Penggiat masyarakat dari Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut) Sahat Safiih Gurning, kini meringkuk di penjara. Ia dituduh menghina lambang negara di akun Facebook miliknya. Penahanan itu menuai pertanyaan.
"Mengapa langsung ditahan? Aneh. Kenapa masalah begitu langsung ditahan kepolisian? Ia menderita di rutan," bela pengacara Sahat, Kirno Siallagan, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (22/7/2016).
Menurut Kirno, apa yang dilakukan kliennya murni sebuah bentuk kritikan terhadap bangsa Indonesia. Kritikan itu merupakan bentuk kecintaan dan rasa sayang terhadap negaranya yang sedang dilanda korupsi tingkat akut.
"Ada baiknya dilakukan pendekatan terlebih dahulu, ceramah-ceramah atau diskusi. Bukan tiba-tiba menahan seperti itu," kata Kirno yang menyesalkan tindakan represif aparat.
Sahat mulai ditahan tidak lama setelah ia mengunggah status 'Pancagila' di laman Facebook miliknya pada April 2016. Sahat menulis 'Pancasila itu hanya lambang negara mimpi, yang benar adalah Pancagila'. Sahat mendefinisikan Pancagila yaitu:
1. Keuangan Yang Maha Kuasa.
2. Korupsi Yang Adil dan Merata.
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia.
4. Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan.
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.
Pihaknya telah mengajukan permohonan penahanan tetapi ditolak Polres Toba Samosir. Kasus itu kini telah berpindah ke PN Balige dan Sahat tetap ditahan.
"Keluarganya, orang tuanya sudah menjamin anaknya tidak akan kabur. Jadi buat apa ditahan?" ucap Kirno.
Seraya berseloroh, ia mencontohkan dengan artis yang sempat memplesetkan Pancasila tetapi tidak ditahan.
"Malah jadi Duta Pancasila," kata Kirno dengan tertawa.
Sahat kini sedang diadili di PN Balige. Ia didakwa melakukan Pasal 68 UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan jo Pasal 154 huruf a KUHP. Pasal 68 UU No 24/2009 berbunyi:
Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sidang terakhir digelar pada Rabu (20/7) kemarin dengan agenda eksepsi. Majelis hakim yang diketuai Derman P Nababan menunda sidang hingga Rabu (27/7) dengan agenda jawaban atas eksepsi oleh jaksa.
http://news.detik.com/berita/3258726...-tim-pengacara