Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cholishAvatar border
TS
cholish
Opini: Pilpres 2019, Akan Seperti Apa Persaingan Jokowi-Ma’ruf vs Prabowo-Uno?
Hari Jumat (10/8) adalah hari yang bersemangat, terutama bagi mereka yang mengikuti politik kontemporer Indonesia dan juga mereka yang menyukai sinetron, karena ada banyak drama. Pada akhirnya, menjadi jelas bahwa dua pasang calon (terdiri dari calon presiden dan wakil presiden) akan berkompetisi dalam pilpres 2019: (1) Joko Widodo dan Ma’ruf Amin versus (2) Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Oleh: Indonesia Investments

Meskipun sudah jelas bahwa Pemilihan Presiden 2019 akan menjadi pertempuran ulang antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Gerindra Prabowo Subianto (keduanya juga berkompetisi dalam pemilu 2014, pertempuran yang dimenangkan oleh Jokowi), namun pilihan cawapres yang mereka ajukan tak tertebak sebelumnya.

Spoiler for Presiden Indonesia Joko Widodo dan pasangannya untuk Pemilihan Presiden 2019, ulama Islam Ma’ruf Amin, melambai setelah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 2018. (Foto: Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay/Reuters):


Bahkan, kedua calon presiden tampak tidak yakin siapa yang harus dipilih dalam periode ketegangan agama yang tinggi ini (yang berkobar karena kasus penistaan agama Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang dahulu menjabat sebagai Gubernur Jakarta).

Namun, pilihan untuk kandidat wakil presiden sangat penting dari sudut pandang strategis, dan karena itu kedua pihak menunggu sampai saat-saat terakhir untuk mengumumkan pasangan mereka, sehingga memberi lawan sedikit waktu untuk melakukan penyesuaian.

Sekitar pukul 15.00 siang hari Jumat (9/8), media setempat diberitahu bahwa Jokowi akan membuat pengumuman (sore itu) di restoran Plataran di Menteng (Jakarta Pusat). Semua awak media bergegas ke Menteng dan menyaksikan ketua partai-partai politik yang mendukung Jokowi datang satu per satu ke restoran.

Ketika Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, tiba di pertemuan itu, ia langsung berasumsi bahwa ia akan dipilih sebagai pasangan calon Jokowi. Bagaimanapun, ia adalah salah satu dari lima calon teratas Jokowi dan satu-satunya yang muncul di pertemuan tersebut (kemungkinan kandidat wakil presiden lain—Airlangga Hartanto—juga hadir dalam pertemuan tersebut, tetapi kehadirannya dapat dijelaskan oleh fakta bahwa ia adalah ketua Golkar, salah satu partai koalisi Jokowi).

Media lokal (serta Indonesia Investment) mulai melaporkan bahwa Mahfud MD akan menjadi pilihan Jokowi. Namun, terjadi perubahan pada menit terakhir. Gambar di saluran televisi lokal menunjukkan Mahfud MD melakukan panggilan telepon. Segera setelah panggilan ini, dia meninggalkan pertemuan.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan tidak lama kemudian, dia mengatakan kepada para wartawan bahwa dia “kecewa” karena tidak terpilih sebagai kandidat wakil presiden, setelah diperintahkan untuk mempersiapkan diri untuk pekerjaan itu. Namun, ia menerima keputusan tersebut dan menyatakan bahwa perubahan pada menit-menit terakhir adalah bagian dari politik dan “adalah konstitusional.”

Kita tidak akan terkejut jika Mahfud MD ditawarkan kursi menteri di kabinet Jokowi jika Jokowi memenangkan pilpres 2019.

Alasan pasti mengapa pencalonan Mahfud MD dibatalkan pada menit terakhir masih belum jelas, tetapi diperkirakan bahwa beberapa partai politik dalam koalisi Jokowi tidak menyetujui pencalonannya (mungkin Golkar, NasDem, dan PKB).

Tepat setelah pukul 18:00, Jokowi mengumumkan bahwa dia memilih ulama Islam, Ma’ruf Amin. Ma’ruf Amin saat ini adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Ketua dewan penasihat Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di dunia.

Memilih seorang pemimpin Islam yang berprofil tinggi tentu akan meningkatkan kredibilitas Muslim Jokowi. Meskipun dirinya Muslim, namun Jokowi telah (secara verbal) diserang oleh kelompok-kelompok Muslim yang kerap disebut garis keras dengan alasan “terlalu sekuler.”

Bekerja sama dengan Ma’ruf Amin tentu saja akan meredakan kritik semacam itu dan mengarah pada lebih banyak dukungan dari kalangan Muslim. Lagi pula, MUI adalah lembaga yang diposisikan di atas dua organisasi Muslim terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah.

Walau ketegangan agama diharapkan akan berkurang dengan dipilihnya Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden Jokowi, namun ada keraguan apakah beliau dapat berkontribusi pada kabinet di bidang lain, seperti ekonomi atau infrastruktur pemerintah strategis atau proyek-proyek sosial.

Memang Ma’ruf Amin memiliki sejarah dalam politik Indonesia karena ia telah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan berada di Dewan Penasihat Presiden. Namun, itu beberapa dekade yang lalu, dan politik Indonesia telah berubah cukup drastis dari masa itu.

Sementara itu, ia bukan kandidat yang sempurna untuk mewakili Indonesia di luar negeri dalam acara internasional. Ma’ruf Amin lahir pada tahun 1943, saat ini berusia 75 tahun, dan mengalami kesulitan berjalan. Sementara itu, tidak jelas bagi kita apakah bahasa Inggrisnya lancar. Sementara sebagian besar kandidat wakil presiden dalam pemilihan baru-baru ini di Indonesia belajar di AS, Amin tidak (tetapi dia jelas lancar berbahasa Arab).

Sementara itu, pilihan bagi seorang cendekiawan Islam sebagai kandidat wakil presiden menyiratkan kemunduran bagi sekularisme ketika Islam mulai banyak diterima (meskipun pemilihan Ma’ruf Amin sebagian bertujuan untuk melawan kelompok-kelompok yang dikatakan radikal garis keras), dan dapat menjadi preseden bagi pemilihan di masa depan.

Drama Prabowo Subianto Jelang Pilpres 2019

Sementara itu, Gerindra mengumumkan bahwa Prabowo akan mengumumkan pasangannya di malam hari pada Jumat (9/8). Media harus menunggu berjam-jam karena muncul drama besar di koalisi Prabowo setelah berita tersebar bahwa Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno akan dipilih oleh Prabowo.

Spoiler for Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dan Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno, mendeklarasikan diri untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2019 di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 9 Agustus 2018. (Foto: Antara Foto/Sigid Kurniawan/Reuters):


Partai Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menarik kembali dukungannya setelah dilaporkan bahwa Sandiaga—yang merupakan salah satu pengusaha terkaya di Indonesia—membayar PAN dan PKS Rp500 miliar, masing-masing, untuk mendukung pengajuan dirinya sebagai calon wakil presiden.

Juga diasumsikan bahwa Partai Demokrat kecewa karena menginginkan putra SBY, Agus, menjadi calon wakil presiden Prabowo.

Setelah beberapa jam perdebatan dan negosiasi, Prabowo mengumumkan pada larut malam pada Jumat (9/8) bahwa Gerindra, PAN, dan PKS sepakat untuk mencalonkan Prabowo dan Sandiaga untuk pilpres 2019. Walau Ketua PAN Zulkifli Hasan tampak bersemangat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi, namun partainya memutuskan untuk tetap mendukung Prabowo (kemungkinan besar Amien Rais memiliki suara besar dalam keputusan ini).

Sementara itu, Ketua PKS Mohamad Sohibul Iman, dilaporkan pernah mengatakan bahwa Sandiaga menjalani gaya hidup modern (tampaknya menyiratkan “mobil cepat dan perempuan”; bagaimanapun juga ada banyak laporan di internet tentang urusan cinta di luar nikah Sandiaga) yang sepenuhnya bertentangan dengan filosofi PKS, sebuah partai berbasis Islam.

Namun, Iman membela pilihan partainya dengan mengatakan bahwa Sandiaga berada dalam “proses spiritualisasi dan Islamisasi, dan merupakan sosok santri (mengacu pada seseorang yang mempraktikkan versi Islam yang lebih ortodoks) di era pasca-Islamisme.” Tapi disebutkan sepertinya PAN dan PKS telah menjual prinsip Islam mereka dengan harga Rp500 miliar (sekitar $35 juta) agar Sandiaga Uno bisa bertarung sebagai pasangan Prabowo pada pilpres 2019.

Keuntungan memilih Sandiaga sebagai kandidat wakil presiden adalah bahwa Gerindra memiliki banyak dana untuk membeli suara. Misalnya, dengan menawarkan orang di desa uang untuk merenovasi rumah mereka dengan imbalan dukungan politik. Dan karena jauh lebih muda dari Amin, Sandiaga mungkin lebih populer di kalangan generasi muda Indonesia. Ini penting karena ada jutaan pemilih pemula dalam Pilpres 2019.

Kerugian pemilihan Sandiaga adalah bahwa Prabowo tidak dapat menggunakan agama sebagai taktik untuk mendapatkan suara pada pilpres 2019. Sementara itu, mengingat pidato yang disampaikan kemarin, tampaknya koalisi Prabowo akan menyerang pemerintah yang sedang berkuasa pada masalah ekonomi, terutama pertumbuhan PDB yang stagnan, serta tingginya tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia pada kampanye pilpres 2019.

Namun, secara problematik, Sandiaga adalah personifikasi ketidaksetaraan di Indonesia karena ia diperkirakan memiliki aset $300 juta.

Analisis lebih rinci dari pemilihan presiden 2019 akan tersedia dalam laporan riset bulanan Indonesia Investments edisi Agustus 2018, yang akan dirilis pada awal September.

Baca Sumber
0
1.2K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan