Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Tangkal Isu SARA dengan Kecerdasan


ISU suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akan dimunculkan lagi, terutama terkait dengan perebutan kekuasaan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Laksamana Madya (Purn) Soleman Ponto mengungkapkan dalam tahun politik terdapat tiga isu utama yang akan dimainkan, yakni nasionalisme, agama, dan komunisme.



Menurutnya, ketiga isu tersebut dikemas untuk merangkul kelompok-kelompok radikal guna menjatuhkan lawan politik. Kelompok radikal pun hanya dimanfaatkan elite politik untuk merengkuh kekuasaan.



"Ini salah satu cara untuk mendapat pendukung dan bisa digunakan sebagai alat untuk memaksakan karena untuk menuju pilpres harus ada dukungan kuat," paparnya dalam sebuah diskusi politik di Jakarta, kemarin.



Menurut Ponto, harus diakui kontestasi politik dalam pilkada dan pilpres belakangan ini telah memperkuat politik identitas. Hal itu akan memperenggang hubungan antarpemeluk agama dan antarsuku. Situasi seperti itu merupakan gejala yang memprihatinkan dan berpotensi menciptakan pembelahan masyarakat di negara yang majemuk seperti Indonesia.



Bahkan, sampai Presiden Joko Widodo digoyang dengan isu komunis untuk meraih dukungan dari kaum agama dan nasionalis. Komunisme bisa menjadi hantu abadi yang menakutkan meskipun di siang bolong. Apabila bertemu dengan kepentingan politik, isu komunisme yang hantu lama itu bisa menjadi hantu baru.



Komunisme, imbuhnya, memang hantu di masa lalu yang menjadi kisah kelam sejarah negeri ini. Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan pelarangan penyebaran komunisme menjadi pegangan.



Untuk menangkal ketiga isu itu, Soleman mengingatkan agar masyarakat Indonesia kritis terhadap situasi yang berkembang menjelang Pilpres 2019. Apalagi, jika isu itu cenderung bersifat negatif serta dikaitkan dengan salah satu calon presiden.



Sementara itu, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menyatakan kelompok radikal di Indonesia bakal berperan dalam Pilpres 2019 dan bersatu melawan Presiden Jokowi sebagai petahana. Meski jumlah simpatisan kelompok itu terbilang kecil, Boni berpendapat eksistensi mereka akan dirangkul kelompok pragmatis seperti partai politik.



Ketika parpol bersekutu dengan kelompok radikal, isu-isu irasional yang berpotensi memecah belah bangsa akan diusung. Isu negatif itu, menurut Boni, bisa berhasil lantaran 60% masyarakat belum memiliki pemahaman baik soal politik.


Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...san/2017-12-14

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Pemilu di Indonesia masih Prosedural

- BTN Fasilitasi KPR bagi Mitra Go-Jek di Surabaya

- 1911: Orang Pertama di Kutub Selatan

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.4K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan