Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Akhir perjalanan 7-Eleven di Indonesia

Warga berbelanja di salah satu gerai "7-Eleven" yang masih buka di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (23/6/2017).
Seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia akan ditutup per 30 Juni 2017. Gerai waralaba yang mulai aktif pada 7 November 2009 di Bulungan, Jakarta Selatan itu, mengalami "keterbatasan sumber daya yang dimiliki perseroan" untuk terus beroperasi. Apa pasal 7-Eleven harus berakhir setelah delapan tahun mewarnai kehidupan anak muda Ibu Kota?

Perusahaan kelontong asal Dallas, Texas, Amerika Serikat sejak 1927 ini, sahamnya telah diambil alih oleh supermarket asal Jepang pada 2005. Jaringan bisnis di bidang toko kelontong atau convenience store ala 7-Eleven inipun ikut marak di Indonesia--negara ke-17 di dunia yang membuka bisnis waralaba ini.

Pertama berdiri pada 2009, sebanyak 20 gerai dibuka di Jakarta. Pengelola 7-Eleven di Indonesia, PT Modern Sevel Indonesia, melakukan ekspansi besar-besaran pada 2012, dengan modal Rp250 miliar. Hingga 2014, gerai kelontong 7-Eleven sudah berdiri di 150 lokasi di Jakarta.

Berbeda dengan toko kelontong pada umumnya yang hanya jadi tempat membeli, 7-Eleven menawarkan tempat nongkrong untuk menikmatinya. Kemewahan yang sebelumnya hanya bisa didapat di restoran, bisa didapatkan lewat toko kelontong. Kepada The New York Times, pengunjung menyebutnya, "nongkrong gaya baru".

7-Eleven atau akrab dengan sebutan Sevel, menawarkan makanan dan minuman segar--termasuk minuman beralkohol--bahkan yang unik Sevel. Sebutlah Slurpee, es sirup aneka rasa yang bisa membuat lidah konsumennya berwarna-warni. Diciptakan dan dikembangkan dengan jenama Icee di Kansas, AS, minuman dingin ini dipopulerkan 7-Eleven dengan jenama Slurpee di Dallas, Texas, sejak 1965.

Sesuai namanya, konsep awal gerai 7-Eleven buka sejak pukul tujuh hingga sebelas malam. Di Indonesia, gerai kelontong modern lengkap dengan internet gratis ini, buka hingga 24 jam sehari. Praktik yang sama berlaku di negeri asalnya sejak 1962.

Namun pada 2015, pendapatan Sevel di Indonesia mulai merosot. Situasi ekonomi melemah, daya saing tinggi antar minimarket, serta melemahnya daya beli konsumen dinilai sebagai sebab. Perusahaan pun mengevaluasi kinerja toko yang tidak mencapai target untuk mengurangi biaya operasional.

Beberapa gerai Sevel mulai tutup sejak 2015. Tren itu rupanya berlanjut hingga 2017. Kinerja seret Sevel mulai tampak nyata saat diberlakukannya larangan menjual minuman beralkohol di minimarket pada 2015. Aturan yang sempat menuai kontroversi, hingga pemerintah menerbitkan kelonggaran terbatas.

Kinerja PT Modern Internasional Tbk., seperti dilaporkan Liputan6.com, cenderung turun hingga 2016. Per September 2016, pendapatan perseroan turun 31,37 persen menjadi Rp660,67 miliar. Perseroan pun menanggung rugi sekitar Rp162,02 miliar hingga kuartal III 2016. Sementara pada periode yang sama sebelumnya, bisa untung Rp11,77 miliar.

Lalu pada 19 April 2017, PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI)--anak perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia--berniat mengakuisisi PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang merupakan anak perusahaan PT Modern International Tbk. (MI). Akuisisi bernilai Rp1 triliun itu, membawa kabar baik bagi masa depan Sevel Indonesia.

PT MSI mau mempertimbangkan penjualan segmen usaha ini lantaran mengalami kerugian. Direktur PT Modern Internasional Tbk., Chandra Wijaya, mengatakan kerugian bisnis ini sebagai akibat dari "kompetisi pasar yang tinggi serta pengembangan segmen bisnis ini perlu modal besar pada masa yang akan datang."
Benarkah karena pelarangan minuman alkohol belaka?
Perjanjian akuisisi yang akan tercapai pada 30 Juni 2017 bila syaratnya terpenuhi, sayangnya tak berjalan mulus. Tenggat 17 Juni terlampaui. Akhirnya pada 22 Juni, Chandra Wijaya menandatangani pengumuman resmi bahwa per 30 Juni 2017 seluruh gerai 7-Eleven di bawah pengelolaan PT MSI akan ditutup.

Rencana transaksi material atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store 7-Eleven beserta aset-aset yang menyertainya kepada PT Chaeroen Pokphand Restu Indonesia, "mengalami pembatalan karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan," tulis Chandra.

Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani, ditutupnya seluruh gerai Sevel di Indonesia tak menggambarkan lesunya kinerja ritel secara keseluruhan. Masalah Sevel, menurut dia, adalah model bisnis yang kurang pas.

Karakter ritel domestik adalah mengambil marjin tipis untuk menjaga volume transaksi tetap tinggi. Sementara Sevel, modalnya besar untuk sewa tempat. Kinerja penjualan gerai pun tak mampu menutupi biaya operasional yang cukup tinggi.

"Kompetitornya memang yang beli keluar masuknya sedikit, tapi volume transaksinya relatif besar. Di Sevel, orang beli satu Coca Cola saja nongkrongnya dua tiga jam," ujar Rosan usai menghadiri open house di rumah dinas Menteri Perindustrian, Minggu (25/6/2017), dikutip Bisnis.com.

Beda lagi menurut pendapat akademisi dan praktisi bisnis, Rhenald Kasali. Guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, di Kompas.com menulis Sevel sulit berkembang sejak 2012, saat izin usaha mereka terganjal regulasi.

Persoalan izin memang sudah jadi isu sejak berdirinya. Pemerintah DKI Jakarta memantau perkembangan gerai Sevel agar tidak berubah menjadi minimarket. Pasalnya, waralaba itu sebagian besar sahamnya milik asing, sementara pengelola minimarket modalnya harus berasal dari dalam negeri. Kritik pun datang dari DPRD DKI Jakarta.

Menteri Perdagangan saat itu, Gita Wirjawan, menyatakan 7-Eleven dan Lawson--dua waralaba kelontong--akan ditertibkan karena keduanya beroleh izin dari Kementerian Pariwisata untuk gerai restoran, bukan untuk menjual produk ritel. Pernyataan yang dibantah pihak Kementerian Pariwisata, karena izin datang dari pemerintah daerah.

Kontroversi ini berpangkal dari kosognya payung hukum yang jelas mengenai bisnis usaha gerai yang menjual kelontong sekaligus beroperasi mirip restoran. Pihak pengelola Sevel menyatakan, kegiatan bisnis mereka sejak 2009 berizin kafetaria, yang fokus pada layanan makanan cepat saji. Sisanya hanya tambahan.

Kalaupun menjual barang kelontongan, seperti sabun, pasta gigi, dan rokok, menurut Marketing & Public Relation Division Head PT Modern Putra Indonesia (saat itu), Neneng Sri Mulyati, jumlahnya tidak melebihi 10 persen dari total barang yang dijual.

Pada Januari 2015, pengelola Sevel mengakui gerainya ada yang belum memenuhi aturan. Mereka pun siap menyelesaikan perizinannya. Sementara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, menyatakan hanya mengeluarkan 91 izin hingga 2014.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...n-di-indonesia

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Blusukan ke Tabanan, Obama beli beras merah

- Awal rekonsiliasi Jokowi dan GNPF MUI?

- Mereka mangkat dalam tugas Operasi Ramadniya 2017

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
12.8K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan