sabilaatheaAvatar border
TS
sabilaathea
Jam Besar
Komen ya agan ato sista dari cerpen yang ane buat ini :3
Menurut kalian gimana tentang cerpen ini? Kasih pendapat ya emoticon-Matabelo
Sebenernya ane mau nerusin ceritanya tapi ane belum sempet aja buat ngelanjtin ceritanya

Menurut ane : ceritanya kayak halusinai trus agak kekanak-kanakkan emoticon-Malu (S)

Cahaya berwarna kuning kemerahan muncul dari arah timur. Ayam jantan mengeluarkan suara khasnya. Di suatu daerah, tidak ada kegiatan yang terlihat. Mobil-mobil terparkir di pinggir jalan. Begitu sepi. Di tengah tempat tersebut terdapat jam besar dengan gaya klasik. Penduduk di tempat tersebut telah membuat kesepakatan bahwa jam besar itu, selain hanya untuk menunjukkan waktu, juga untuk jam dering. Jam besar itu terpasang di tembok besar. Sekarang jam besar itu menunjukkan tepat pukul 04.30.
“Goooonnggg,” Jam besar itu langsung mengeluarkan suara yang bisa cumiakkan telinga bila berada di dekatnya seperti suara gong besar. Di saat itulah para penduduk terbangun dari tidurnya.
Salah satu rumah telah menyalakan lampunya dan di dalamnya ada yang berteriak, “Aduh! Benar-benar berisik tempat ini! Mengganggu tidurku saja!”.
Seorang istri keluar dari kamarnya karena mendengar ada yang berteriak mengomel sedangkan suaminya masuk kamar mandi. Istri itu berjalan ke arah kamar yang menjadi sumber suara teriakan tadi. Lalu mengetuk pintunya.
“Aldi, apa tadi kamu yang berteriak?” tanya istri tersebut.
“Iya, ada apa?” jawab Aldi dengan kesal dan menutupi kepalanya dengan bantal.
“Bolehkah aku masuk?”
Tidak ada jawaban. Tanpa ragu-ragu, istri tersebut membuka pintu.
Cklek! Pintu terbuka. Seluruh benda dalam ruangan tersebut berantakan. Di lantai terdapat dompet, selimut yang sehabis dipakai, bola basket, mobil-mobilan, dan masih banyak lagi. Sedangkan Aldi masih tertidur dengan posisi miring ke kiri dan bantal yang menutupi kepalanya. Wanita itu langsung duduk di pinggir kasur lalu menggoyang-goyangkan tubuh Aldi.
“Nak, ayo bangun! Sudah pagi!”, teriak wanita itu.
“Bentar lagiiii”, teriak Aldi.
Wanita itu tetap tidak menyerah membangunkan Aldi hingga akhirnya Aldi benar-benar terbangun.
“Iya, iyaaa. Aku bangun!”, teriak Aldi hingga terduduk di kasurnya. Setelah itu Aldi hanya terduduk sambil menundukkan kepala dengan mata terpejam. Wanita itu semakin geram melihat tingkah Aldi. Dengan langkah cepat, wanita itu ke kamar mandi lalu mengambil segayung air. Lalu air itu diciprat-cipratkan pada wajah Aldi.
“Cepat bangun, Aldi!”, teriak wanita itu.
“Aish! Iya aku bangun sekarang!”, teriak Aldi sambil melemparkan selimut ke kasurnya. Lalu Aldi berjalan menuju ke kamar mandi.
“Dasar anak zaman sekarang!”, omel wanita itu.
Aldi membuka keran pada wastafel lalu mencuci wajahnya berkali-kali.
“Apaan sih tante, bawel banget! Lagian aku lagi kecapekan gara-gara pekerjaan semalam”, omel Aldi dalam hatinya. Lalu Adi mengambil handuknya kasar dan pergi mandi.
“Nanti tante akan masakkin sup ayam!” teriak tante Rima. Aldi tidak mejawab karena kesal dengan tantenya.
~_~

“Sayang mandi dulu ya biar wangi”, kata tante Rima pada bayinya yang sudah tidak memakai baju. Bayi itu hanya tertawa girang seakan-akan tahu kalau dia akan bermain air. Bayi itu sudah berumur 7 bulan. Bayi itu bernama Gita. Tante Rima memberi nama “Gita” karena ingin anaknya secantik artis Indonesia, Gita Gutawa. Tante Rima juga berkeinginan anaknya bisa menjadi penyanyi seperti Gita Gutawa dengan sura yang indah dan merdu.
Setelah memandikan bayinya, Aldi langsung keluar dari kamar sambil menghandukkan rambutnya yang basah. Aldi hanya menggunakan kaos dan celana pendek. Sedangkan om Seno sedang membaca koran di ruang makan sambil menunggu makanan yang disajikan. Aldi langsung mendekati om Seno.
“Lagi baca berita apa, Om?”, tanya Aldi basa-basi.
“Berita kecelakaan di Sukabumi,” jawab om Seno cuek.
“Oh gitu. Emang kecelakaan apa, Om?”, tanya Aldi lagi.
“Bocah 5 tahun ditabrak mobil,” jawab om Seno dengan umpatan kesal. Ketika Aldi baru membuka mulut untuk bertanya lagi, om Seno langsung menyela. “Jangan bertanya lagi. Jangan membuat om tidak nafsu makan hanya karena kamu banyak omong!”.
“Ada apa sih ribut-ribut?”, tanya tante Rima sambil menaruh Gita di kursi khusus untuk bayi.
“Makanannya sudah siap belum?”, tanya om Seno mengalihkan pembicaraan.
“Sudah siap. Tunggu sebentar ya”, jawab tante Rima.
Om Seno langsung menatap sinis pada Aldi, sementara itu Aldi hanya menundukkan kepala. Aldi sendiri bingung kenapa om Seno selalu bersikap sinis padanya. Sejak pertama kali Aldi bertemu dengan Om Seno, sikap Om Seno sudah sinis padanya.
Tiba-tiba tante Rima datang dengan tangannya yang sedang mengangkat sebuat mangkuk besar berisi sup ayam dan sebuah piring berisi tempe dan tahu goreng lalu menaruh mangkuk dan piring itu ke atas meja makan.
“Mari aku bantu, Tante”, tawar Aldi.
“Terima kasih, Aldi”, ucap tante Rima sambil mengacak-acak rambut Aldi. Aldi hanya membalas dengan senyumannya. Lalu Aldi mengambil beberapa piring dan sendok, juga mengambil sambal goreng.
“Mama buatin bubur dulu ya buat Gita”, ucap tante Rima lalu mencium kening Gita. Gita hanya memukul-mukul meja dengan tangannya.
“Mendingan kamu jangan cari perhatian deh”, bisik om Seno pada Aldi. Aldi hanya tertegun mendengarnya. Tega sekali om Seno berkata seperti itu, pikir Aldi.
Beberapa saat kemudian, tante Rima selesai membuatkan bubur untuk Gita. Setelah itu mereka makan bersama. Tante Rima makan sambil menyuapi Gita. Lama kemudian, si Aldi selesai duluan makannya. Aldi langsung mengambil alih untuk menyuapi Gita.
“Sini, Tante. Biar aku aja yang suapin Gita”, tawar Aldi.
“Oke. Suapinnya dikit-dikit aja ya, mulutnya Gita kan kecil”, ucap tante Rima.
“Iya, Tante”, ucap Aldi mengiyakan. “Ayo buka mulutnya, Gita.”
Gita langsung membuka mulut kecilnya ketika disodorkan sesuap bubur. Sambil menyuapi Gita, Aldi juga mengajak Gita bermain. Gita memang senang sekali bila sudah diajak bermain dengan Aldi.
~_~

“Eh Aldi, om lo galak amat sih?” tanya Rendi, sahabat Aldi.
“Mungkin emang sifatnya kek gitu”, jawab Aldi sambil senyum kecut. Sebenarnya Aldi hanya ingin menyembunyikan masalahnya.
“Udah deh, jangan lo pendem kalo punya masalah”, nasihat Rendi seakan-akan tahu kalau Aldi lagi punya masalah.
“Ah, sok tahu lo!”
“Mata tuh ga pernah bohong! Share lah masalah lo tuh apa, gue kan sobat lo,”
Aldi berpikir sejenak. Dia ingin sekali berbagi tapi dia merasa kalau masalahnya itu merupakan masalah pribadi.
~_~


Ting ting ting.....
Bel sekolah berbunyi menandai waktunya pulang sekolah. Aldi dan sahabatnya, Rendi pulang bersama karena rumah mereka berdekatan.
“Eh, lo tahu ga misteri jam besar itu?” tanya Rendi.
“Jam besar?” tanya Aldi balik.
“Itu tuh, masa lo ga tahu?” Rendi menunjuk pada jam besar yang berada di tengah perumahan mereka, Perumahan Lestari dengan telunjuk tangannya.Tidak terasa mereka sudah sampai di tengah perumahan.
“Kagak tahu. Gue kan anak baru di sini,”
“Katanya sih ada hantunya, hiiiiii....” ucap Rendi dengan nada menakut-nakuti. “Kalau kita selidiki aja gimana?”
Aldi berpikir sejenak. “Oke kita selidiki. Kelihatannya seru tuh.”
“Kapan kita selidiki?”
“Besok sabtu aja gimana?”
“Oke kalo gitu. Janjian dimana dulu nih?”
“Di depan jam besar sini aja gimana?”
“Oke kalo gitu.”
~_~

Hari ini adalah hari Sabtu. Aldi dan Rendi sudah berkumpul di depan jam besar tersebut. Lalu mereka menuju ke tembok besar itu, tempat terpasangnya jam besar tersebut. Di belakang tembok, terdapat pintu berwarna hijau sudah usang. Sayangnya, dua potong kayu dipaku di depan pintu membentuk silang. Untung Rendi membawa palu dan paku karena dia tahu kalau pintu itu dipasang potongan kayu tersebut. Setelah mereka melepas paku dari kayunya, barulah mereka membuka pintunya.
Ketika dibuka pintunya, terlihat tangga melingkar dan panjang sekali. Mereka hanya terpukau dengan ketinggian tangga tersebut. Di bawah tangga terdapat sebuah kotak. Aldi lansung membuka kotak itu. Kotak itu berisi palu, beberapa paku, dan sebuah kunci berwarna keemasan. Lalu mereka membawa kotak tersebut dan langsung naik ke atas.
Ketika baru sampai tangga ke-10, mereka seperti mendengar suara aneh dan menakutkan. Lalu mereka saling berpandangan satu sama lain.
“Lo denger ga suara aneh tadi?” tanya Rendi merinding.
“Iya gue denger. Udah cuek aja sama suara tadi,” Aldi langsung mendahului Rendi yang masih tegang. Karena takut ditinggal, Rendi lansung menyusul. Ketika sampai tangga ke-15, mereka mendengar suara aneh yang sama seperti tadi dan munculah bayangan putih terbang kesana kemari. Lalu menghampiri mereka berdua. Aldi dan Rendi memasang muka tegang.
“Kenapa kalian berada di sini?” bayangan putih itu memasang muka marah. Bayangan putih itu adalah seorang kakek dengan kumisnya yang lebat dan bertubuh gemuk.
“Kaa....kami ingin me...nyelidiki tem...pat i...ni,” jawab Rendi dengan tubuh yang gemetar.
“Dasar anak-anak! Lebih baik kalian pulang saja!” suruh kakek itu sambil menyilakan tangannya di depan dadanya.
“Tidak akan!” teriak Aldi. Rendi hanya menganga kaget.
Kakek itu diam dan memandang Aldi lalu berkata, “Kau Aldi, kan?”
Bagaimana dia bisa tahu namaku?, batin Aldi. Aldi hanya diam.
“Kau pasti kaget kan kenapa aku bisa tahu namamu?” tanya kakek itu dengan angkuh. “Tentu saja aku tahu namamu karena aku mengenal ayahmu ketika kau masih kecil dan aku masih hidup. Bergentayangan seperti ini tidak enak ternyata.”
“Ayahku baru saja mennggal dunia. Apa kau sudah bertemu dengannya setelah dia meninggal dunia?” tanya Aldi penasaran.
“Ah, sudah. Dia hanya bilang padaku kalau dia sangat menyayangimu. Sebenarnya dia tidak mau kalau kau dititipkan pada pamanmu yang tidak tahu membalas budi itu.”
“Om Seno? Kenapa tidak mau?”
“Ceritanya panjang. Ketika ayahmu masih kecil, kehidupannya benar-benar memprihatinkan. Sebagai anak tertua, ayahmu selalu bekerja keras sebagai office boy di sebuah restoran ketika berumur 13 tahun. Pamanmu itu selalu banyak maunya. Semua kemauannya harus dituruti. Tetapi ayahmu tetap berusaha untuk memenuhi semua permintaannya. Mulai dari mainan, makanan, dan lain-lain. Ketika itu aku masih berumur 25 tahun. Jadi aku selalu membantu ayahmu mencari pekerjaan setiap ayahmu berhenti dari pekerjaan sebelumnya. Dan yang paling tidak aku sukai adalah pamanmu itu hanya memanfaatkan uang ayahmu hanya untuk kebutuhannya yang tidak begitu penting. Mungkin karena itulah ayahmu tidak mau menitipkanmu padanya karena dia tahu kau pasti dibenci oleh pamanmu. Pamanmu itu serakah, ingin menguasai segalanya,” jelas kakek itu dengan geram. Aldi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sekarang dia mengetahui alasan mengapa om Seno selalu bersikap acuh tak acuh padanya
“Lalu soal misteri jam besar itu bagaimana?” sekarang Rendi angkat bicara.
“Ho ho ho, itu semua bohong. Orang-orang sekitar sini hanya menyebarkan rumor agar tempat ini tidak dimasukki oleh siapapun,” jawab kakek itu tersenyum. “Terkadang aku menakut-nakuti orang yang masuk tempat ini seperti aku menakuti kalian tadi karena aku memang penghuni tempat ini.”
Rendi tampak kecewa dengan jawaban kakek itu.
“Apa yang harus aku lakukan kalau om Seno membenciku?” tanya Aldi sambil berpikir. “Bagaimana aku bisa hidup bersama dengan orang yang sudah jelas membenciku?”
“Bersabarlah, Nak. Nanti pasti ada jalan keluar,” nasihat kakek itu. “Ngomong-ngomong, matamu dan bibirmu persis sekali dengan ayahmu. Keberanianmu juga persis dengan ayahmu. Kau benar-benar persis dengannya. Jadilah anak yang kuat seperti ayahmu.”
“Terima kasih, Kakek. Ayahku memang idolaku sejak aku kecil. Aku sedih ketika ayah harus pergi meninggalkanku untuk selamanya,” ucap Aldi dengan muka murung.
“Sudahlah, jangan sedih begitu. Mulai sekarang kau harus meraih cita-citamu setinggi mungkin. Kasihan ibumu. Sekarang hanya ibumu yang banting tulang di luar kota untuk menyekolahkanmu. Jaga ibumu baik-baik karena sekarang ayahmu sudah tiada. Jangan seperti pamanmu. Hadapilah pamanmu, tetap berbuat baik padanya. Nantinya lama-kelamaan dia akan menyukaimu,” nasihat kakek panjang lebar.
“Sekali lagi terima kasih, Kakek atas nasihatnya,” ucap Aldi dengan tersenyum lebar.
“Hahaha, ternyata senyumanmu mirip sekali dengan ibumu,” tawa kakek itu. “Ku beritahu, ibumu sangat ramah terhadap orang lain.”
“Ternyata kakek sangat memperhatikan secara detail ya, ckck,” ucap Rendi sambil geleng-geleng kepala. “Oh ya, perkenalkan. Nama saya Rendi, sahabatnya Aldi.”
“Oh, namamu Rendi, si penakut!” kakek itu mengejek Rendi. Rendi langsung memanyunkan bibirnya.
“Kalau kalian masih mau naik ke atas lagi, tidak apa-apa. Nanti di atas sana, kalian akan menemukan penghuni selain aku.”
“Benarkah? Berapa yang menghuni tempat ini?” tanya Rendi penasaran.
“Sekitar lima atau enam selain aku, kecuali kalau ada penghuni baru lagi.”
“Kita ke atas lagi, yuk! Aku penasaran,” ajak Rendi pada Aldi. Aldi menganggukkan kepalanya.
“Ku peringatkan, hati-hati dengan yang mudah emosi!” peintah kakek itu.
“Maksud kakek apa?” tanya Aldi dan Rendi berbarengan.
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan