Quote:
sejumlah kalangan mengharapkan Presidan Joko Widodo segera menyadari bahwa pesoalan besar bangsa Indonesia adalah korupsi masa lalu, yakni skandal BLBI, yang direkayasa menjadi utang negara sehingga harus dibayar oleh pajak rakyat.
Rekayasa utang sejak 1998 itu merupakan biang membengkaknya utang negara yang kini mencapai hampir 4.000 triliun rupiah. Meski begitu, beban skandal utang BLBI yang memiskinkan negara itu hingga pergantian lima presiden RI hanya dialihkan kepada generasi mendatang tanpa ada penindakan hukum yang tegas dan tuntas terhadap pengemplang dana talangan perbankan itu.
Sementara itu, berdasarkan laporan Bank Indonesia, rasio utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa atau debt service ratio (DSR) kuartal IV/2014 tercatat 46,2 persen. Perkembangan itu dinilai tidak sehat karena meningkatkan risiko gagal bayar di tengah penerimaan ekspor yang jeblok.
Meskipun menurun dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya yang tercatat 46,4 persen, DSR kuartal IV/2014 masih dalam tren menanjak. Pada periode sama tahun sebelumnya, DSR masih tercatat 41,3 persen.
Laporan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebutkan jumlah utang jatuh tempo pada 2015 mencapai 108 triliun rupiah. Guna memenuhinya, pemerintah akan menerbitkan SBN sebesar 451,8 triliun rupiah.
Masalah Struktural
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J Rachbini, menilai hingga kini dampak pelemahan rupiah belum cukup signifikan karena masih ada modal portofolio yang masuk kas negara, namun transaksi berjalan saat ini berada pada posisi defisit.
“Pemerintah jangan mengatakan situasi ini aman-aman saja tanpa melakukan tindakan, sebab masalahnya bersifat struktural,” ungkap dia.
Didik mengatakan defisit terjadi karena melemahnya harga komoditas primer yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Menurut dia, pemerintah perlu segera mengatasi permasalahan ekspor melalui penguatan sektor industri pengolah bahan mentah. “Impor kita banyak karena industri kita itu mati, banyak terguncang, dan kita tidak punya kebijakan industri yang cukup,” papar dia.
Menurut Didik, dalam beberapa bulan ke depan pemerintah perlu segera memperkuat sektor industri dengan membenahi iklim usaha dalam negeri. “Kita ini para ekonom tahu masalah strukturalnya dan itu secara sistematis harus bisa diselesaikan. Harus ada paket yang clear dari pemerintah untuk selesaikan ini,” ujar dia. SB/ers/WP
utang
tenang, tenang sodara sekalian. bukan kita yang akan membayar hutang2 tersebut, tapi anak cucu kita nanti kok