Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Perusahaan pembalak hutan divonis denda Rp16,24 triliun

Tumpukan kayu akasia yang siap dihanyutkan di Pelalawan, Riau, pada November 2007. Mahkamah Agung menghukum PT Merbau Pelalawan Lestari dengan denda Rp16,24 triliun karena tudingan merusak hutan.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) melawan PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) dengan denda Rp16,24 triliun. Dalam putusan yang diunggah di laman MA pada Rabu (16/11) itu tertulis, Majelis Hakim yang diketuai oleh Prof Dr Takdir Rahmadi itu memutuskan PT MPL bersalah dan harus membayar kerugian kepada negara sebesar Rp16,24 triliun.

Dalam putusan perkara dengan nomor 460 K/Pdt/2016 itu disebut, kerugian sebesar itu terdiri dari Rp12,167 triliun karena perusakan lingkungan hidup di dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman (IUPHHK-HT) seluas 5.590 hektare.

PT MPL juga dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp4,076 triliun karena merusak lingkungan di luar izin area, seluas 1.873 hektare. Pembalakan itu terjadi sepanjang 2004, 2005, dan 2006.

Namun belum ditemukan suara atau pun konfirmasi dari PT MPL terkait putusan kasasi ini.

Putusan ini sebenarnya diambil dalam sidang 18 Agustus 2016. Selain hakim agung Prof Dr Takdir Rahmadi, dua hakim yang menjadi anggota adalah hakim agung Dr Nurul Elmiyah dan I Gusti Agung Sumanatha.

Kementerian LHK mengapresiasi putusan ini Majelis Hakim. "Ini sesuai rasa keadilan bagi lingkungan," kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK kepada Mongabay. Dia berharap, putusan ini membuat jera buat pelaku lain.

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Ditjen Penegakan Hukum menyebutkan setelah putusan diterima, KLHK segera menindaklanjuti putusan beserta eksekusi. "Nilai tuntutan dan putusan dalam perkara memang paling besar sepanjang sejarah Kementerian LHK," katanya.

Organisasi lingkungan, Walhi juga mengapresiasi putusan MA ini. Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Hutan dan Sawit Walhi Nasional, mengapresiasi proses hukum Indonesia pada lingkungan. "Negara tak perlu ragu lagi menunjukkan marwahnya dalam melawan korporasi," katanya.

Zenzi juga mendorong, perlu pengadilan lingkungan di wilayah yang rentan kasus kehutanan dan lingkungan. Selain itu, proses perizinan pemerintah pusat pun perlu dikaji kembali. "Amar putusan terkait perusahaan melawan hukum ini jadi dasar mengkoreksi perizinan," ucap Zenzi.

Kementerian LHK sebenarnya sudah kalah dalam gugatan ini. Dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, Maret 2014 majelis hakim yang diketuai Reno Listowo menolak gugatan ini. Pengacara Kementerian LHK, saat itu Berto Herora Harahap menyatakan akan mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Riau.

Tujuh bulan kemudian, keputusan majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri. "Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 3 Maret 2014 Nomor 157/Pdt.G/2013/PN.Pbr yang dimohonkan banding tersebut," putus majelis banding pada 28 November 2014, seperti dilansir detik.com.

Ketua majelis banding Betty Aritonang, sebenarnya tak setuju PT MPL bebas melengang dari tanggung jawab. Menurutnya, perlu pemeriksaan ke lokasi kejadian untuk menentukan vonis denda Rp16 triliun ini. Namun ia kalah suara dengan dua anggotaMajelis Hakim, Anthony Syarief dan Sabar Tarigan Sibero.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...rp1624-triliun

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pandji Pragiwaksono: Di belakang semua kandidat itu busuk

- Kenapa parpol pendukung kurang getol membela Ahok?

- Jadi tersangka pun, Ahok tetap bisa selesaikan tahapan Pilkada

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
6.9K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan