak yayasanlah yang bertanggung jawab.Tanggung jawab pemerintah hanya terbatas pada proses penerimaan pengajuan dan pencairan dana hibah. Jika terjadi pemotongam dana hibah oleh pihak tertentu, hal itu urusan penerima hibah.
Abdul Kodir tidak menampik jika dirinya telah dimintai keterangan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Jawa Barat. Selama proses pemeriksaan yang berlangsung kurang lebih satu setengah jam tersebut, penyidik kepolisian mempertanyakan berbagai hal terkait mekanisme pengajuan hingga pencairan dana hibah.
Sementara itu, Kabag Kesra Maman Jamaludin yang juga ikut diperiksa polisi merasa telah menjadi korban dalam kasus ini. ”Saya katempuhan buntut maung (terkena getahnya). Tupoksi saya ini kan evaluasi proposal saja. NPHD itu mestinya Bagian Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Kenapa diberikan ke saya untuk ditandatangani?” kata Maman ketika ditemui di kantornya, Kamis 8 November 2018.
Maman mengaku tidak tahu-menahu tentang praktik pemotongan dana hibah di lapangan. Dia juga tidak mengenal identitas orang-orang yang disebut-sebut sebagai gerombolan makelar dana hibah. ”Tidak ada nama-nama itu di Kesra. Kami tidak kenal,” ucapnya.
Tidak puas
Rupanya tetap saja ada pihak yang tidak puas dengan kinerja Polda Jabar dalam menangani kasus dana hibah ini. Forum Santri mengirim surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tembusannya diterima ”PR” pada awal bulan Oktober lalu. Forum Santri yang diketuai Ustaz Abdurahman itu meminta KPK melakukan supervisi kasus korupsi di Pemkab Tasikmalaya. Lembaga ini pula yang melaporkan kasus dana hibah ke Polda Jabar pada Februari 2018.
Forum Santri menilai Polda Jabar hanya menangani kasus ini di level staf pelaksana, tidak menyentuh elite politik di Kabupaten Tasikmalaya. Padahal, elite politik pemegang kekuasaan yang mengendalikan semuanya. Karena itu KPK dimohon untuk melakukan supervisi penanganan dugaan korupsi tersebut. ”Kasus dana hibah tahun 2014, 2015, 2016 juga telah menjadi temuan BPK dan dilaporkan kepada polisi, tetapi tidak pernah tuntas sebab itu kasus yang tahun 2017 agar dipantau KPK,” ujar Abdurahman.
Hingga akhir pekan lalu, ”PR” belum mendapatkan tanggapan dari pihak Polda Jabar tentang hal tersebut, termasuk mengenai rencana gelar perkara dan penetapan tersangka kasus dana hibah. Beberapa waktu lalu sempat pula beredar kabar akan diperiksanya Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum. Namun, kemudian dibantah pihak Polda Jabar.
Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi atas kerja Polda Jabar dalam kasus ini. Tetapi, IPW berharap temuan Ditreskrimsus Polda Jabar tidak sebatas pemeriksaan terhadap sejumlah saksi hingga tersangka. Proses hukum harus diselesaikan secara tuntas. ”Dengan demikian, mereka yang terlibat dalam kejahatan dana hibah di Kabupaten Tasikmalaya bisa diseret ke pengadilan,” kata Presidium IPW Neta Saputra Pane dalam wawancara melalui sambungan telefon dari Israel.
Kasus dana hibah dari APBD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2017 memang masih banyak menyisakan pertanyaan. Atas perintah siapa ”tim dana hibah” itu bergerak di lapangan untuk mencari calon penerima, mengurusi pembentukan yayasan, dan memotong dana yangg sudah cair? Lalu, untuk keperluan apa dana itu dipotong hingga 90 persen?
”Sulit untuk tidak mengaitkan dana hibah dengan kepentingan politik. Data menunjukkan, jumlah dana hibah kerap membengkak pada tahun-tahun politik. Pada tahun 2015 Kabupaten Tasikmalaya menggelar pemilihan bupati. Setelah itu, kepentingan politik berlanjut, pada 2017 ada pemilihan gubernur,” kata Nandang Suherman dari Perkumpulan Inisiatif.
Uu sendiri masih enggan berkomentar seputar kasus dana hibah yang mencuat semasa dia menjadi Bupati Tasikmalaya. ”PR” menghubunginya dengan mengirim pesan melalui WhatsApp menjelang keberangkatannya ke Belgia, awal pekan lalu. Namun, Uu belum memberikan jawaban apa-apa.*** (Tulisan diatas dikutip langsung dari pikiran-rakyat.com)
Sumber Berita: pikiran-rakyat.com
sumber
Disebut-sebut di Persidangan, Wagub Jabar Bakal Dipanggil
Quote:
INILAH, Bandung – Mantan Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum disebut-sebut dalam sidang dugaan korupsi dana hibah Kabupaten Tasikmalaya dengan total kerugian mencapai Rp3,9 miliar. Tim kuasa hukum para terdakwa pun bakal memanggil Uu untuk dihadirkan ke persidangan.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan pemotongan dana hibah yayasan keagamaan Kabupaten Tasikmalaya, di Pengadilan Tipikor pada PN Klas Ia Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (18/2/2019).
Dalam persidangan tersebut, selain dihadirkan saksi fakta, tim kuasa hukum sembilan terdakwa juga menghadirkan saksi meringankan atau a de charge. Salah seorang saksi yang dihadirkan yakni mantan Asda 1 Tasikmalaya Budi Utarma.
Dalam kesaksiannya, Budi mengaku awalnya diperintahkan secara lisan oleh Uu Ruzhanul Ulum (kini Wagub Jabar) untuk menganggarkan kegiatan Musabaqoh Qiroatil Kutub (MQK) dan pengadaan hewan kurban.
"Saya sarankan agar kegiatan itu tidak dilaksanakan karena tidak ada dianggaran perubahan, menggeser APBD perubahan juga tidak bisa," kata Budi.
Namun, saat itu Uu tetap pada pendiriannya dan kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Uu memerintahkan Sekda Abulkodir (terdakwa) untuk mencarikan dana talang. Akhirnya Abdulkodir pun memanggil semua kepala dinas untuk membahas hal itu pada pertengahan 2017. Budi turut hadir dalam rapat tersebut.
"Pertemuan itu kesimpulannya bahwa kegiatan MQK dan pengadaan hewan tetap dilaksanakan karena Uu mendesak Pak Sekda untuk membiayai kegiatan itu," ujarnya.
Peran Sekda secara umum dalam kebijakan dana hibah dan bansos memungkinkan untuk diintervensi karena posisi jabatan sekda memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Budi pun mengaku tidak mengetahui jika akhirnya kegiatan itu memakai dana potongan pencairan dana hibah karena sedang sakit.
Salah seorang kuasa hukum para terdakwa Bambang Lesmana mengaku akan mengajukan ke majelis agar Bupati Tasikmalaya yang kini menjabat Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum agar dihadirkan ke persidangan.
”Kami minta Uu diharikan ke persidangan supaya perkara terang benderang. Nah ada kegiatan dua itu kan ternyata ada perintah beliau (Uu). Maka kami penasihat hukum meminta ke majelis untuk mendatangkan beliau. Saya inisiatif minggu depan memanggil," katanya usai persidangan.
Dengan adanya perintah dari Uu ini berdasarkan keterangan saksi (Budi). Sekda Tasik (Abdulkodir) akhirnya melaksanakan perintah, walaupun kegiatan tersebut tak masuk dalam pos anggaran Kabupaten Tasikmalaya.
"Keterangan dari Pak Budi, bahwa ada kegiatan yang tidak ada anggaran. Diperintahkan kepada Sekda agar kegiatan ini terlaksana, didesak-desak terus, dan untuk dicarikan dana talang," ujarnya.
Kemudian dua kegiatan tersebut terlaksana dan diduga semua uang yang dipakai sebagai dana talang itu berasal dari pemotongan dana hibah untuk yayasan keagamaan.
Soal permintaan pengadaan hewan kurban oleh Uu tertuang dalam dakwaan jaksa penuntut umum Kejati Jabar. Jaksa menyebut, sekitar Agustus 2017, dengan dalih mendapat instruksi dari Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum untuk membagikan sapi kurban, terdakwa Abdul Kodir memerintahkan terdakwa Alam Rahadian mencairkan kembali proposal yang sudah teralokasi.
sumber
Sekda Tasikmalaya Ngaku Sunat Dana Hibah untuk Acara Agama
Quote:
Bandung - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tasikmalaya non aktif Abdul Kodir didakwa menyunat dana hibah yayasan tahun anggaran 2017. Abdul beralasan penyunatan duit dilakukan untuk kegiatan keagamaan.
Hal itu tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Andi Adika dalam sidang yang berlangsung di ruang 6 Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (10/12/2018).
"Terdakwa saat itu menyatakan membutuhkan sejumlah uang dengan dalih untuk membayar kegiatan MQK (Musabaqoh Qirotil Khutub) karena kegiatan tersebut tanpa didukung dengan anggaran," ucap jaksa Kejati Andi Adika saat membacakan dakwaannya.
Untuk memuluskan niatnya itu, Abdul memanggil Alam Rahadian dan Eka Ariansyah dua orang pegawai negeri sipil (PNS) bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Tasikmalaya. Kepada keduanya, Abdul memerintahkan mencari proposal pengajuan dana hibah guna menyerap dana hibah yang tersedia dalam peraturan Bupati (Perbup) nomor : 900/kep.41-BPKAD/2017.
"Apabila nanti anggaran turun, maka untuk terdakwa 50 persen dan untuk saksi Alam dan saksi Eka 50 persen," kata dia.
Baca juga: Kasus Sunat Dana Hibah, Sekda Tasik Terancam 20 Tahun Bui
Kedua PNS lalu meminta bantuan kepada Lia Sri Mulyani yang tak lain kerabat dari Eka. Lia diminta bantuan lantaran dianggap memiliki jaringan luas.
"Kemudian saksi Lia meminta bantuan kepada saksi Mulyana untuk mencarikan proposal dengan kesepakatan saksi Mulyana mendapatkan 17,5 persen dari total pencairan," kata dia.
Dari Mulyana, kemudian menuju ke Setyawan. Mulyana meminta Setyawan mencarikan proposal dengan kesepakatan mendapat 10 persen dari total anggaran yang dicairkan.
"Setelah mendapat perintah dari saksi Mulyana, saksi Setyawan menghubungi beberapa yayasan yang membutuhkan dana hibah. Sehingga terkumpul sebanyak 16 yayasan," kata jaksa.
Menurut jaksa, berdasarkan Pasal 8 peraturan Bupati (Perbup) Tasikmalaya nomor 14 tahun 2016 yayasan penerima hibah harus terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM. Setyawan lantas melalui saksi Arif mengurus pembuatan akta notaris pendirian 13 yayasan. Sementara 3 yayasan lain sudah terdaftar.
Baca juga: Kasus Korupsi Sekda Tasikmalaya, Dana Hibah Disunat 90 Persen
Dalam perjalanannya, terbit Perbup nomor : 900/kep.436-BPKAD/2017 tentang perubahan atas keputusan Bupati Tasikmalaya tentang penetapan penerima dana hibah. Dalam hal itu, ada penambahan 5 yayasan sehingga seluruhnya berjumlah 21 yayasan.
Ironisnya, 21 yayasan tersebut rata-rata merupakan yayasan atau lembaga keagamaan. Sekda dan anak buahnya memotong dana hibah mencapai 90 persen atau masing-masing yayasan hanya mendapatkan 10 persen dari jumlah yang diajukan dan telah disetujui.
(dir/dir)
sumber
Cara aman menjawab di sidang pengadilan = Saya Tidak Tahu
Diubah oleh rickyAspero 05-04-2019 09:57
0
1.6K
Kutip
7
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan