4051NoviAvatar border
TS
4051Novi
Menunggumu, mungkin salah satu kebodohanku. #1
Terlahir sebagai perempuan bukan pilihanku, itu takdirku.
Menjadi anak perempuan tertua dikeluarga bukanlah pilihanku, itu takdirku.
Terlahir dalam keluarga batak juga bukan pilihanku, itu takdirku.
Takdir yang tidak pernah aku sesali.

*****************************************************************
Usiaku hampir 40, aku masih lajang dan memiliki karir. Banyak yang mempertanyakan kenapa aku masih lajang?
Kata mereka, aku cantik, berpendidikan dan lain dan lain dan lain.
Sudah habis kata-kata untuk menjawab mereka, jadi hanya senyumanku sajalah yang menjawabnya.
Apakah itu masalah? Bagi mereka? Atau bagiku?
Tentu saja aku pun ingin memiliki pasangan hidup, tapi bukankan itu bukan semudah memilih baju ditoko?
Ya, mereka kemudian bilang aku pemilih, terlalu pemilih.
Mungkin ada benarnya, karena dia akan menjadi teman seumur hidupku, sepatutnya lah dia merupakan sang pemenang utama toh, bukan pemenang karena WO.
Mereka bilang aku terlalu fokus pada karirku. Cita-cita terbesarku adalah menjadi ibu rumah tangga. Kenapa?
Karena aku ingin mendidik anak-anakku, aku ingin hadir dalam setiap perkembangan mereka.
Mereka bilang aku trauma.
****************************************************************

Aku suka dengan kotaku ini, Bandung. Udaranya memang tak sedingin dulu waktu aku masih kecil.
Lalulintasnya pun sudah sebanding dengan Jakarta.
Tapi tetap, aku suka tinggal di Bandung.

" pagi pak" sapaku pada pak Usep, satpam dikantorku. Pria setengah baya itu tersenyum lebar seperti biasanya sambil membukakan pagar lebar-lebar agar motorku bisa masuk.

Aku memarkirkan motorku.

" hi Mba Dew" sapaku pada Dewi, resepsionis kantorku.

" Hi mba Tik, ada paket tadi dateng, udah dimeja ya" Ujar Dewi.

" paket? Oh ok" aku beranjak dari mesin absensi ke mejaku.

Aku melihat paket yang dimaksud oleh Dewi tadi, bungkusan kecil berwarna coklat.

Sambil menunggu komputerku hidup, bungkusan itu aku buka. Ringan.

Tidak ada nama pengirim atau nama kurir.

" aku tahu kamu pasti kaget! Maaf. Jika kamu berkenan, aku ingin bertemu kamu ditempat biasa kita nanti malam "
" russel"
batinku,

Tulisan tangannya masih bisa kukenali. Aku menarik kertas tadi dan membuka kotak hitam.
Sebuah cincin. Napasku tertahan. Apa arti ini semua? Oh Tuhan, kenapa dia harus kembali?
3 tahun yang lalu kami sepakat untuk berpisah. Berpisah demi kebaikan kami masing-masing.

Hampir pukul 7 dan aku masih berdiam diri dikursiku, kantor ini sudah kosong.
Aku ragu, haruskah aku menemui Russel? Untuk apa cincin ini?
Dulu kami sudah sepakat untuk saling melupakan dan memulai hidup baru kami masing-masing.
bagaimana kabarnya? Bagaimana wajahnya kini? Aku menarik kaca dari dalam tasku.
Rambutku perlu disisir dan wajahku tampak kuyu. Aku beranjak ke toilet dan memoles wajahku.

"Baiklah, aku akan menemuinya" Ujarku pada bayanganku di cermin.

Kafe ini masih sama seperti dulu, lampu temaramnya membuat suasana terasa damai.
Walau pertengahan minggu, tetap saja penuh. Aku kesulitan mencari sosok Russel.
Apakah dia sudah pulang? Aku melirik jam di dinding. Hampir jam 9.

Biasanya kami duduk dibagian dalam, dekat taman dan bar, aku coba mencari ke arah sana, tapi tidak ada.
Mungkin dia sudah pulang.

" ada yang bisa saya bantu?" sapa pelayan mengejutkanku

" eh,, ga, saya cari orang, harusnya udah disini, tapi saya ga tau dimeja mana"

Waiter itu melihat ke ponsel ditanganku.

" saya ga tau nomor kontaknya" ucapku kemudian.

" mba Tika?" Aku memalingkan wajahku ke meja resepsionis dan mengangguk.

" sudah ditunggu di meja 33" ujarnya kemudian, lalu waiter tadi mengantarku.

Ya, Russel sudah ada disana, meja ini terhalang dahan pohon.

" Hi" sapaku, canggung rasanya bertemu dia.

" Hi Tika, apa kabar?" jawab Russel, dia mengulurkan tangannya.

"baik, kamu apa kabar?" aku mencoba untuk setenang mungkin.

Russel kemudian menarikan kursi untukku duduk.

"sejak kapan kamu diBandung? " tanyaku

Russel tersenyum " pesen dululah,atau mau mesen yang biasa?"

" eg, boleh"

Russel memanggil waiter dan memesankan Lyche tea.

Hening. Rasanya waktu terhenti. Aku menyusun kalimat diotakku namun tak mampu untuk mengeluarkannya.

" kamu terima paketku?"
Ujar Russel memecah keheningan. Aku reflek mengambil kotak tadi dari dalam tasku.

"ini..untuk apa ini?" tanyaku sambil meletakan kotak itu diatas meja.

Russel pun mengeluarkan sebuah kotak lain dari sakunya.

" ini pasangannya.. Coba kamu baca tulisan di cincin itu"

Aku membuka kotak tadi dan mengambil cincin.

" ada nama kamu" Ujarku

"dan disini ada nama kamu" jawabnya
" aku mau melamar kamu"
" Hah?! Tunggu-tunggu, kamu bercanda kan?"

"Kenapa aku harus bercanda?"

"Russel, kita sudah tidak bertemu hampir 3 tahun"

" trus? "

" kamu yakin aku belum punya pasangan?" Ujarku sedikit menantangnya

" yang aku tahu kamu belum menikah, dan itu cukup bagiku"
Russel penuh percaya diri.

"kalau aku sudah punya pacar?"

" itu terserah kamu, hati kamu yang menjawab, kamu terima lamaran aku atau pacar kamu"

Ya Tuhan!! Aku kehabisan kata-kata.

" Russel.." panggilku lirih, pria yang pernah menjadi bagian hidupku ini tampak jauh berbeda dari 3 tahun yang lalu.
Sikap matang seorang pria kini itu terlihat jelas dalam dirinya.

"kenapa dulu kamu menyerah pada orangtuaku?"

Alasan kami dulu berpisah karena orangtuaku tidak menyetujui hubunganku dengan Russel.

Russel menarik napas. " karena dulu aku tidak punya apa-apa, dan pandangan orangtuamu saat itu benar adanya, aku hanya akan membuatmu menderita, aku hanya pemuda tanpa pekerjaan tetap"
"tapi sekarang aku berbeda, aku datang dan mencari tahu kabarmu, Puji Tuhan kabar yang aku dapatkan sesuai harapanku" sambungnya
Kami terdiam.

" kamu mau kan? " tanya lagi memecah keheningan, Russel menyentuh tanganku.

"entahlah.. Aku takut jika orangtuaku masih belum merestui kita. Aku tidak mau patah hati kedua kalinya"

Russel tersenyum. " aku akan memintamu lagi pada mereka, kali ini jika mereka masih tidak setuju, aku akan menculikmu"
ujarnya setengah tertawa.

Aku pun ikut tersenyum mendengarnya. Russel oh Russel.
********************************************************************************

Russel datang sesuai janjinya. Minggu siang saat semua anggota keluarga hadir dirumah. bapa, mama, adik-adikku dan keponakanku.
bapa terlihat kaget saat melihat Russel. Dia datang dengan orangtuanya.

"Kami datang kesini mau melamar putri anda"
Ujar bapa Russel membuka pembicaraan setelah cukup berbasa-basi.

" siapa? Untuk siapa?" jawab bapa

"Russel dan Tika"

bapa terdiam dan saling pandang dengan mama.

"Tika" panggil bapa, aku menghampirinya.

"kamu masih ada hubungan toh dengan Russel selama ini? Kamu bohongin bapa dan mama"
Ujar bapa membuatku kaget.

"ga, bapa.. Ga gitu"

"bukan Tulang.Tika tidak bohong pada Tulang, kami benar-benar putus dan tidak pernah kontak lagi selama 3 tahun ini" Sela Russel
"sayalah yang datang lagi kepadanya minggu lalu. Saya sudah berubah om, saya bisa menjamin kehidupan Tika"

Hening. Aku berlalu kembali ke ruangan belakang. Aku tak sanggup untuk mendengarkan kelanjutan pembicaraan ini. Aku berserah.

"Bagaimana Tulang? Russel memberanikan dirinya mengulang pertanyaan

"Kamu terlambat, kami sudah menerima lamaran dari Amangborunya Tika 2 hari yang lalu"

Jawaban bapa membuatku lemas dan semuanya menjadi gelap.
******************************************************************************
Tanggal, acara dan gedung sudah ditentukan. Undangan pun sudah dicetak.
Pernikahanku, yang diatur tanpa sepengetahuanku.
bapa dan mama tahu ketidaksetujuanku tapi mereka berdalih tidak bisa menolak karena adat batak seperti itu.
Lamaran dari pariban tidak boleh ditolak.
Aku tahu itu hanya alibi mereka.
Seperti janjinya, Russel akan membawaku pergi.
Harinya sudah ditentukan, sedikit demi sedikit aku sudah mengemasi keperluanku.
Sulit sebetulnya untuk melalui ini, namun akan lebih sulit lagi jika aku menghadiri acara pernikahan, pernikahanku
Aku mengenal pria yang dijodohkan padaku itu, Ale, mengenalnya sejak kecil malah, ya karena dia memang sepupu kandungku.
Tapi untuk menikahinya, rasanya bukan pilihan bagiku, cukuplah kami sebagai sepupu yang saling menyayangi.
Bukan kebiasaanku untuk melawan orangtuaku, namun kali ini, aku memilih untuk menentukan jalan hidupku sendiri.
Semua kesibukan persiapan pesta membuat Mama tidak peduli dengan sikap acuhku, semua disodorkan padaku dengan sumringahnya.
Calon mertuaku pun sering berkunjung untuk berdiskusi dengan bapa dan mama. Tapi anehnya, ale tidak pernah datang.
Namboru, calon mertuaku, selalu bilang " ale lgi sibuk, maklum ya tika" berhubung ale kerja diluar kota, dipedalaman, jadi mama dan bapa sangat memakluminya.
******************************************************************************
Malam ini terakhir untuk semua sandiwara ini, Russel akan menjemputku. Acara pesta pun akan batal karena penganti perempuan menghilang.

Mama dan bapa yg aku cintai,
maaf jika akhirnya aku mengecewakan kalian.
Mama dan bapa tahu aku tidak setuju dengan keputusan kalian dengan menjodohkan aku dengan ale.
aku tahu kalian ingin yang terbaik bagiku. Kali ini izinkan aku memilih jalan hidupku.
Aku memilih untuk pergi dengan Russel.
Doakan aku terus ya, mama dan bapa.

Kuletakan secarik kertas ini di atas meja riasku.
Aku mengucap selamat tinggal pada kamarku, dan beranjak menuju jendela kamarku.
Pukul 2.45, udara sangat dingin, sebentar lagi mama akan mengedor kamarku untuk mulai berhias.
Aku tiba di ujung jalan komplek, titik pertemuan yang kami sepakati. Aku tiba lebih cepat 10 menit.
Aku mencari tempat duduk yang agak terhalang dari pandangan orang jika ada yg melintas.
Russel belum juga datang, aku melirik jam tanganku, 3.15.
Ku coba menghubungi ponselnya, tapi tidak aktif. Kemana dia? Pagi mulai terang, sebentar lagi jalanan ini akan ramai.
Kecemasan mulai memenuhi hatiku. Apa yang terjadi? Russel ingkar janjikah? Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?
3.30 Russel masih belum datang. Aku melangkahkan kakiku ke jalan raya. Aku harus pergi dari sini, sebelum ada yang mengenaliku,
aku yakin dirumah sudah ramai mencariku. Aku tidak lagi coba menghubungi Russel karena aku pun harus mematikan ponselku.
Aku naik kendaraan umum yang melintas, tidak peduli tujuan mana.
Tanpa tujuan dan akhirnya aku berhenti di kantorku, satu-satunya tempat yang terlintas di otakku. Satpam kebingungan melihatku pagi-pagi buta di hari sabtu.

" Rani,, lo lgi dmana? Jemput gw dong dikantor"
******************************************************************************************************************
Hari-hariku tak lagi sama sejak hari itu. Ketidakmunculan Russel meninggalkan berjuta luka dan tanya dihatiku.
Dia yang tiba-tiba datang dan kemudian pergi tiba-tiba juga. Aku tak mendengar kabar dari Russel setelahnya.
3 tahun sudah berlalu, diusiaku yang 40 tahun ini, mungkin mereka benar, aku trauma. Tapi tidak juga, aku beberapa kali menjalin hubungan, tapi memang mungkin jodohku belum hadir, hingga aku masih sendiri sampai saat ini.

Aku hijrah ke Jakarta untuk memulai hidup baru dengan suasana baru, setelah pembatalan pesta pernikahanku, hubunganku dengan orangtuaku menjadi sulit, terlebih karena aku merasa malu sendiri dengan yang sudah terjadi, tapi setidaknya aku tidak jadi menikah dengan pria yang tidak aku cintai.

Aku mendatangi orangtua Russel suatu hari, saat itu mereka tidak tahu apa yang terjadi dan apa rencana kami. Russel pergi keluar kota seminggu sebelumnya untuk sebuah pekerjaan. Entahlah apa yang terjadi dengan Russel. Aku menutup buku tentangnya dan kembali fokus dengan diriku.

Diubah oleh 4051Novi 16-05-2017 02:46
0
2.6K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan