Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

madcabonger2018Avatar border
TS
madcabonger2018
Nilai Tukar Rupiah Merosot, Daya Beli Masyarakat Turun Drastis ... Beras Mahal!
Nilai Tukar Rupiah Merosot, Daya Beli Masyarakat Turun Drastis




Daya Beli Rendah, Omzet Pedagang Turun 50 Persen
October 6, 2018

  

Aktifitas perdagangan di Pasar Sebukit Rama, Kabupaten Mempawah. Foto ULI

Mempawah, KalbarOke.com – Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika yang masih bertengger di angka Rp 15 Ribu-an, ikut berdampak terhadap sejumlah harga barang mengalami kenaikan. Namun, kondisi tersebut belum mempengaruhi harga bahan pokok di Pasar Tradisional, Sebukit Rama, Mempawah terbilang masih relatif stabil. Meski demikian, ternyata daya beli masyarakat masih terbilang rendah.


“Cuman daya beli masyarakat sangat kurang, sepi. Jadi omzet pun turon, bahkan mungkin sampe 50-an persen dari biasenye,” ujar Ilyas, pedagang sembako di Pasar Tradisional, Sebukit Rama, Mempawah, Sabtu (6/10) Sore.
Baca Juga :  Maling di Pasar Teratai Pinyuh Diringkus

Ia mengatakan, harga kebutuhan pokok di pasar tradisional Sebukit Rama tidak mengalami kenaikan,  karena sebagian besar produk lokal. “Alhamdulillah, pasar di Mempawah tidak ada terjadi kenaikan (harga,red) barang. Malah justru ada yang turun,” ungkapnya.


Menurutnya, ada sejumlah harga barang turun dimungkinkan karena sepinya pembeli. Sebab daya beli masyarakat memang sangat rendah. Diduganya akibat penghematan yang dilakukan masyarakat.
Baca Juga :  Karutan Ungkap Celah Yang Bisa Dimanfaatkan Pengunjung Untuk Selundupkan Barang

“Daya belinye kurang. Otomatis dengan daya beli yang kurang, harge ndak bise naek. Agen distributor bingung, akhirnye mereke jual murah biar barang bise keluar,” kata Ilyas dengan logat melayu kentalnya. 
Ia menambahkan, dengan daya beli masyarakat yang rendah, maka keuntungan pedagang juga berkurang drastis dari hari biasanya.
https://www.kalbaroke.com/daya-beli-...run-50-persen/

Harga Beras Semua Jenis Naik, Presiden Jokowi Dimintai Segera Lakukan Langkah Ini
Sabtu, 6 Oktober 2018 



pedagang beras di Pasar Bogor, 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -  Swasembada beras yang diklaim Kementerian Pertanian dinilai patut dipertanyakan. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga terjadi pada beras kualitas premium, medium, dan rendah sepanjang periode September 2018. 


Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, perlu melakukan evaluasi terhadap Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait produksi pangan di tanah air.
Belakangan, terjadi kenaikan harga pangan di pasaran. Di sisi lain, di berbagai pemberitaan, Mentan Amran menegaskan stabilnya harga pangan dan ketersediaan yang cukup, bahkan swasembada.

Pada evaluasi itu jelas Emrus, Menko Perekonomian harus mengecek validitas data produksi komoditas pangan yang dimiliki Kementan secara langsung. Tak hanya melihat data di atas kertas saja, Menko Perekonomi bersama Mentan harus melakukan pengecekan data secara langsung di lapangan.


“Bila data ternyata berbeda, (produksi) lebih rendah dari dimiliki Mentan, Presiden harus mengambil tindakan tegas terhadap Mentan. Ini bisa berujung kepada reshuflle,” katanya kepada wartawan, Jumat (5/9/2018). Emrus mengaku, meski kerap menegaskan kondisi swasembada beras, dari berbagai pemberitaan, Menteri Amran tak menyajikan data pangan secara riil. “Saya tidak pernah melihat Mentan buka-bukaan produksi pangan. Logisnya, kalau produksi melimpah tidak mungkin impor,” imbuhnya.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengungkapkan, data proyeksi produksi dari Kementerian Pertanian(Kementan) selalu meleset. Ini menjadi ihwal polemik impor beras. "(Data meleset) setiap tahun," ucap Darmin sembari terkekeh di kantornya, Rabu malam (19/9/2018). Menko Darmin juga membeberkan bagaimana data yang meleset dari Kementan mempengaruhi pengambilan keputusan impor. Ia mengatakan pasokan beras Bulog hanya sebanyak 903 ribu ton pada 15 Januari 2018, saat pemerintah pertama kali mengadakan rapat koordinasi. 


Jumlah itu sudah berkurang sebanyak 75 juta ton karena digunakan Bulog untuk operasi pasar. Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto juga menyoroti klaim swasembada dan kenaikan harga beras. Seringnya Kementerian Pertanian membuat klaim swasembada terkait berbagai komoditas pertanian, dinilai menyesatkan. Pasalnya, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, justru menyiratkan adanya kekurangan dari sisi produksi. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran membuat kebijakan dari data yang salah, sangat mungkin terjadi.


Mengenai polemik impor beras, Eko berpandangan, harusnya hal ini tidak perlu terjadi karena apa yang diputuskan di rakor harusnya dijalankan oleh seluruh kementerian terkait. Mentan yang kerap bersuara berbeda, menunjukkan hal yang aneh, menurutnya. “Saya sendiri sebenarnya nggak setuju sama adanya impor, tapi kalau sudah diputuskan ya harusnya dipenuhi,” tegasnya.


Terpisah, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman di kesempatan berbeda menyoroti, jumlah produksi beras secara nasional sejatinya tidak dapat dihitung secara pasti. Pasalnya, selain adanya perhitungan konversi dari gabah menjadi beras, terdapat sejumlah faktor lain yang dapat mempengaruhi, seperti kondisi cuaca.

"Menghitung beras itu susah, ditambah lagi ada faktor cuaca. Belum tentu per hektar bisa menghasilkan satu ton padi," ujarnya, saat dihubungi. "Menurut saya, data Kementan tidak valid, perlu perbaikan kembali sistem estimasi produksi beras. Namanya beras, tidak dapat dihitung secara akurat. Tapi kalau sudah diserap dan masuk gudang Bulog, itu baru pasti," imbuhnya.

Per 5 Oktober ini, menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga beras berada di kisaran Rp9.800—13.300 per kilogram. Lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga semua jenis beras periode September 2018 naik di tingkat penggilingan. Kepala BPSSuhariyanto mengatakan kenaikan harga beras kualitas premium per September mencapai 1,20% dibandingkan bulan sebelumnya. "Rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp 9.572 per kilogram," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (1/10/2018).
http://bogor.tribunnews.com/2018/10/...an-langkah-ini

Deflasi September Jadi Tanda Daya Beli Masyarakat RI Lesu?
Selasa, 02 Okt 2018 07:37 WIB

Jakarta - Daya beli masyarakat Indonesia kembali dipertanyakan lantaran Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencatat adanya deflasi pada September 2018.

Deflasi ini terjadi dua kali berturut-turut sejak Agustus dan September 2018. Apakah benar daya beli masyarakat Indonesia melemah?

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4237824/deflasi-september-jadi-tanda-daya-beli-masyarakat-ri-lesu

Sinyal yang terbaca dari deflasi di bulan Agustus

Selasa, 04 September 2018 / 09:00 WIB



KONTAN.CO.ID- Harga barang dan jasa bergerak di tempat sepanjang Agustus 2018. Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (3/9),  mengumumkan bahwa sepanjang Agustus 2018 indeks harga barang dan jasa turun alias terjadi deflasi sebesar 0,05%.
 Deflasi yang terjadi pada Agustus mengakibatkan laju inflasi periode Januari-Agustus 2018 mencapai 2,13%. Sementara inflasi tahunan per Agustus sebesar 3,20% YoY. "Inflasi relatif terkendali, masih dalam range target inflasi (3,5%+1%)," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

 Apa saja harga yang mengalami penurunan sepanjang Agustus? Mengutip catatan BPS, harga bahan makanan yang turun hinga 1,1% merupakan kontributor utama deflasi Agustus. Bahan makanan yang mengalami penurunan harga antara lain telur ayam ras, bawang merah, daging ayam ras, bayam, cabai merah, cabai rawit, dan ikan segar.

Deflasi yang terjadi di saat rupiah melemah bisa diartikan bahwa konsumen sedang mengerem belanja. Sinyal itu makin jelas terlihat dengan laju inflasi inti pada pada Agustus 2018 yang sebesar 0,3%. Angka itu lebih rendah dibandingkan inflasi inti per Juli 2018, yaitu 0,41%. Inflasi inti adalah tren kenaikan harga yang cenderung tetap dan tidak diatur pemerintah. Selama ini, laju inflasi inti yang meningkat acap menjadi indikator kekuatan daya beli dan kegairahan belanja, pun sebaliknya.

https://businessinsight.kontan.co.id...-bulan-agustus

------------------------------

isih pingin 2 periode?

emoticon-No Hope
-1
2.6K
62
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan