Saya tercengang karena kita selalu bercanda soal waktu, menurut presentisme Buddhis, segala sesuatu yang ada di masa lampau adalah tidak nyata, segala sesuatu yang ada di masa depan juga tidak nyata, segala sesuatu yang ada dalam khayalan adalah tidak nyata, pada dasarnya yang nyata hanyalah momen kekinian dari efisiensi fisik. Butuh waktu untuk tertawa, tertawalah. Butuh waktu untuk menangis, menangislah. Itu manusiawi, setelah puas kembalilah fokus pada tujuan hidup.
Quote:
Permasalahannya, Indonesia sering mengkhianati momen kekinian dengan menerapkan sifat toleran yang salah langkah. Kita mentoleransi orang yang 5 menit telat, setengah jam telat, satu jam telat. Akibatnya jam karet Indonesia masuk dalam Wikipedia dunia sebagai budaya Indonesia yang dianggap seluruh dunia tahu. Jam karet ini mungkin awalnya hanya sebuah kebiasaan dari satu atau dua orang. Kemudian lama-lama menyebar ke orang-orang di sekitarnya. Begitu seterusnya hingga seolah-olah menjadi sebuah budaya atau kebiasaan di Indonesia.
Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari kebiasaan suka menunda, menganggap bahwa jam karet sudah menjadi budaya, hingga kebiasaan memaklumi jam karet ini. Selain itu, alasan yang dipakai oleh si pelaku jam karet juga bermacam-macam. Mulai dari bangun kesiangan, ketiduran, kelupaan, macet, hingga alasan kecelakaan. Parahnya lagi kalau alasannya adalah, "Ah biasanya juga kamu ngaret." Jika kita lihat lebih jauh, ada satu alasan yang cukup kuat untuk menjelaskan mengapa jam karet menjadi budaya di Indonesia. Mari kita lihat dari sisi geogragis. Indonesia terletak di antara 6° LU - 11° LS dan 95° BT - 141° BT. Hal tersebut menyebabkan Indonesia dan beberapa negara di sekitarnya memiliki iklim tropis. Negara dengan iklim tropis memiliki suhu udara yang relatif tinggi karena matahari selalu pada posisi vertikal dengan wilayah tersebut. Itu artinya negara kita selalu bertemu matahari sepanjang tahun.
Lalu apa hubungannya matahari dengan jam karet di indonesia? Matahari selalu terbit di atas langit wilayah Indonesia sehingga ketika sedang malas menyelesaikan sesuatu, kita beralasan bahwa matahari akan datang lagi besok, besok lagi, besok lagi, begitu seterusnya pekerjaan tersebut tertunda. Kita beranggapan bahwa sekarang atau besok sama saja, sama-sama ada matahari.
Mari kita lihat negara dengan iklim subtropis, sedang, maupun dingin. Sebagian besar negara-negara tersebut tidak mengenal jam karet. Mengapa demikian? Di sana, matahari tidak terbit setiap hari. Pada musim tertentu matahari akan terbit dan pada musim yang lain matahari hanya terbit sebentar saja, bahkan terkadang tidak terbit. Hal tersebut menyebabkan pada musim tertentu mereka harus bekerja keras dan memanfaatkan waktu yang ada. Sementara itu di musim yang lain mereka akan menikmati hasil kerja mereka. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai waktu. Bukti lain dari perilaku mereka yang menghargai waktu tercermin pula pada bahasa bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris terdapat tenses. Mereka menganggap waktu begitu penting sehingga ketika informasi disampaikan harus jelas kapan peristiwa tersebut terjadi, apakah kemarin, baru saja, atau baru rencana. Bahasa Indonesia tidak mengenal tenses.Oleh karenanya hal ini menunjukkan bahwa penutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris melihat "waktu" dari sudut pandang yang berbeda.
Quote:
Ada satu kalimat manis dari Santo Agustinus, waktu datang dari masa depan yang belum terjadi, singgah di masa kini yang tidak punya durasi sebenarnya, tetapi dia pergi ke masa lampau yang sangat cepat, karena lagi lagi dikhianati oleh jam karet. Agustinus adalah seorang yang sangat cerdas. Pendidikan dan karier awalnya ditempuhnya dalam bidang filsafat dan retorika, seni persuasi dan bicara di depan publik. Di dinding kamarnya, terdapat kalimat yang ditulis dengan huruf-huruf yang besar, Di sini kami tidak membicarakan yang buruk tentang siapa pun. dan Terlambat aku mencintai-Mu, Tuhan. Agustinus menghabiskan sisa hidupnya untuk mencintai Tuhan dan membawa orang-orang lain untuk juga mencintai-Nya.
Jam dan waktu itu seharusnya membahagiakan, ingat, demi waktu sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, tetapi lagi lagi dikhianati. Jam karet itu berakibat yang menunggu bermuka kusut, yang ditunggu selalu datang dengan penuh dalih dan muka kalut. Kekusutan bertemu dengan kekalutan akan mendapatkan hasil yang acak adut dan semrawut.