RMOL. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengecam pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Bagi PGI, pengakuan dari Presiden Trump tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap perjalanan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk penyelesaian konflik dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina, yang berdiri berdampingan secara damai.
"Penyelesaian menyeluruh sedemikian sesungguhnya mengharuskan status Yerusalem diselesaikan dalam dialog konstruktif yang mempertimbangkan aspirasi dan kepentingan dua belah pihak, yakni Israel dan Palestina," tulis PGI dalam surat yang diteken Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat-Lebang dan Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom.
PGI mencermati perkembangan dalam konteks pergumulan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk mendorong perdamaian di Timur Tengah, khususnya perdamaian Israel-Palestina. Di mata PGI, Yerusalem adalah rumah bersama (oikoumene) dan kota yang memiliki tempat dan sejarah tersendiri bagi tiga agama besar, yakni Yahudi, Kristen dan Islam, yang mendasarkan imannya pada Tuhan Abraham.
Yerusalem juga telah lama menjadi bagian dari sejarah bersama Israel-Palestina, bahkan juga bagi bangsa-bangsa di Timur Tengah dan dunia. Oleh karena itu, PGI memandang bahwa status Yerusalem bukanlah soal konflik agama, melainkan soal mengelola hidup bersama melalui skema jalan damai yang berkeadilan bagi semua pihak, khususnya Israel dan Palestina.
Jalan damai juga menjadi pergumulan yang terus diperjuangkan gereja-gereja di Indonesia dengan mendorong kerjasama dan perdamaian, sebagaimana ditegaskan dalam Dokumen Keesaan Gereja yang bunyinya, "Berpangkal pada keyakinan bahwa 'Tuhan ituBaik Kepada Semua Orang' (Mzm 149:9a)….maka gereja-gereja mengajak berbagai kelompok agama dan kepercayaan lain, serta semua orang yang berkehendak baik, untuk bekerjasama agar Tuhan sendiri mengangkat kita dari samudera raya".
PGI berharap, Yerusalem tidak serta-merta diklaim sebagai ibukota oleh negara manapun. Masyarakat Indonesia juga diimbau agar tidak meletakkan polemik status Yerusalem dalam sentimen agama, apalagi dikapitalisasi untuk kompetisi politik yang akan bergulir tahun depan.
"PGI mengimbau pemerintah Indonesia agar dalam merespons maupun mengambil langkah-langkah diplomatik terkait isu ini selalu memperhatikan skema jalan damai di mana Israel dan Palestina diletakan sebagai duanegara yang sejajar," tutup PGI. [ald]