Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dybala.maskAvatar border
TS
dybala.mask
Sudahlah, Paling Realistis PKS-PAN Tetap dengan Prabowo, PKB di Kubu Jokowi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Konstelasi politik jelang penentuan siapa pasangan calon wakil presiden (Cawapres)‎, yang akan mendampingi Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto, kian memanas.
Terlebih, sebagian partai anggota koalisi, baik kubu Jokowi maupun kubu Prabowo, mulai bermanuver.
Di antaranya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang sempat memberi ultimatum kepada Jokowi, agar segera menetapkan sang ketua umum, A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai calon wakil presiden (Cawapres).

"PKB berpeluang menginisasi terbentuknya poros ketiga, jika keluar dari koalisi Jokowi, serta berhasil menggandeng Partai Aman‎at Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sosial (PKS)," kata pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Emrus Sihombing, dalam keterangan tertulis, Rabu (8/8/2018).

Akan tetapi, menurut dia, membentuk poros ketiga bukanlah langkah realistis.
Dikatakan, jika itu memperhitungkan potensi kemenangan pasangan calon yang nantinya akan diusung oleh poros ketiga.
"Sudahlah, realistis saja, PKB tetap di dalam koalisi Jokowi, siapa tahu dapat jatah menteri lebih banyak.
Sementara, PKS dan PAN tetap di gerbong oposisi, bersama Gerindra dan Demokrat, dan kemudian pilih Cawapres yang mampu mendongkrak elektabilitas Prabowo," ujarnya.

‎Emrus menandaskan, akan lebih banyak mudharatnya ketimbang maslahat yang ditimbulkan, bila PKB keluar dari koalisi Jokowi. Setidaknya, ada tiga hal krusial yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, sebutnya, PKB akan dinilai sebagai partai yang tak konsisten dan plin-plan. Sebab, belum lama PKB telah menyatakan dukungannya secara bulat kepada Jokowi.
"Jika keputusan (mendukung Jokowi) ini diralat, akan berdampak ‎buruk bagi citra PKB," sebutnya.

Selanjutnya, yang kedua, ‎bila keluar dari koalisi Jokowi ibarat memakan buah simalakama, maju kena mundur pun kena. Sebab, ketika nanti berhasil membangun poros ketiga bersama PAN dan PKS, juga tak ada jaminan bahwa Cak Imin akan mendapatkan posisi Capres atau Cawapres.
"PAN dan PKS tentu punya kepentingan juga, mereka punya kader-kader yang akan diajukan," urainya.

Yang ketiga, PKB dan PKS memiliki pandangan yang cenderung berbeda soal Islam. "Problemnya, partai-partai Islam ini sering tidak ketemu dalam koalisi yang solid. Itu penyakit bawaan. Ada basis ideologi yang tidak bisa menyatukan," ujarnya.

‎Emrus menilai PKS memiliki paham Islam beraliran Wahabiah. Berbeda dengan PKB yang mengedepankan pentingnya Islam sesuai dengan ke-Indonesiaan ala Nahdlatul Ulama. ‎Emrus mengatakan elite hingga simpatisan akar rumput PKS-PKB kerap berseteru lantaran ada perbedaan paham soal Islam yang sifatnya prinsipil.

Terlebih, sempat ada pertentangan ketika petinggi NU Yahya Staquf menjadi pembicara di suatu acara di Israel. Emrus mengatakan gontok-gontokan, meski sebatas verbal, terjadi cukup sengit antara PKB dan PKS yang selama ini kerap vokal menyuarakan kemerdekaan Palestina.
"Macam anjing dan kucing saja. Capres-cawapres pilihan PKS, pasti sulit disetujui PKB. Itu sangat wajar sekali," ucapnya.

Di sisi lain, jika PKB menyebrang ke kubu Prabowo, itu juga langkah mati. Sebagai pendatang baru sangat kecil kemungkinan, menurutnya, Cak Imin akan ‎diberikan posisi Cawapres.
"Elektabilitas Cak Imin tak begitu tinggi, pun demikian dengan partai yang dipimpinnya. Sementara, di kubu sana sudah ada PAN ‎dan PKS. Kedua partai itu tak akan rela jika posisi Cawapres diberikan kepada Cak Imin," ucapnya.

‎Terkait manuver yang dilakukan PKB belakangan ini, menurut Emrus, itu hanya sebentuk upaya menaikkan bargaining politik. Ditandaskan, dalam relasi antar aktor politik, tidak lepas dari bargain position.

"Saya sarankan, akan lebih baik bila PKB konsisten dengan dukungannya kepada Jokowi, itu akan lebih menguntungkan. Apalagi, saat ini saja PKB sudah dapat jatah empat menteri di kabinet," katanya.
Apalagi posisi NU yang selama ini dekat dengan Jokowi. Sebut saja Ketum PBNU Said Aqil Siradj yang turut menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bentukan Jokowi. Jokowi pun mesra dengan Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin.
"Kalau secara alamiah untuk berkoalisi, sepertinya gelap gulita. PKS, PAN, PKB susah ketemu," tutupnya.

http://jateng.tribunnews.com/2018/08...okowi?page=all

damn right.
Diubah oleh dybala.mask 09-08-2018 07:30
0
1.4K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan