- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Movies
Mengapa Kebanyakan Film Live Action Menemui Kegagalan?
TS
pretalesview
Mengapa Kebanyakan Film Live Action Menemui Kegagalan?
HALOO GAN!!
SELAMAT DATANG DI OFFICIAL THREAD PRETALES, TEMPATNYA PREVIEW / SINOPSIS FILM DAN GAME TERLENGKAP
SELAMAT DATANG DI OFFICIAL THREAD PRETALES, TEMPATNYA PREVIEW / SINOPSIS FILM DAN GAME TERLENGKAP
Quote:
Siapa sih yang nggak pernah nonton kartun? Jangankan anak kecil, orang dewasa pun ada yang masih nonton film kartun. Pangsa pasar film kartun tidak akan pernah mati dan tetap akan menghiasi layar kaca.
Potensi inilah yang dilirik oleh oleh Hollywood. Mereka mencoba untuk membuat film live action berdasarkan beberapa film kartun terkenal. Sayangnya, tidak sedikit film live action mereka yang berujung kegagalan. Pendapatannya jauh dibawah target yang diharapkan. Bagaimana mungkin industri film sebesar Hollywood gagal membuat film adaptasi kartun yang diharapkan oleh penonton? Dikutip dari laman web Gizmodo dan Goboiano, berikut adalah beberapa alasan kuat yang melatarbelakangi gagalnya film live action Hollywood.
Quote:
Penampilan karakter yang jauh dari versi original
Tokoh kartun biasanya digambarkan dengan karakteristik – karakteristik tertentu yang membuat si tokoh menjadi akrab di mata penonton. Kita ambil contoh Jafar al-Barmaki, penyihir jahat di serial Aladdin. Di versi kartunnya, Jafar memiliki wajah yang panjang dengan jenggotnya yang khas. Sulit membayangkan apabila Jafar tidak memiliki kedua karakteristik tersebut bukan? Padahal di sisi lain, mencari aktor yang benar – benar mirip dengan Jafar tidaklah mudah. Untuk mengakali hal itu, sang aktor biasanya malah dipaksa – paksakan memakai teknologi CGI yang justru membuat penonton kehilangan sosok Jafar di dalam kartun.
Kasus lebih parah menimpa film TMNT atau kura – kura ninja. Sang sutradara, Michael Bay memutuskan untuk merubah beberapa elemen visual sehingga para kura – kura ninja versi live action tampak sangat berbeda dengan versi komik atau kartun. Meskipun ada yang menganggapnya bagus, para fans TMNT sedari kecil tentu marah jika style kura – kura ninja yang asli diubah sesuka hati oleh Bay.
Tokoh kartun biasanya digambarkan dengan karakteristik – karakteristik tertentu yang membuat si tokoh menjadi akrab di mata penonton. Kita ambil contoh Jafar al-Barmaki, penyihir jahat di serial Aladdin. Di versi kartunnya, Jafar memiliki wajah yang panjang dengan jenggotnya yang khas. Sulit membayangkan apabila Jafar tidak memiliki kedua karakteristik tersebut bukan? Padahal di sisi lain, mencari aktor yang benar – benar mirip dengan Jafar tidaklah mudah. Untuk mengakali hal itu, sang aktor biasanya malah dipaksa – paksakan memakai teknologi CGI yang justru membuat penonton kehilangan sosok Jafar di dalam kartun.
Kasus lebih parah menimpa film TMNT atau kura – kura ninja. Sang sutradara, Michael Bay memutuskan untuk merubah beberapa elemen visual sehingga para kura – kura ninja versi live action tampak sangat berbeda dengan versi komik atau kartun. Meskipun ada yang menganggapnya bagus, para fans TMNT sedari kecil tentu marah jika style kura – kura ninja yang asli diubah sesuka hati oleh Bay.
Quote:
Marketing yang kacau
Kejadian ini pernah menimpa salah satu film live action berjudul Edge of Tomorrow. Entah apa yang ada di pikiran Warner Bros waktu itu, yang pasti ada beberapa kesalahan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh studio sebesar mereka. Kesalahan pertama adalah jarak waktu perilisan trailer dan film yang terlalu dekat. Praktis jumlah penonton bioskop pun berkurang sebab momentum yang didapatkan masih kurang.
Kesalahan selanjutnya adalah judul film yang tidak sinkron. Edge of Tomorrow adalah film yang diadaptasi dari anime berjudul All You Need is Kill karangan Hiroshi Sakurazaka. Dapat kamu lihat bahwa judul live action dengan anime nya tidaklah sama, padahal judul live action semestinya memiliki kemiripan dengan versi originalnya. Bukan itu saja, terdapat beberapa bioskop yang menayangkan film ini dengan judul lain, yakni Live, Die, Repeat, sama dengan judul yang ada di versi DVD.
Judulnya saja sudah membuat movie lovers bingung bukan main, bagaimana mungkin mereka akan menonton atau membeli DVD nya?
Kejadian ini pernah menimpa salah satu film live action berjudul Edge of Tomorrow. Entah apa yang ada di pikiran Warner Bros waktu itu, yang pasti ada beberapa kesalahan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh studio sebesar mereka. Kesalahan pertama adalah jarak waktu perilisan trailer dan film yang terlalu dekat. Praktis jumlah penonton bioskop pun berkurang sebab momentum yang didapatkan masih kurang.
Kesalahan selanjutnya adalah judul film yang tidak sinkron. Edge of Tomorrow adalah film yang diadaptasi dari anime berjudul All You Need is Kill karangan Hiroshi Sakurazaka. Dapat kamu lihat bahwa judul live action dengan anime nya tidaklah sama, padahal judul live action semestinya memiliki kemiripan dengan versi originalnya. Bukan itu saja, terdapat beberapa bioskop yang menayangkan film ini dengan judul lain, yakni Live, Die, Repeat, sama dengan judul yang ada di versi DVD.
Judulnya saja sudah membuat movie lovers bingung bukan main, bagaimana mungkin mereka akan menonton atau membeli DVD nya?
Quote:
Tidak menghargai versi original
Film live action sudah sepantasnya untuk dibuat semirip mungkin dengan versi originalnya. Inilah satu – satunya cara untuk menghormati sang penulis dan hasil karyanya yang luar biasa. Namun sayangnya, beberapa live action hanya mengejar keuntungan besar semata dan mengacaukan keseluruhan film original yang telah dibangun bertahun – tahun.
Salah satu film tersebut adalah The Last Airbender yang diadaptasi dari Avatar: The Legend of Aang. Banyak kesalahan – kesalahan yang membuat film ini mendapat kritikan yang begitu tajam, seperti buruknya adegan pertarungan, dan alur cerita yang dangkal. Namun yang terparah adalah gagalnya para aktor untuk mengucapkan nama Aang dengan benar. Sunnguh sebuah penghinaan bagi kartun legendaris ini.
Film live action sudah sepantasnya untuk dibuat semirip mungkin dengan versi originalnya. Inilah satu – satunya cara untuk menghormati sang penulis dan hasil karyanya yang luar biasa. Namun sayangnya, beberapa live action hanya mengejar keuntungan besar semata dan mengacaukan keseluruhan film original yang telah dibangun bertahun – tahun.
Salah satu film tersebut adalah The Last Airbender yang diadaptasi dari Avatar: The Legend of Aang. Banyak kesalahan – kesalahan yang membuat film ini mendapat kritikan yang begitu tajam, seperti buruknya adegan pertarungan, dan alur cerita yang dangkal. Namun yang terparah adalah gagalnya para aktor untuk mengucapkan nama Aang dengan benar. Sunnguh sebuah penghinaan bagi kartun legendaris ini.
Quote:
Buruknya pemilihan casting
Supaya kamu lebih paham, langsung saja kita ambil Fist of the North Star sebagai contohnya. Kenshiro, pemeran utama dalam Fist of the North Star, memiliki badan tinggi besar dan berkulit sawo matang. Tidak seperti versi manga, studio yang membuat film live action ini malah merekrut aktor berkulit putih yang minim pengalaman berakting, yaitu Gary Daniels. Gary memang seorang atlet beladiri, namun ketimbang Gary Daniels, bukankah lebih baik bila merekrut aktor yang telah malang melintang di dunia perfilman? Contohnya saja Arnold Schwarzenegger atau Jean Claude Van Damme.
Supaya kamu lebih paham, langsung saja kita ambil Fist of the North Star sebagai contohnya. Kenshiro, pemeran utama dalam Fist of the North Star, memiliki badan tinggi besar dan berkulit sawo matang. Tidak seperti versi manga, studio yang membuat film live action ini malah merekrut aktor berkulit putih yang minim pengalaman berakting, yaitu Gary Daniels. Gary memang seorang atlet beladiri, namun ketimbang Gary Daniels, bukankah lebih baik bila merekrut aktor yang telah malang melintang di dunia perfilman? Contohnya saja Arnold Schwarzenegger atau Jean Claude Van Damme.
0
3.5K
Kutip
20
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan