Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

phd.in.hatredAvatar border
TS
phd.in.hatred
Megawati Soekarnoputri, Dalam Parodi "Dislike"
ADA kecenderungan, apapun atau apa saja yang dilakukan oleh Megawati Soekarnoputri di republik ini, selalu salah, disorot ataupun dikritik. Ketidak sukaan atau "dislike" kepada Presiden RI yang ke-5 itu, setiap saat muncul di media sosial. Bentuknya bermacam-macam mulai dari yang terang-terangan sampai yang hanya bersifat parodi.

Ketidak sukaan terhadap Megawati itu sebenanya hal wajar. Hanya saja yang menjadi fenomena, mengapa ketidak sukaan itu semakin menjadi-jadi semenjak Megawati menjanda ?.

Saat tak ada lagi Taufieq Kiemas yang menjadi pendamping sekaligus pelindungnya.

Ketika suaminya Taufieq Kiemas, politikus senior yang digadang gadang sebagai negarawan itu masih hidup, serangan terhadap Megawati, boleh disebut sangat jarang.

Serangan atau kritik paling baru terjadi Jumat 9/9, saat Komjen (Pol) Budi Gunawan dilantik selaku Kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo di Istana, Jakarta.

Penetapan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN dinsinuasikan terjadi hanya karena pengaruh Megawati. Sejatinya, Budi Gunawan dianggap sebagai sosok yang tidak cocok untuk jabatan tersebut.

Seharusnya pengaruh Mega itu tidak patut dijadikan pertimbangan Presiden Joko Widodo. Sebab dengan begitu jabatan Kepala BIN tidak lagi dilihat sebagai posisi sakral. Posisi yang harus diisi oleh pejabat profesional dan kapabel.

Budi Gunawan memang merupakan orang dekat Megawati. Sebab di tahun 1999 - 2004, Budi menjadi ajudan Mega ketika yang terakhir ini menjabat Wakil Presiden (1999 - 2001) kemudian Presiden (2001 - 2004).

Begitu juga, ketika Budi Gunawan mencium tangan sang bunda seusai acara pelantikan, ciuman itu seperti dikesankan sebagai sesuatu yang tidak wajar. Atau memberi ucapan terima kasih, penghormatan secara berlebihan.

Seolah-olah cium-mencium tangan seperti itu baru dilakukan oleh Budi Gunawan terhadap Megawati.

Orang lupa, ketika Menparpostel/Ketua Legiun Veteran RI, Jenderal Tahir, di tahun 1980-an, juga melakukan hal serupa kepada Presiden Soeharto. Saat itu tak ada yang berani mempersoalkan.

Secara implisit ditambahkan, cium tangan ala Budi Gunawan itu menjadi sebuah kejanggalan. Sebab isteri Budi Gunawan absen di acara penting tersebut. Posisi sang isteri yang digantikan oleh puteranya, mengundang tanda tanya.

Sebagai pengamat, membaca berbagai postingan yang menyoroti Megawati, saya merasa sangat tertinggal. Kepekaan saya ternyata sudah berkurang terhadap persoalan-persoalan sosial dan politik yang patut dikritisi.

Tetapi saya kemudian merenung. Akhirnya saya tiba pada kesimpulan sementara bahwa kejadian di atas bukanlah hal penting apalagi terpenting untuk dipersoalkan di republik ini.

Pengeritik Mega justru perlu diingatkan. Bahwa ada subyektifitas yang berlebihan terhadap Mega.

Stigma bahwa Megawati mengistimewakan Budi Gunawan, seorang Jenderal polisi yang pernah menjadi ajudan, sebagai sebuah kesalahan besar, dipelihara.

Atau Mega memberi perlakuan istimewa terhadap Budi Gunawan, juga sebuah dosa besar.

Banyak yang berpikiran pendek atau tidak mencatat bahwa hampir semua ajudan Presiden Soeharto pasti menduduki posisi penting di republik ini.

Terakhir jenderal polisi Sutanto, setelah lepas dari jabatan Kapolri, diangkat oleh Presiden SBY selaku Kepala BIN.

Wiranto yang saat ini menjadi Menko Polkam, merupakan mantan ajudan Presiden Soeharto yang mencapai posisi puncak di TNI - Panglima.

Bedanya mungkin, ketika Sutanto atau Wiranto dilantik, mereka tidak mencium tangan Presiden.

Jadi saya menandai kritikan terhadap Megawati, seperti sudah menjadi budaya salah kaprah.

Kritikan terhadap Megawati sepanjang dia masih memimpin PDIP, partai terbesar saat ini, tak akan pernah habis.

Bagi sementara kalangan, Megawati adalah salah satu sosok politikus atau pemimpin Indonesia yang berkualitas di bawah standar. Karena itu dia harus dikritik terus dan tak boleh dibiarkan mempengaruhi pengambilan keputusan di negara ini.

Dia harus dihujani dengan peluru kritikan. Kebetulan, sekali lagi, setelah suaminya meninggal, ibarat kuliner, ia merupakan makanan empuk yang enak disantap.

Kesalahan Megawati, terjadi di semua zaman. Semenjak era Orde Baru, ketika dia sebagai Presiden dan di era sekarang, saat dia tinggal menyandang jabatan sebagai Ketua Umum PDIP.

Itu sebabnya ketika Megawati mendukung Ahok sebagai calon Gubernur DKI dalam Pilkada 2017, tindakan itu juga dianggap sebagai salah. Mega dianggap tidak mengerti aspirasi masyarakat.

Lantas apa yang menjadi hak individu Megawati ?

Megawati juga membuat blunder besar saat menyebut Presiden Joko Widodo sebagai "petugas partai".

Blunder Megawati semakin bertambah ketika puterinya Puan Maharani, ikut-ikutan mempertegas bahwa memang benar bekas Walikota Solo yang jadi Presiden RI ke-7 ini, tak lebih dari seorang politisi yang ditugaskan oleh partai untuk menjadi Kepala Negara.

Padahal baik Mega maupun Puan, kalaupun mereka salah bicara, keduanya berbicara seperti itu karena titik tolak mereka adalah sejarah, dogmatis dan teori.

Beda dengan titik tolak para pengeritik.

Perspektif Mega dan Puan itu, disanggah dengan argumentasi politik dan demokrasi. Yah, pasti tidak ketemu.

Dalam banyak hal saya sependapat dengan beberapa penilaian yang menempatkan Megawati sebagai pemimpin yang patut dikritik. Tapi hanya sampai di situ.

Selanjutnya saya tidak setuju jika kritikan itu menjadi sebuah budaya atau keharusan. Apalagi menjadi kritikan yang penuh aroma kemarahan, dendam serta kebencian.

Saya bisa bersikap demikian, karena memang ada sejarahnya. Selain itu saya selalu berusaha berada di garis tengah.

Kritik saya terhadap Mega saya sampaikan kepada Taufieq Kiemas, almarhum, suaminya. Termasuk kritikan terhadap puteri kandung mereka, Puan Maharani.

Namun kritikan saya serta merta seperti kehilangan bobotnya, setelah mendapat jawaban secara apa adanya dari Taufieq Kiemas (TK).

Pada intinya, TK meminta saya untuk mempelajari, minimal memahami latar belakang kehidupan Megawati.

Mega lahir dan besar di Istana, saat ayahnya Soekarno selaku Proklamator menjabat sebagai Presiden RI. Hal ini disukai atau tidak, yang pasti hal ini mempengarhi kepribadian Megawati. Mega sebagai wanita, menjadi manusia biasa yang berbeda dengan manusia Indonesia lainnya.

