Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

q4billAvatar border
TS
q4bill
Soal Larang Beli Starbucks Karena Dukung LGBT, Ustadz Abdul Somad Tak Sendirian
Soal Larang Beli Starbucks Karena Dukung LGBT, Ustadz Abdul Somad Tak Sendirian

Sabtu, 28/04/2018 06:27 WIB




Ustadz Abdul Somad

JAKARTA (aksi.id) - Ustadz Abdul Somad mengatakan para pembeli kopi Starbucks sama dengan `mendukung LGBT dan karenanya akan masuk neraka`. Sorotan terhadap Starbucks juga terjadi di Amerika karena isu ras.

Abdul Somad kembali jadi bahan perbincangan karena menyebut bahwa pembeli Starbucks artinya mendukung LGBT dan akan masuk neraka.


Hal itu dikatakan Abdul Somad dalam sebuah ceramah, yang rekaman videonya beredar luas.


Dalam ceramah itu Abdul Somad membaca pertanyaan jamaahnya mengenai hukum membeli kopi di tempat yang sebagian keuntungannya dipakai untuk mendukung LGBT.


"Starbucks, kenapa malu-malu nyebutnya: Starbucks," kata Ustaz Somad seperti terlihat di video tersebut. Ia melanjutkan dengan menjawab bahwa membeli kopi di tempat itu artinya mendukung LGBT.


"Nanti di akhirat nampak sumbangannya untuk LGBT. Ditanya malaikat `LGBT, kenapa kalian besar?` `Karena ada sumbangan`. `Siapa yang menyumbang?`. `Itu yang di surga` Eh tarik balik. Diobok-obok masuk neraka, gara-gara menyumbang ke Starbucks," kata Abdul Somad.


Video ini sebetulnya sudah muncul sejak Oktober 2017 lalu, tapi isinya kembali viral di media sosial dan menjadi bahan percakapan.


Namun Somad tak berhenti pada sekedar menyerukan boikot berbalut iman itu. Ia juga menawarkan alternatif dan mengingatkan para pecinta kopi tentang banyaknya pilihan.


"Macam tak ada kopi yang lain. Kopi Sidikalang berserak-serak, kenapa mesti kopi Starbucks diminum?" kata Abdul Somad.
Kapitra Ampera, pengacara Abdul Somad menjelaskan bahwa ceramah Abdul Somad harus dilihat secara utuh sesuai konteks, bukan hanya sepotong-sepotong saja.


"Kalau memang realitasnya demikian, dia sudah menyampaikan kebenaran. Ustaz Somad itu orang yang tidak punya kepentingan, dia hanya mengajak ke kebaikan dan menjauhi keburukan," kata Kapitra saat dihubungi BBC Indonesia.

Menurutnya saat ini Abdul Somad sedang berada di Melbourne, Australia sehingga tidak dapat memberikan penjelasan.
Diboikot Islam dan Kristen


Seruan boikot Starbucks sebenarnya telah berlangsung sejak beberapa tahun, untuk berbagai alasan. Untuk isu LGBT saja, Ustadz Abdul Somad tak sendirian.


Website dumpstarbucks misalnya, telah beroperasi sejak 2012 untuk menyerukan pemboikotan terhadap Starbucks karena raksasa kedai kopi itu menyatakan mendukung pernikahan sesama jenis.


ustadz Abdul Somad juga memperoleh sekutu dari beberapa pemuka Kristen dan gereja yang juga mengajak umatnya untuk memboikot Starbucks.


Di Amerika, Pastor Steven Andrew dari Gereja Kristen USA mengajak umat Kristen untuk memboikot Starbucks, lagi-lagi karena `mempromosikan pernikahan sesama jenis`, seperti yang dikutip dari websitenya.


Di Indonesia pun, tahun 2017, Anwar Abbas, tokoh Muhammadiyah, meminta pemerintah menarik izin operasi Starbucks karena dukungan mereka terhadap LGBT tak sesuai dengan ideologi negara.


Seruan pemboikotan disambut media sosial dengan puluhan ribu tagar `boikot Starbucks`.


Bias rasialisme


Belum selesai urusan boikot terkait sikap mendukung kesetaraan soal LGBT, Starbucks didera soal lain yang justru sebaliknya: rasisme.


Starbuck dikecam karena peristiwa di sebuah gerainya 13 April 2018, yang dituding sebagai sekap rasisme.


Saat itu, dua orang berkulit hitam ditangkap polisi di dalam gerai Starbucks di Philadelphia. Keduanya duduk di dalam gerai tanpa memesan, lalu pegawai Starbucks melaporkan mereka dan polisi datang untuk menahan keduanya.


Tindakan ini memicu protes dan ajakan boikot. Di Twitter, hashtag #BoycottStarbucks telah dibagikan ribuan kali. Warga mendatangi gerai tersebut untuk protes.


Rupanya banyak pelanggan yang selama ini merasa diperlakukan tidak adil oleh Starbucks. Dengan munculnya kasus penahanan itu, para pelanggan yang pernah diperlakukan rasis pun angkat bicara.


Brandon Ward, misalnya, seorang pelanggan berkulit hitam yang tidak diberi akses ke toilet, sementara seorang berkulit putih yang tidak membeli apa-apa, boleh menggunakan toilet.


CEO Starbucks Kevin Johnson pun minta maaf dan mengakui tindakan penahanan tersebut salah.


"Kami mohon maaf sedalam-dalamnya dan akan berusaha semampu kami untuk memperbaikinya," kata Johnson dalam pernyataannya.


Akibatnya, Starbucks akan menutup sekitar 8.000 gerainya di Amerika pada 29 Mei selama setengah hari untuk pelatihan. Sekitar 175 ribu staf wajib ikut pelatihan `bias ras`.

http://aksi.id/artikel/26157/Soal-La...Tak-Sendirian/


Seruan 'Boikot Starbucks' diperbincangkan dari Indonesia sampai Malaysia
3 Juli 2017



Hak atas foto REUTERS

Seruan boikot Starbucks di Indonesia ramai dibincangkan di media sosial sejak akhir pekan lalu karena dukungan gerai kopi itu terhadap LGBT dianggap bisa merusak nilai budaya dan agama di Indonesia.


Seruan itu dalam beberapa laporan bahkan juga ikut bergaung di Malaysia.


Tapi mengapa seruan boikot baru muncul sekarang? Padahal dukungan Starbucks terhadap LGBT sudah dinyatakan bertahun-tahun lalu.


Seruan Boikot Starbucks di Indonesia. 
CEO Dukung Pernikahan sejenis dan LGBT



Dari mana seruan boikot muncul?

Di Twitter, kemunculan tagar 'boikot Starbucks' ini diawali Kamis pekan lalu, namun baru menjadi perbincangan luas pada Jumat (30/06). Sejumlah orang mentautkan berita tentang seruan pemboikotan oleh beberapa pihak di antaranya Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris dan PP Muhammadiyah.


Anwar Abbas dari Muhamadiyah mengatakan pemerintah harus menarik izin operasi Starbucks karena dukungan mereka terhadap LGBT tidak sesuai dengan 'ideologi negara'. "Jika Starbucks hanya berbisnis, tidak masalah. Tapi jangan membawa ideologi ke sini," katanya seperti dikutip kantor berita Reuters.

Tagar 'Boikot Starbucks' hingga kini sudah dipakai lebih dari 25.000 kali dipenuhi dengan debat antara kubu yang setuju boikot dengan yang tidak. "Sudah terang-benderang. Ngopi di Setarbak, langsung atau tidak langsung = dukung LGBT," kata satu pengguna Twitter.

Lainnya menantang, "by the way, Mark Zuckerberg juga terang-terangan dukung LGBT loh. Jadi kapan boikot FB juga. Ingin tahu pada munafik enggak nih."


Mengapa baru sekarang minta diboikot?

Sikap Starbucks untuk merangkul kaum LGBT sebetulnya bukan hal baru. Namun kepada Reuters, Anwar Abbas mengaku mendapat informasi baru-baru ini dari grup chat tentang komentar Senior Eksekutif Howard Schultz yang pro-LGBT.


Pada tahun 2013, ketika pemegang saham mengeluh bahwa perusahaan kehilangan konsumen karena dukungan mereka pada LGBT, Schultz mengatakan bahwa pihaknya merangkul keberagaman dan "setiap keputusan tidak melulu berdasarkan pertimbangan ekonomi."


"Jika Anda merasa Anda bisa mendapat keuntungan lebih dari 38% dari apa yang Anda dapat tahun lalu, ini adalah negara bebas. Anda dapat menjual saham Anda di Starbucks dan membeli saham di perusahaan lain," katanya seperti dikutip olehForbes.



Hak atas fotoREUTERS

Apa reaksi Starbucks Indonesia?


PT Sari Coffee Indonesia, yang memegang lisensi Starbucks, menyatakan pihaknya "selalu mematuhi peraturan yang berlaku dan menghargai nilai-nilai budaya di Indonesia."


"Kami juga menghargai latar belakang religius para pelanggan dan karyawan kami," kata Fetty Kwartati, seorang direktur di PT MAP Boga Adiperkasa Tbk, perusahaan induk Sari Coffee Indonesia.


Seberapa besar gaungnya?


Percakapan tentang pemboikotan Starbucks di Twitter sudah agak meredup hari ini, Senin (03/07). 


Namun sejumlah laporan menyebut bahwa seruan itu ikut bergema di Malaysia - di antaranya disuarakan oleh organisasi Pribumi Perkasa Malaysia.

Perkasa mendesak umat Islam di negara ini untuk memboikot Starbucks karena jaringan kopi internasional yang berbasis di Amerika Serikat ini mendukung LGBT dan pernikahan sesama jenis," kata kepala biro urusan Islam ke

http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-40477621



Starbucks and Same-Sex Marriage

Starbucks CEO Howard Schultz expressed the company's support for same-sex marriage but didn't tell opponents they weren't wanted as shareholders or customers.


 
CLAIM
Starbucks CEO Howard Schultz was confronted by a shareholder over the company’s support for same-sex marriage. See Example( s )Howard Schultz affirmed the company’s support for same-sex marriage at a shareholder meeting.

WHAT'S FALSE
Howard Schultz did not say opponents of same-sex marriage were not allowed to be Starbucks stockholders or were not desired as Starbucks customers.


ORIGIN
Starbucks, the ubiquitous behemoth of a coffee chain, was one of several prominent Washington-area companies (including Microsoft, Nike, and Amazon) who in early 2012 supported a state measure to legalize same-sex marriage, stating that:


Quote:



That support led the company to becoming the target of “Dump Starbucks” boycotts instituted by anti-gay marriage groups such as the National Organization for Marriage.


At a Starbucks shareholders meeting in March 2013, shareholder Tom Strobhar (founder of The Corporate Morality Action Center, an organization which also opposes same-sex marriage) challenged Starbucks CEO Howard Schultz over the company’s financial performance, which Strobhar suggested had been harmed by Starbucks’ corporate support of same-sex marriage and the subsequent boycotts, saying: 


“In the first full quarter after this boycott was announced, our sales and our earnings — shall we say politely — were a bit disappointing.”

Schultz responded (and drew two rounds of applause from attendees) by asserting that Starbucks stock had performed well over the past year, affirming the company’s support of same-sex marriage, and stating that not all corporate decisions were based purely on economics:






Quote:


Howard Schultz did not, however, say anything that could reasonably be construed as “If you support traditional marriage, we don’t want your business” or “you can’t buy shares in [this] company.” 

Schultz told a disaffected stockholder that if he thought the company’s social policies were hurting its financial performance and he could get a better return for his money elsewhere, he was free to sell his Starbucks stock and invest in a different company. He did not say that supporters of traditional marriage were neither allowed nor desired as stockholders and customers of Starbucks.
https://www.snopes.com/fact-check/coffee-clash/

------------------------------------------






Yaa sudah ... ngopi tubruk  di warkop STARBAKS ala Indonesia ... dijamin  nggak masuk Neraka!

[size={defaultattr}]emoticon-Big Grin[/size]

0
6.1K
62
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan