Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Lima Wahyu Penyebar Keterbukaan
Lima Wahyu Penyebar Keterbukaan

Sapta Darma memiliki sejarah panjang. Sejak berdiri 1952, sudah memiliki sekitar 5.000 penganut. Kiblat sujudnya ke arah timur. Meski terbuka, masih terjadi diskriminasi terhadap mereka.

Dering di telepon genggamnya membuat Naen Soeryono jeda menyantap lotek. Ia segera menyambut panggilan tersebut. Naen pun terlibat pembicaraan dengan seseorang di ujung saluran telepon. Seusai percakapan, ia mengutarakan bahwa si penelepon adalah rekannya yang baru saja menang dalam pemilihan kepala desa di Sidoarjo, Jawa Timur, Juni lalu. Kemenangan itu tak lepas dari "bantuan" Naen. "Padahal saya cuma bilang yakin dia menang. Rasanya kok jadi, eh bener. Saya cuma berdoa sebisanya," tutur Naen sambil tersenyum.

Naen lantas melanjutkan menyantap loteknya, sambil mendengar celotehan Sevasius Wae, temannya yang duduk di sebelah. Servas bercerita tentang pengalaman "membantu" pengobatan cucu tetangganya yang sakit radang otak sampai step. Servas mengaku hanya berdoa, lalu minta pada keluarga agar yakin si anak sembuh.

Belakangan si tetangga berterima kasih kepada Servas, karena anaknya kembali sehat. "Dokternya sampai bingung," kata Servas, pria asal Flores yang telah bermukim di Yogyakarta sejak kuliah pada 1987.

Naen dan Servas dianggap punya "kemampuan". Padahal mereka mengaku tak melakukan dan tak menyuruh "kliennya" macam-macam, apalagi yang berbau klenik. Namun mereka percaya dengan cara membantu orang lain semacam itu, ajaran kepercayaan ini menyebar.

Menurut Naen, banyak yang mengecap mereka dukun. Padahal bukan. Mereka hanyalah pemeluk dan penghayat Sapta Darma. Mereka tidak menggunakan kemampuan yang dimiliki itu dengan pamrih atau untuk kepentingan tertentu. "Kalau menerima sesuatu bisa dapat risiko pribadi dari Tuhan. Bahaya," ujar anak ke-9 dari 10 bersaudara yang seluruhnya penganut Sapta Darma. Naen menganut Sapta Darma dari orangtua. Sedangkan Servas mengenal kepercayaan ini semenjak tahun 2008-2009, berawal dari kesukaannya pada budaya Jawa dan kebatinan.

Sebagai bukti kepercayaan pada ajarannya, Naen mengosongkan kolom agama KTP-nya. Tapi itu tidak dilakukan Servas. Ia masih mencantumkan dan menjalani agama asalnya. Hal itu tak jadi masalah, karena kehidupan rohani menjadi yang utama.

***

Sapta Darma tercatat sebagai kelompok penghayat kepercayaan terbesar di Indonesia. Anggotanya 5.000 orang yang tersebar di 90 kabupaten/kota dan 28 provinsi. Jumlah tempat ibadahnya tak kurang 750 sanggar dan ada sekitar 1.500 rumah pribadi yang digunakan untuk sujud, ritual aliran ini.

Sapta Darma memiliki pengurus, yaitu Saekun P. Tarmuji J, Naen Soeryono, Heru Kuncahyo, dan Arfianti Kristalina Dewi. Mereka berkantor pusat di bilangan Surokarsan, Yogyakarta.

Aliran kepercayaan ini lahir di Kampung Pandean, Gang Klopakan, Desa Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada 27 Desember 1952. Pendirinya adalah Harjosapoero. Aliran ini kemudian berkembang setelah mendapat dukungan dari beberapa temannya: Djojo Djaimoen, Kemi Handini dan Somogiman. 

Pada 26 Desember 1952, Harjosapoero seharian tinggal di rumah. Padahal biasanya, ia bekerja sebagai tukang potong rambut. Ia tengah gelisah. Di saat itu, ia mengaku mendapat "wahyu". Lalu, ada juga fenomena dan kejadian-kejadian aneh lain yang menjadi petunjuk bagi Hardjosapoero dan sahabat-sahabatnya untuk menjalankan tugas-tugas "berat". Ia mengaku menerima wahyu hingga pertengahan 1956. Wahyu yang datang secara bertahap itu akhirnya lengkap menjadi lima inti ajaran Sapta Darma (lihat: Lima Wahyu Sapta Darma).

Pada 27 Desember 1955, Hardjo mendapat gelar Sri Gautama yang berarti pelopor budi luhur dan selaku tuntunan agung. Pemberian gelar berlangsung pada saat hujan lebat semalam suntuk. Ia lalu digantikan Sri Pawenang, tuntunan Agung kedua yang seorang perempuan. Saat ini, tuntunan agung keempat dijabat Saekoen Partowijono.

Tuntunan berfungsi melakukan pembinaan berkaitan dengan kerohanian menjadi lembaga tersendiri. Tuntunan agung membawahkan dua lembaga Sapta Darma lain: Yayasan Srati Darma (Yasrad) dan Persatuan Sapta Darma (Persada). Selain itu juga ada koordinator untuk wanita dan remaja.

Yasrad adalah lembaga finansial yang bertugas membangun dan mengembangkan sanggar, juga membiayai kegiatan warga Sapta Darma. Semua dana bersumber dari hibah dan sumbangan sukarela anggota. Dana yang terkumpul kemudian dikelola yayasan dan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan. "Tapi tidak boleh untuk berbisnis," kata Naen.

Ajaran ini didaftarkan pada 1980 dan tercatat di Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direkorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Nomor Inventarisasi I. 135/F.3/N.1.1/1980. Kini, banyak kegiatan yang sudah dilakukan Sapta Darma, salah satunya yang berlangsung di Sanggar Candi Sapta Rengga, di bilangan Taman Siswa, Yogyakarta.

Pada awal Juni lalu, pendopo utama sanggar dipenuhi warga Sapta Darma hingga luber memenuhi separuh teras bangunan baru. Hampir 100 orang duduk bersila di atas kain mori. Kebanyakan bapak-bapak, namun tampak pula ibu-ibu dan dua wanita berusia muda. Mereka menghadap timur, ke arah dinding yang memiliki simbol persegi dengan dominasi warna hijau dan gambar Semar.

Setelah dibuka dengan tembang Jawa dan ceramah, mereka melakukan ritual sujud. Dari duduk bersedekap sambil memejamkan mata, lalu bersujud mencium lantai. Lamanya sujud tergantung kekuatan tiap orang. Sujud bersama-sama ini digelar rutin di sanggar pusat Sapta Darma itu tiap malam Jumat Wage, pun di seluruh sanggar yang lain. Tujuannya adalah memperingati diterimanya pertama kali wahyu ajaran.

Simbol pribadi bergambar Semar selalu terpasang di setiap sanggar. Tokoh wayang Semar melambangkan budi luhur dan Nur Ilahi. Semar dikelilingi lingkaran, segitiga, persegi yang memiliki makna tertentu, dan aksara Jawa berbunyi nafsu, budi, dan pakarti.

Selain sanggaran malam Jumat wage, Sapta Darma juga mengatur ritual bersama sujud penggalian. Sujud penggalian digelar setahun sekali, dan dikerjakan secara terpisah antara tuntunan, laki-laki dewasa, perempuan, dan remaja. Sujud dilakukan 36 kali beturut-turut selama 12 malam --terbagi enam pada siang hari dan enam pada malam hari. "Ritual ini yang paling berat karena meruwat nafsu-nafsu dalam diri kita. Banyak yang tidak kuat. Jika gagal, harus mengulang," kata Naen.

Seperti ajaran lain, Sapta Darma juga memiliki aturan soal sembahyang yang dikenal dengan sebutan sujud dasar. Sujud dasar terdiri dari tiga kali sujud yang berkiblat ke timur. Sikap duduk dengan kepala ditundukkan sampai ke tanah, mengikuti gerak naik sperma: dari tulang tungging ke ubun-ubun melalui tulang belakang, kemudian turun kembali. Dalam sehari semalam, pengikut Sapta Darma diwajibkan melakukan sujud dasar sebanyak satu kali, sedang selebihnya dinilai sebagai keutamaan.

Sujud menjadi ritual mendasar aliran ini. Selain itu, ada sujud penggalian, racut, tukar hawa, olah rasa, dan gerak nur rasa. Sapta Darma juga telah memiliki tata cara tersendiri untuk pernikahan dan kematian.

Kegiatan rohani Sapta Darma dipimpin seorang guru spiritual yang disebut tuntunan. Tiap sanggar dan jenjang wilayah kepengurusan Sapta Darma memiliki seorang tuntunan. Posisi tertinggi disebut tuntunan agung.

Sapta Darma mengenal lima sifat Tuhan: Maha Agung, Maha Rohim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng.

Selain hubungan dengan Tuhan, Sapta Darma juga mengajarkan hubungan antarmanusia. Di situ manusia harus melakukan tujuh kewajiban. Antara lain jujur dan suci hati harus setia menjalankan perundang-undangan negara, turut serta menyisingkan lengan baju menegakkan berdirinya nusa dan bangsa, menolong kepada siapa pun berdasar rasa cinta kasih, dan kekeluargaan harus susila beserta halus budi pekerti.

Intinya, kata Naen, manusia harus menjaga keselarasan antara diri, alam, dan dengan Sang Pencipta. Jika menjalankan ajaran Sapta Darma secara benar, Naen merasa apa yang dikehendaki akan dituruti Gusti Allah. Ia mengklaim nelayan-nelayan Sapta Darma di Pantura, Jawa Tengah, lebih baik ekonominya ketimbang nelayan pada umumnya. "Tuhan seperti kanca [teman]," katanya.

***

Sapta Darma memiliki aset, yang salah satunya berupa sanggar pusat dan gedung di Yogyakarta yang dipakai sujud. Bangunan ini semula berbentuk sanggar kecil yang didirikan pada 1960. Namun, sejak 2012 bangunan direnovasi hingga jadi gedung besar. Total lahannya 7.000 meter persegi. Gedung itu mencakup ruang tidur, ruang pertemuan atau aula, ruang parkir yang luas. Lahan sanggar di Yogyakarta juga berasal dari hibah. Tanah disumbangkan oleh seorang warga yang disembuhkan dari penyakitnya dengan terapi Sapta Darma, Tali Rasa. Pemberian sumbangan dilakukan melalui yayasan.

Rencananya sanggar pusat diresmikan November tahun ini. Bangunan tiga lantai ini tinggal mendapatkan sentuhan akhir. Masih tersisa bagian luar dan beberapa ornamen yang harus dicat dan tiang kayu dihaluskan dekorasa aksara Jawa. "Nilai gedung ini Rp 12 milyar," ujar Naen.Sapta Darma memiliki satu sanggar lain yang juga berukuran besar, yaitu di Pare, Kediri.

Selain yayasan, Sapta Darma juga memiliki organisasi massa bernama: Persatuan Warga Sapta Darma (Persada). Persada berperan sebagai organisasi massa yang bertugas mengelola dan mengerakkan roda organisasi Sapta Darma. Organisasi ini penting, karena kelompok penghayat juga ikut aktif membela negara. "Kami penghayat juga punya andil terhadap pendirian bangsa, ujar Naen, yang juga Ketua Persada, kepada Gatra.

Berdasarkan UU PNPS Nomor 1 tahun 1965, aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME diakui. Pada Kongres Kebatinan pada 1970 disepakati tiga sifat aliran kepercayaan: kebatinan, kejiwaan, dan kerohanian. Sapta Darma memilih sebagai kerohanian.

Sebagai ormas, Persada melakukan kegiatan sosial, seperti donor darah dan sunatan massal. Juga menggelar ruwat spiritual di lokasi-lokasi rawan dan bekas kecelakaan. Tapi kebanyakan aksi tadi tidak mengatasnamakan Sapta Darma. "Ajaran kami tidak boleh pamer," ujar Naen.

Peneliti budaya Jawa Universitas Negeri Yogyakarta, Suwardi, menilai ajaran Sapta Darma masih kental unsur mistik. Ritual menggunakan tembang Jawa, Dandanggula dan simbol Semar sebagai figur imajinatif untuk menghubungkan kepada Sang Pencipta. Tapi ajaran Sapta Darma bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. "Lakunya jelas. Ada pengobatan sakit dan memperhatikan orang miskin. Jadi banyak yang tertarik," kata penulis disertasi dan buku tentang penghayat di Yogyakarta ini kepada Gatra.

Menanggapi hal itu, Naen tak memungkiri beberapa orang penghayat kemudian melakukan praktik perdukunan. "Jika seperti itu, dia sudah keluar dari Sapta Darma," kata Naen. Sebab, selain melibatkan klenik, mereka memungut keuntungan pribadi.

Aries Kelana dan Arif Koes Hernawan (Yogyakarta)

***

Lima Wahyu Sapta Darma
1. Wahyu Sujud memuat ajaran tentang tata cara ritual sujud atau menyembah kepada Tuhan (Allah Hyang Maha Kuasa) bagi warga Sapta Darma.
2. Wahyu Racut berisi ajaran mengenai tata cara rohani manusia untuk mengetahui alam langgeng atau melatih sowan atau menghadap Hyang Maha Kuasa.

3. Wahyu Simbol Pribadi Manusia menjelaskan tentang asal mula, sifat watak dan tabiat manusia, serta cara manusia mengendalikan nafsu agar dapat mencapai keluhuran budi;
4. Wewarah Tujuh, merupakan kewajiban hidup manusia di dunia sekaligus pandangan hidup dan pedoman hidup manusia. Dalam wahyu tersebut tersirat kewajiban hidup manusia dalam hubungannya dengan Allah Hyang Maha Kuasa, pemerintah dan negara, nusa dan bangsa, sesama umat makluk sosial, pribadinya sebagai makluk individu, masyarakat sekitar dan lingkungan hidupnya serta meyakini bahwa keadaan dunia tiada abadi.
5. Wahyu Sesanti yang cukup jelas dan gampang dimengerti oleh siapa pun, membuktikan suatu etika/ciri khas Sapta Darma yang menitikberatkan kepada warganya harus bermakna dan berguna bagi sesama umat atau membahagiakan orang lain.

***

Bertahan Berkat Perempuan 

Selama 10 tahun, jumlah kelompok penghayat kepercayaan menurun. Pada 1950-an, Data Departemen Agama mencatat terdapat 300 organisasi penghayat. Tapi seiring denagn berjalannya waktu, jumlahnya terus menyusut hingga kini tinggal 182 organisasi. Sapta Darma adalah satu dari 182 penghayat yang masih bertahan.

Akhol Firdaus, pengajar di Fakultas Usluhudin, Adab dan Dakwah, IAIN Tulungagung, menyebut kunci eksistensi Sapta Darma karena peran tokoh dan anggota perempuannya. "Semakin berdaya perempuannya, semakin lestari suatu penghayat. Sapta Darma memiliki banyak tokoh perempuan yang mengambil tanggung jawab secara rohani dan organisasi," kata Akhol ketika dihubungi Gatra.

Perempuan Sapta Darma berinisiatif mengambil kebijakan yang membuat organisasi itu bertahan dalam 30 tahun terakhir. Para perempuan mencetuskan langkah-langkah di luar kebijakan resmi organisasi yang tak pernah terpikirkan oleh penghayat laki-laki. Antara lain, menggelar sanggaran, ritual di sanggar mereka, khusus untuk anak-anak seperti marak di Surabaya, Bali, Malang dan Tuban. Kegiatan ini tidak dikenal kelompok penghayat lain. Anak-anak dalam keluarga Sapta Darma inilah yang berperan penting dalam melakukan regenerasi aliran ini.

Tingginya kiprah perempuan di Sapta Darma karena aliran ini memiliki role model tokoh wanita, yakni Sri Pawenang, yang menjadi tuntunan agung kedua. Relasi gender pria dan wanita Sapta Darma pun setara. "Penghayat ini berhasil mentransformasikan diri dengan menjaga spirit kesetaraan gender," ujar Akhol.

Faktor lain yang membuat Sapta Darma bertahan adalah karena mampu melakukan regenerasi. Jika kebanyakan aliran penghayat anggotanya berusia sepuh, penghayat Sapta Darma justru sebagian dari kalangan remaja dan anak-anak. Organisasi juga berjalan baik karena bukan dikelola anggota keluarga seperti banyak penghayat lain. "Bahkan digelar bimbingan teknis dan manajemen organisasi untuk remaja," ujar Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta Christriyati Ariani.

Arif Koes Hernawan (Yogyakarta)

= = =

SAPTA DARMA

Kelompok penghayat yang juga mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Aliran kepercayaan ini berasal dari seseorang yang bernama Hardjosapoero di Kediri, pada 1952. Ia mengaku menerima wahyu sebanyak 11 kali yang terangkum dalam lima wahyu. Wahyu itu lalu dikembangkan oleh teman-temannya ke sejumlah daerah. Harjosapoero kemudian dianggap sebagai Bapak Penuntun Agung Sri Gautama.

Lokasi Penganut :
Menurut Data Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diperkirakan ada 5.000 penganut Sapta Darma yang tersebar di 49 kabupaten/kota di 28 provinsi. Penganut terbanyak terdapat di Jawa Tengah. Bahkan ada warga di Provinsi Papua dan Papua Barat yang memeluk kepercayaan ini.

Kitab Suci: -

Rumah Ibadah:
Sanggar sapta rengga

Kekuasaan Tertinggi :
Hyang Maha Kuasa yang memberikan perintah melalui Penuntun Agung. Hyang Maha Kuasa memiliki lima sifat: Maha Agung, Maha Rohim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng.

Ritual Keagamaan :
1. Sujud dasar menghadap ke timur setiap malam Jumat Wage. Arah timur dianggap sebagai tempat manusia dilahirkan.

2. Sujud penggalian yang digelar setahun sekali.

http://arsip.gatra.com/2016-07-04/ma...l=23&id=162381
0
1.4K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan