Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azizahnoorqolamAvatar border
TS
azizahnoorqolam
Kau Kembalikan Senyumku
Satu tahun yang lalu ...
Aku baru tersadar. Mata mulai terbuka dan menatap ke sekeliling. Wajah pertama yang terlihat adalah wajah Ibu. Raut wajah beliau nampak jelas gurat kecemasan dan kekhawatiran. Tanpa berpikir panjang, beliau langsung memelukku erat, sambil menangis.
“Kau baik-baik saja, Nak?” tanya Ibu sambil menatap wajahku yang kusut.
Aku hanya menganggukkan kepala. Seulas senyum tipis terlukis di bibirku.
“Apa yang terjadi padamu, Nak?” tanya Ibu penasaran dengan kesehatanku yang tiba-tiba memburuk dan harus dibawa ke rumah sakit. Sampai-sampai saudaraku dari Garut Kota harus ikut juga. Karena hanya mereka-lah yang memiliki mobil untuk membawaku ke sini.
Belum sempat menjawab pertanyaan ibu. Dokter Irsan masuk ke ruangan tempatku dri rawat. Melihat kondisi pasiennya. Di ruangan Saba, bukan hanya ada aku saja, tapi ada satu pasien lagi. Dokter melangkahkan kaki menuju ke tempatku. Tersenyum ramah ketika melihat aku sudah sadarkan diri.
“Nah, gitu dong! Senyum,” Dokter Irsan senang melihat senyum yang terukir di bibirku,”kasian mamahnya, khawatir? Coba, kamu tuh kenapa? Kok bisa terjadi hal semacam ini,” lanjutnya.
Aku hanya diam. Tak ingin menceritakan setiap detail yang terjadi pada diriku. Karena jika semuanya aku ceritakan, akan semakin menambah sakit hati ini. Dokter Irsan seperti bisa membaca pikiranku. Tak lagi bertanya.
“Ya, udah. Mungkin kamu belum siap untuk mengatakannya. Tapi, kamu harus banyak makan. Kadar gula darahmu rendah sekali. Hingga membuat tubuhmu lemas,”jelas Dokter Irsan.
“Baik, Dok. Saya akan menjaga makannya,” ujar Ibu
“Bagus. Kalau begitu, saya permisi untuk melihat keadaan pasien yang lain,”Dokter Irsan memohon diri untuk pergi.
Setelah Dokter Irsan hilang di balik pintu. Ibu membelai rambutku dengan penuh kasih sayang.
***
Dokter Irsan memanggil aku dan Ibu ke ruangannya. Seharusnya hanya aku yang masuk ke sana. Namun sepertinya Dokter paham, jika tanpa Ibu, aku tak akan berbicara apa pun.
“Lisa, bagaimana kabarnya?”tanya Dokter ramah.
“Baik, Dok,” balasku.
“Kita santai saja, ya!” Dokter Irsan menutup jendela agar suara bising jalan tidak terdengar ke dalam,”Kenapa kok bisa terjadi seperti kemarin? Apa karena kamu nggak mau makan? Atau nggak ada yang di makan? Mungkin makanannya tidak enak?” lanjutnya.
Aku tak menjawab sepatah kata pun. Hanya mata tertuju pada Ibu yang ada di sampingku.
“Kenapa liatin ibunya? Kamu tuh udah besar, udah menikah lagi? Dokter nanya ke kamu,” dokter menanti jawaban dariku,”Harusnya kamu dan dokter yang ada di ruangan ini. Tapi dokter tahu, kamu pasti tidak akan bicara. Kenapa?” beliau mengulang pertanyaan yang sama.
“Banyak pikiran, Dok,” jawabku singkat.
“Dokter sudah menduga itu. Apa ada masalah? Maaf, bukannya Dokter ingin ikut campur. Namun kamu mengalami depresi yang diakibatkan dari ketakutan. Dokter hanya ingin tahu apa penyebabnya.Apa ada masalah dengan suami?” tanya Dokter.
“Suami saya sering berbohong, Dok. Dia selalu menuntutku. Menyebut aku bodoh, emosinya pun sering tak terkendali,” sekuat tenaga aku menahan agar air mata ini tidak meluncur.
“Dokter ngerti sekarang. Gini ya, Bu. Saya juga melihat suami putri ibu seperti ada kelainan. Dia kayaknya memjadikan putri ibu alat monopoli uang. Putri ibu tak bisa melawan. Dikasih apa saja, dia bakal setuju-setuju aja. Mungkin kemarin adalah puncaknya, Lisa sudah tidak sanggup lagi menghadapi semua ini. Untung, kamu bisa kembali normal lagi. Sudah lama pernikahanmu?”
“Baru sepuluh bulan, Dok,” jawabku sambil menunduk, menahan sesak di dada.
“Dengar, Dokter! Dokter bukan menyarankan hal yang tidak baik. Perceraian memang dibenci oleh Allah, namun dibolehkan. Sepanjang apa pun usia pernikahan, jika rasa percaya sudah tidak ada. Akhirnya bercerai juga. Kamu, baru kulit arinya dan masih muda. Dokter kira, kalaupun diteruskan juga, mungkin hanya hidayah-Nya yang bisa merubah sikapnya. Paham?” tanyanya padaku,”Ibu, masalah ini harus segera diselesaikan. Setelah semuanya beres. Lupakan yang sudah terjadi. Dan putri ibu ini, kesulitan dalam menunjukkan emosinya. Lebih baik dia ikut organisasi,”lanjutnya sambil melihat kearah Ibu.
“Baik, Dok akan saya coba.”
Dokter Irsan menulis beberapa resep obat dalam secarik kertas dan menyerahkannya pada ibu untuk ditebus. Ibu menerimanya, setelah itu kami berdua pamit untuk pulang serta tak lupa membereskan administrasi pembayaran rumah sakit.
***
Dadaku terasa sakit dan perih. Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik untuknya. Tapi kenapa dia tega memperlakukanku seperti ini? Airmata mulai bercucuran membasahi pipi. Tanpa disadari, ibu sudah ada dikamar. Tangannya yang lembut menghapus airmataku. Dia tersenyum tulus.
“Ibu, kenapa kau tersenyum? Aku sudah membuatmu malu,” aku menyalahkan diri sendiri.
“Tidak. Semua ini bukan kesalahanmu. Ini sudah kehendak-Nya, karena itu kau harus tersenyum. Dengan cara ini, Allah menyayangimu,”jelas ibu sambil memelukku.
“Ibu, maafkan aku! Aku tak pernah mendengarkan kata-katamu. Ibu pasti sangat terluka dengan kejadian ini. Sekali lagi maafkan aku, Ibu!”tangisku meledak bagai bom atom.
“Ibu akan merasa sedih dan sakit, ketika air matamu ini terus mengalir. Jangan menangis, Nak! Masa depanmu masih panjang.”
Aku memeluk Ibu erat. Sungguh memiliki Ibu sepertinya adalah anugrah paling berharga dari-Nya. Beliau kebahagiaan sejati yang aku miliki dan karenanya juga air mata ini berhenti, bergabti dengan senyuman.
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.7K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan