Irjen Kemendes PDTT SUG (tengah) dengan rompi tahanan meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Sabtu (27/5). KPK menahan empat tersangka dugaan suap pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) BPK atas laporan keuangan Kementerian PDTT tahun 2016.
Cerita jual beli predikat dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali terbukti ada.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (26/5) sore menangkap pejabat BPK beserta dan pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

"Dalam operasi tangkap tangan tersebut diamankan tujuh orang," kata Ketua KPK Agus Raharjo dalam konferensi pers di gedung KPK, Sabtu (27/5) seperti dikutip dari detikcom.

Tujuh orang ditangkap di dua tempat berbeda. Mereka adalah ALS (auditor BPK), RS (eselon I BPK), JBP (eselon III Kemendes), sekretaris RS, sopir JBP, dan satu satpam. Satu orang lainnya, SUG (Irjen Kemendes), ditangkap di kantor Kemendes di Kalibata, Jakarta Selatan.

Agus menceritakan, sekira Jumat pukul 15.00 WIB, tim penyidik KPK menemukan uang Rp40 juta di ruangan ALS, yang menjadi bagian dari total komitmen dari Rp240 juta. Pada awal Mei 2017, diduga telah diserahkan uang Rp200 juta.

Tim lalu menyegel ruangan ALS dan RS.

Selang 80 menit kemudian, tim penyidik KPK mendatangi kantor Kemendes. Tim kemudian mengamankan SUG. Di Kemendes PDTT, ada empat ruangan yang disegel. Yakni ruangan JBP, dua ruangan di Biro Keuangan, dan ruangan SUG.

KPK menetapkan empat tersangka. "Yakni Irjen Kemendes SUG, JBP, RS, dan ALS," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif, seperti dikutip dari Liputan6.com.

Menurut Agus, suap ini diadakan lantaran Kemendes PDTT ingin opini laporan keuangan tahun anggaran 2016 naik level. "Ada pembicaraan awal kejadiannya adalah minta agar pengin naik dari WDP (wajar dengan pengecualian) jadi WTP, tolong dibantu, nanti ada sesuatu," kata Agus.

Pada 2015, Kemendesa mendapat opini dari BPK dengan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Sedangkan pada 2016, naik predikatnya dengan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Dalam komunikasi percakapan kedua pejabat dari dua lembaga yang terlibat suap itu memakai kata kode "PERHATIAN" untuk menentukan jumlah uang yang bakal disepakati. Uang itu diberikan sebelum dan sesudah predikat WTP itu muncul.

Menteri Kemendesa PDTT Eko Putro Sandjojo menyerahkan status laporan keuangannya kepada BPK. "Apakah mau diaudit lagi atau bagaimana, kami sudah bekerja demikian keras," kata saat ditemui tempo.co di kantornya, Sabtu (27/5).

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan akan melihat dari hasil laporan keuangan. "Tapi teorinya kalau ada kesalahan proses pemberian auditnya dan tidak memenuhi standar auditnya, bisa saja namanya restatement (penyajian kembali)," ujarnya.

Menurut pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2005 hingga 27 Mei 2017, sedikitnya terdapat enam kasus suap yang melibatkan 23 orang BPK.

Peneliti ICW Emerson Yuntho kepada Kompas.com, menjelaskan, enam kasus suap itu melibatkan Komisi Pemilihan Umum, pemerintah Bekasi, pemerintah Tomohon, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, proyek E-KTP di Kementerian Dalam Negeri, dan terakhir Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

"Tiga kasus suap untuk mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian," ucap Emerson.

Sedangkan tiga kasus lain, masing-masing merupakan kasus suap untuk mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian, untuk mengubah hasil temuan BPK, dan untuk membantu kelancaran proses audit BPK.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...modus-suap-bpk

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- RUU Terorisme, Tito minta kewenangan kepolisian ditambah

- 5 hakim telah ditunjuk, Ahok bakal sidang banding

- Korupsi helikopter: tiga tersangka dan malu panglima pada presiden