Sebagai anak Presiden Soekarno yang terikat dengan protokol, kemana-mana dia dijaga dan diawasi oleh pasukan pengawal Presiden. Penjagaan serba ketat ini menurut TK, membuat dunia pergaulan Megawati menjadi terbatas.

Dengan keterbatasan tersebut, Mega pun memiliki keterbatasan memilih dan mencari teman. Semua sahabatnya disaring, diseleksi oleh pengawal Presiden dan sadar atau tidak, hal itu mempengaruhi cara dia berinteraksi dengan siapapun.

Ketika ayahnya, Soekarno dilengserkan dari kekuasaan, Megawati mengalami kehidupan yang cukup pahit. Diisolasi oleh penguasa, dimusuhi oleh masyarakat dan masih dizolimi ketika kehidupan ekonominya sangat memprihatinkan. Total penderitaan Megawati berdurasi 32 tahun.

Sebuah pengalaman pahit antara lain diceritakan, bagaimana Megawati naik sebuah bus kota dari Kebayoran Baru menuju kota. Semua penumpang seperti membenci keberadaannya di dalam bus kota tersebut. Sebab saat itu rezim Orde Baru memang sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan keburukan rezim Orde Lama (Soekarno).

"Jadi tolong jangan pernah kau bandingkan mba Ega (sebutan TK buat MS) dengan aku atau politisi lainnya. Sebagai aktifis, aku suka bergaul dan tidak pernah curiga kepada siapapun. Aku tidak punya trauma".

"Terhadap Puan pun, juga jangan kau bandingkan dia dengan yang lain. Sikap mba Ega ada yang menurun ke Puan. Jangan kau pikir aku tidak memikirkan bagaimana membuat Puan supaya punya banyak teman yang dekat dengannya. Tidak usah sebanyak seperti teman-temanku. Tetapi paling tidak, tak banyak yang menjauh dari dia dengan alasan Puan kaku....", Taufieq menjelaskan.

Untuk lebih meyakinkan tentang asesmennya terhadap Megawati, setelah percakapan itu, TK mengatur pertemuanku dengan Presiden RI ke-5 tersebut.

Kami bertiga pun makan malam bersama di kediaman pribadi mereka di Jl. Teuku Umar, Jakarta Pusat. Meja makan yang digunakan, berbentuk bundar. Sehingga kami bertiga saling berhadap-hadapan. Percakapan sambil makan, ternyata lebih akrab, apalagi dimulai dengan hal-hal yang ringanntapi mendebarkan. Seperti persahabatan keluarga TK - Mega dengan pawang ular dari Jawa Tengah - Sartono (?) almarhum.

Dalam makan malam itu, saya memang banyak mengajukan pertanyaan, dan dijawab mba Mega secara apa adanya.

Dari percakapan dengan bang TK ditambah dengan dialog dalam makan malam bertiga tersebut, persepktif saya tentang Megawati pun berubah.

Dalam arti, Mega sebagai pemimpin tidak pantas untuk dilecehkan - terutama oleh mereka yang belum pernah berjasa bagi republik ini.

Mega adalah Presiden wanita pertama Indonesia yang erjasa karena berani mengatakan "tidak" kepada George Bush junior, Presiden Amerika Serikat. Megawati menolak permintaan Bush agar Indonesia mendukung invasi Amerika Serikat terhadap Irak.

Penolakan lain yang dilakukannya, yaitu tidak memenuhi permintaan Bush agar Megawati mengekstradisi ustadz Baasir dari Pesantren Ngruki, Solo. Bush menganggap Baasir merupakan
bagian darin jaringan teroris Al-Qaeda.

Mega menolak warganya dizolimi oleh bangsa lain. Walaupun dari segi ideologi Pancasila, Baasir merupakan WNI yang menolak Pancasila.

Penolakan Mega benar. Sebab belakangan mulai terungkap, Al-Qaeda itu sendiri ciptaan dari sekelompok ahli strategi perang di elit Washington.

Sementara sikap Mega yang berkata "tidak" pada Bush, menunjukkan sebagai pemimpin Indonesia, wanita ini, merupakan sosok yang tidak bisa didikte.

Sikap Mega yang menunjukkan dia pantas dianggap pemimpin bangsa, masih banyak yang bisa diurai. Tetapi itu tidak menjadi penting, kalau kita bersepakat mengadopsi pandangan yang selalu menghormati pemimpin pilihan rakyat.

Mengenai hubungan Megawati dan Budi Gunawan itu sendiri, saya tidak melihat hal tersebut sebagai sebuah isu berkualitas yang patut dijadikan topik bahasan.

Kalau itu dilakukan, hal tersebut sama dengan membuat kita mengakui bahwa cara pandang bangsa kita, selalu bertumpuh pada semua persoalan harus dilihat dari sisi negatif.

Pertanyaannya, kapan kita bisa lebih mengedepankan pendekatan berpikir positif ?

Penulis adalah jurnalis senior

http://www.rmol.co/read/2016/09/12/2...arodi-Dislike-



DI BAWAH CONTOH TEST THE KOBOKAN

Kasus jual murah gas Tangguh, kubu Mega salahkan SBY

Merdeka.com - Ekonom Megawati Institute Iman Sugema melihat kasus penjualan gas dari lapangan Tangguh, Papua ke China dengan harga murah bukan salah pemerintahan Megawati Soekarnoputri . Menurut dia, kebijakan sudah benar saat harga gas dunia belum setinggi sekarang.

"Di mana waktu beliau jadi presiden tahun 2001-2004 itu kita harus memahami dalam konteks pada saat itu. Contohnya penjualan gas Tangguh, dikatakan bahwa itu terlalu murah, dalam konteks sekarang, oke ya. Di tahun 2003 waktu itu situasi dunia untuk harga gas dan minyak bumi sedang turun," ujar Iman dalam Diskusi Polemik di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/4).

Menurut dia, keputusan menjual gas Tangguh dengan harga USD 3,5 per mmbtu sudah sesuai dengan mekanisme pasar. Selain itu, saat itu, kata dia, pemerintah juga kesulitan menjual gas Tangguh.

"Dan waktu itu pasarnya adalah konsumer, keputusannya lebih dipengaruhi kepentingan pembeli karena waktu itu banyak sekali ladang gas yang belum tereksploitasi kemudian tidak ada pembeli," tegas dia.

Karena itu, pemerintah Mega menjual gas ke China dengan harga USD 3,5 per mmbtu. Dalam perjanjian harga tersebut tetap, tanpa mengikuti harga gas dunia.

"Pada saat itu dengan pertemanan Bu Mega dan para pejabat di China punya long history, kemudian dibuat keputusan bahwa satu untuk menghindari volatilitas penerimaan negara harga gas tidak dengan floating tapi dengan harga yang tetap," terang dia.

Sehingga jika di kemudian hari kebijakan itu bermasalah, lanjut dia, hal itu adalah tanggung jawab pemerintah selanjutnya. Sebab Mega, kata dia, tak lagi bisa merevisi perjanjian itu karena sudah tak menjabat sebagai presiden.

"Karena harga itu naik terus, ini tugas pemerintahan SBY untuk merevisi perjanjian, bukan tugas Bu Mega, enggak mungkin Bu Mega yang merevisi," tegas dia.

"Kalau ada komplain harga gas terlalu rendah itu tugas pemerintah sekarang untuk melakukan renegosiasi," pungkasnya.

[bal]

http://www.merdeka.com/politik/kasus...ahkan-sby.html



SUPER TANKER YNG MUAT 3 JUTA BARREL DIJUAL, SATELIT, PABRIK MAUFAKTUR TEXMACO DIBUAT BANKRUPT
TOLOL INI MEMANG DIWARISKAN SECARA GENETIK PERPOLITIKAN INDONESIA
0
4K
57
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan