Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ayahsyahAvatar border
TS
ayahsyah
AKHIR SEBUAH PENANTIAN PANJANG
Terinspirasi dari agan deniaprianto yang Mengejar Chelasea di 3 Negara, ane coba berbagi pengalaman ex adek kelas yang sama-sama mengejar chelsea, terutama sama si Lampard nya.
Ane copas dari blognya dia langsung gan, soalnya bukan anak kaskus kayaknya (http://blog*zwasty.blogspot.com/). Uniknya ni anak ngejarnya selama 12 tahun, soalnya modal pas-pas an, cewek pulaemoticon-Matabelo.... langsung aja cekidot gan

Part 1: “Blue is my Colour”
Blue is the colour, football is the game
We're all together, and winning is our aim
So cheer us on through the sun and rain
'cause Chelsea, Chelsea is our name

Here at the Bridge whether rain or fine
We can shine all the time
Home or away, come and see us play
You're welcome any day

Blue is the colour, football is the game
We're all together, and winning is our aim
So cheer us on through the sun and rain
'cause Chelsea, Chelsea is our name

Come to the Shed and we'll welcome you
Wear your blue and see us through
Sing loud and clear until the game is done
Sing Chelsea everyone.
Mendengarkan The Blues atau True Blue -sebutan fans fanatik klub sepakbola asal London, Chelsea FC-, mengumandangkan hymne ini selalu membuatku merinding. Sebenarnya, lirik dan iramanya simple dan easy listening, tapi mempunyai arti yang cukup dalam.
Menurutku, hymne ini menyiratkan nilai-nilai seperti kebersamaan, optimisme, positive thinking, keberanian, kegigihan, serta determinasi tinggi akan suatu cita-cita. Disadari atau tidak, hymne ini sepertinya telah mengkontaminasi sedikit banyak jalan pikiranku.
Paling tidak, berkat rasa optimisme, pantang menyerah, keberanian, dan kegigihan-lah yang membawaku untuk dapat mewujudkan impian terbesarku, bertemu secara personal dengan sang idola, Frank Lampard.
First let me introduce myself. Namaku Zwasty Andria. Keluarga dan teman-teman memanggilku dengan sebutan Putri atau Zwasty. Aku adalah seorang perantau di kota metropolitan Jakarta. Aku adalah mantan jurnalis di salah satu TV nasional dan sekarang bekerja sebagai PR di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang trading.
[img] Part 1: “Blue is my Colour”
Blue is the colour, football is the game
We're all together, and winning is our aim
So cheer us on through the sun and rain
'cause Chelsea, Chelsea is our name

Here at the Bridge whether rain or fine
We can shine all the time
Home or away, come and see us play
You're welcome any day

Blue is the colour, football is the game
We're all together, and winning is our aim
So cheer us on through the sun and rain
'cause Chelsea, Chelsea is our name

Come to the Shed and we'll welcome you
Wear your blue and see us through
Sing loud and clear until the game is done
Sing Chelsea everyone.
Mendengarkan The Blues atau True Blue -sebutan fans fanatik klub sepakbola asal London, Chelsea FC-, mengumandangkan hymne ini selalu membuatku merinding. Sebenarnya, lirik dan iramanya simple dan easy listening, tapi mempunyai arti yang cukup dalam.
Menurutku, hymne ini menyiratkan nilai-nilai seperti kebersamaan, optimisme, positive thinking, keberanian, kegigihan, serta determinasi tinggi akan suatu cita-cita. Disadari atau tidak, hymne ini sepertinya telah mengkontaminasi sedikit banyak jalan pikiranku.
Paling tidak, berkat rasa optimisme, pantang menyerah, keberanian, dan kegigihan-lah yang membawaku untuk dapat mewujudkan impian terbesarku, bertemu secara personal dengan sang idola, Frank Lampard.
First let me introduce myself. Namaku Zwasty Andria. Keluarga dan teman-teman memanggilku dengan sebutan Putri atau Zwasty. Aku adalah seorang perantau di kota metropolitan Jakarta. Aku adalah mantan jurnalis di salah satu TV nasional dan sekarang bekerja sebagai PR di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang trading.
IMG]http://i42.tinypic.com/ojo8p2.jpg[/IMG]
Kendati setiap hari disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, aku selalu meluangkan waktu untuk hobiku. Well, setiap orang tentu mempunyai caranya masing-masing dalam menikmati hidup, bukan? Salah satunya adalah dengan menikmati hobi.
Jika orang lain mungkin suka membaca, menulis, jalan-jalan, mendengarkan musik, nonton film, shopping, berolahraga, ataupun hangout di kafe, sementara aku menghabiskan waktu luangku dengan menyaksikan pertandingan sepakbola.
Dulu, ketika aku masih remaja, awalnya sih ikut-ikutan karena papa dan adik laki-lakiku, Aal, yang sangat gemar menyaksikan pertandingan sepakbola di TV. Namun, lama-lama aku pun makin jatuh cinta terhadap aksi lincah para pemain yang menggocek si kulit bundar di lapangan.
Oiya, kendati aku, papa, dan Aal sama-sama menyukai sepakbola, tim favorit kami berbeda satu sama lain. Aal adalah fans-nya Red Devil Manchester United. Sementara, papa kuanggap sebagai fans karbitan karena tidak pernah stick di satu klub, hihihi *ampunnnn papa, karena udah ngata2in emoticon-Big Grin
Aku sendiri adalah fans fanatik klub asal kota London, Chelsea. Sebagian teman-temanku mungkin sudah tahu gimana ngefans-nya aku terhadap Chelsea dan Lampard khususnya. Bahkan tak jarang temanku, bahkan saudaraku sendiri, mengatakan aku kelainan jiwa karena terlalu tergila-gila pada sepakbola.
Tapi, aku sih ga peduli sama omongan mereka. Bagiku, setiap orang mempunyai caranya masing-masing untuk menikmati hidup. Ini hidupku, kesenanganku. Menurutku, tak ada yang salah dengan kegemaranku terhadap sepakbola. Toh selama ini aku tak pernah merugikan orang lain karena hobiku ini.

Aku bangga memiliki hobi menonton sepakbola daripada memliki hobi shopping, keluyuran ga jelas, buang-buang duit dengan dugem di diskotik. Mendingan nonton bola aja deh. Hobi yang murah meriah, tapi bisa ngilangin stress. Bisa bikin rileks, dan yang paling penting sih, gratis pula, hehehe.
Sedikit flashback, aku mulai jatuh hati pada Chelsea sejak duduk di bangku kuliah. Aku hampir tidak pernah absen menyaksikan pertandingan Chelsea yang disiarkan secara live di TV. Perbedaan waktu antara Indonesia dan Inggris, membuatku mesti begadang untuk menyaksikan klub favoritku itu.
Kendati sering begadang nonton bola, Alhamdulillah hingga saat ini aku belum pernah melalaikan kewajibanku pada Allah SWT. Aku belum pernah telat bangun untuk sholat subuh hanya karena begadang. Aku juga ga pernah ketiduran sehingga lupa sholat Isya karena ngantuk.
Kembali ke topik tentang Chelsea, aku suka klub tersebut karena tertarik dengan gaya permainannya. Saat itu (2001), Chelsea masih dibesut oleh pelatih asal Italia, Claudio Ranierri.
Ketika itu, pemain idolaku, Frank Lampard sendiri belum terlalu bersinar di klub tersebut. Tapi aku emang suka dia sejak dia masih merumput di West Ham United. Menurutku, Lampard adalah talented young footballer. Bayangin aja, pada 1999 MU yang kala itu merajai Liga Inggris kalah dua kali salah satunya adalah oleh West Ham dan pencetak golnya adalah Lampard.
Banyak hal yang aku suka dari sosok Frank Lampard. Aku melihatnya sebagai seorang gelandang tengah petarung. Reputasi Lampard di luar lapangan pun baik, dia bukan pemain yang neko-neko. Hal lainnya yang aku suka karena Lampard ga punya tattoo, ga pake anting, kalung, dll. Menurutku, Lampard adalah sosok lelaki sejati dan tidak flamboyan.
Lampard adalah gelandang yang cool, namun menakutkan jika sudah mengocek si kulit bundar. Dia juga bukan pemain yang “ngartis” seperti Beckham, CR7, ataupun Messi *maaf kalau fans ketiga pemain tersebut kurang berkenan, ini hanya pendapat pribadiku.
Hal lainnya yang membuat aku kian kagum padanya karena dia memiliki intelegensia yang tinggi. Lampard memiliki IQ 150 atau hampir mendekati IQ Einstein.
Dengan skill di atas rata-rata, reputasi yang baik, maskulin, ganteng, dan pintar, tak heran jika aku jatuh cinta kepada sosok kelahiran 20 Juni 1978 ini.
Kesan positif itu yang aku tangkap selama ini. Tapi entahlah yang sebenarnya ya. Ini hanya yang aku tahu, karena aku ga hidup bersamanya, hehehee.
Sebagai fans, dalam hati kecilku, terpendam impian untuk dapat bertemu langsung dengan sang idola. Namun, ketika itu tak banyak yang bisa aku perbuat. Apalagi, aku mahasiswi yang tinggal di perantauan, jauh dari orangtua, boro-boro beli merchandise, jersey original, apalagi nonton langsung ke stadion kebanggaan The Blues, Stamford Bridge
Itu bagai mimpi di siang bolong. Uang kiriman dari ortu ga habis sebelum akhir bulan aja, udah syukur. "Kuliah dulu aja deh, cari kerja trus nabung, baru berkhayal yang enak-enak," kata temanku.
Selesai kuliah aku bekerja di sebuah stasiun TV swasta. Di sini, aku berharap kalau-kalau ada tugas meliput sepakbola ke London, aku akan mengajukan diri untuk ditugaskan. Tapi, lagi-lagi cuma mimpi belaka, jangankan dikirim ke luar negeri, liputan ke luar kota aja jarang.
Lagi-lagi aku hanya seorang fans layar kaca yang hanya bisa berkhayal, entah kapan bisa ke Stamford Bridge, ketemu Lampard dan pemain lainnya.
Kalau diliat dari gaji yang kuterima tiap bulan, rasanya mustahil impianku bakal tercapai, bisa beli jersey ori dan jalan-jalan ke Bromo, Borobudur, atau sekitar pulau Jawa aja udah syukur.
Aku tergolong orang yang idealis soal jersey dan merchandise, kalau tidak ori aku ga akan mau pakai. Menurutku, jersey KW itu adalah penghinaan dan merugikan terhadap klub. Prinsipku, kalau tidak ada duit mending pake kaos biasa aja yang penting tidak merugikan klub.
Karena menjunjung prinsip itulah selama bertahun-tahun aku menonton bola dengan memakai kaos biasa bukan jersey. Setelah bekerja, barulah aku mampu beli jersey original, hehe.
Dari waktu ke waktu, keinginan untuk bertandang ke Stamford Bridge untuk bertemu Lampard dan pemain lainnya makin memuncak. Namun, aku hanya bisa memendam mimpi tersebut karena aku bukanlah anak konglomerat yang dengan gampangnya pergi liburan ke negeri Pangeran William tersebut.
Kendati demikian, ada keyakinan yang kuat dalam hatiku bahwa suatu saat aku bisa mewujudkan impianku. Aku yakin Allah Maha Kuasa, Maha Kaya.
Tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak. Allah tau bahwa aku nonton bola sebagai hobi belaka bukan segala-galanya dalam hidupku. Allah tau aku ga pernah melalaikan kewajibanku padaNya karena aku nonton sepakbola. Makanya, aku yakin Allah ga marah padaku.
Setelah memutuskan resign dari tempat bekerja, impian untuk mewujudkan mimpi seakan-akan makin jauh kuraih. Aku menjadi down. Dalam pikiranku, kalau tidak menjadi jurnalis, mana mungkin aku bisa ditugaskan meliput pertandingan sepakbola ke Inggris? Jika aku bukan jurnalis mana mungkin bisa ke luar negeri secara gratis? Jika bukan orang penting di perusahaan, mana mungkin aku mampu membeli tiket pesawat belasan juta ke London?
Hmm, lagi-lagi aku harus memendam impianku. Lagi-lagi aku hanya dapat menjadi fans layar kaca yang hanya bisa menikmati klub kesayanganku melalui televisi. Saat itu, Nobar alias nonton bareng, menjadi hiburan bagiku karena bisa bertemu banyak fans Chelsea lainnya.
(to be continued to Part 2)

Kendati setiap hari disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, aku selalu meluangkan waktu untuk hobiku. Well, setiap orang tentu mempunyai caranya masing-masing dalam menikmati hidup, bukan? Salah satunya adalah dengan menikmati hobi.
Jika orang lain mungkin suka membaca, menulis, jalan-jalan, mendengarkan musik, nonton film, shopping, berolahraga, ataupun hangout di kafe, sementara aku menghabiskan waktu luangku dengan menyaksikan pertandingan sepakbola.
Dulu, ketika aku masih remaja, awalnya sih ikut-ikutan karena papa dan adik laki-lakiku, Aal, yang sangat gemar menyaksikan pertandingan sepakbola di TV. Namun, lama-lama aku pun makin jatuh cinta terhadap aksi lincah para pemain yang menggocek si kulit bundar di lapangan.
Oiya, kendati aku, papa, dan Aal sama-sama menyukai sepakbola, tim favorit kami berbeda satu sama lain. Aal adalah fans-nya Red Devil Manchester United. Sementara, papa kuanggap sebagai fans karbitan karena tidak pernah stick di satu klub, hihihi *ampunnnn papa, karena udah ngata2in emoticon-Big Grin
Aku sendiri adalah fans fanatik klub asal kota London, Chelsea. Sebagian teman-temanku mungkin sudah tahu gimana ngefans-nya aku terhadap Chelsea dan Lampard khususnya. Bahkan tak jarang temanku, bahkan saudaraku sendiri, mengatakan aku kelainan jiwa karena terlalu tergila-gila pada sepakbola.
Tapi, aku sih ga peduli sama omongan mereka. Bagiku, setiap orang mempunyai caranya masing-masing untuk menikmati hidup. Ini hidupku, kesenanganku. Menurutku, tak ada yang salah dengan kegemaranku terhadap sepakbola. Toh selama ini aku tak pernah merugikan orang lain karena hobiku ini.

Aku bangga memiliki hobi menonton sepakbola daripada memliki hobi shopping, keluyuran ga jelas, buang-buang duit dengan dugem di diskotik. Mendingan nonton bola aja deh. Hobi yang murah meriah, tapi bisa ngilangin stress. Bisa bikin rileks, dan yang paling penting sih, gratis pula, hehehe.
Sedikit flashback, aku mulai jatuh hati pada Chelsea sejak duduk di bangku kuliah. Aku hampir tidak pernah absen menyaksikan pertandingan Chelsea yang disiarkan secara live di TV. Perbedaan waktu antara Indonesia dan Inggris, membuatku mesti begadang untuk menyaksikan klub favoritku itu.
Kendati sering begadang nonton bola, Alhamdulillah hingga saat ini aku belum pernah melalaikan kewajibanku pada Allah SWT. Aku belum pernah telat bangun untuk sholat subuh hanya karena begadang. Aku juga ga pernah ketiduran sehingga lupa sholat Isya karena ngantuk.
Kembali ke topik tentang Chelsea, aku suka klub tersebut karena tertarik dengan gaya permainannya. Saat itu (2001), Chelsea masih dibesut oleh pelatih asal Italia, Claudio Ranierri.
Ketika itu, pemain idolaku, Frank Lampard sendiri belum terlalu bersinar di klub tersebut. Tapi aku emang suka dia sejak dia masih merumput di West Ham United. Menurutku, Lampard adalah talented young footballer. Bayangin aja, pada 1999 MU yang kala itu merajai Liga Inggris kalah dua kali salah satunya adalah oleh West Ham dan pencetak golnya adalah Lampard.
Banyak hal yang aku suka dari sosok Frank Lampard. Aku melihatnya sebagai seorang gelandang tengah petarung. Reputasi Lampard di luar lapangan pun baik, dia bukan pemain yang neko-neko. Hal lainnya yang aku suka karena Lampard ga punya tattoo, ga pake anting, kalung, dll. Menurutku, Lampard adalah sosok lelaki sejati dan tidak flamboyan.
Lampard adalah gelandang yang cool, namun menakutkan jika sudah mengocek si kulit bundar. Dia juga bukan pemain yang “ngartis” seperti Beckham, CR7, ataupun Messi *maaf kalau fans ketiga pemain tersebut kurang berkenan, ini hanya pendapat pribadiku.
Hal lainnya yang membuat aku kian kagum padanya karena dia memiliki intelegensia yang tinggi. Lampard memiliki IQ 150 atau hampir mendekati IQ Einstein.
Dengan skill di atas rata-rata, reputasi yang baik, maskulin, ganteng, dan pintar, tak heran jika aku jatuh cinta kepada sosok kelahiran 20 Juni 1978 ini.
Kesan positif itu yang aku tangkap selama ini. Tapi entahlah yang sebenarnya ya. Ini hanya yang aku tahu, karena aku ga hidup bersamanya, hehehee.
Sebagai fans, dalam hati kecilku, terpendam impian untuk dapat bertemu langsung dengan sang idola. Namun, ketika itu tak banyak yang bisa aku perbuat. Apalagi, aku mahasiswi yang tinggal di perantauan, jauh dari orangtua, boro-boro beli merchandise, jersey original, apalagi nonton langsung ke stadion kebanggaan The Blues, Stamford Bridge
Itu bagai mimpi di siang bolong. Uang kiriman dari ortu ga habis sebelum akhir bulan aja, udah syukur. "Kuliah dulu aja deh, cari kerja trus nabung, baru berkhayal yang enak-enak," kata temanku.
Selesai kuliah aku bekerja di sebuah stasiun TV swasta. Di sini, aku berharap kalau-kalau ada tugas meliput sepakbola ke London, aku akan mengajukan diri untuk ditugaskan. Tapi, lagi-lagi cuma mimpi belaka, jangankan dikirim ke luar negeri, liputan ke luar kota aja jarang.
Lagi-lagi aku hanya seorang fans layar kaca yang hanya bisa berkhayal, entah kapan bisa ke Stamford Bridge, ketemu Lampard dan pemain lainnya.
Kalau diliat dari gaji yang kuterima tiap bulan, rasanya mustahil impianku bakal tercapai, bisa beli jersey ori dan jalan-jalan ke Bromo, Borobudur, atau sekitar pulau Jawa aja udah syukur.
Aku tergolong orang yang idealis soal jersey dan merchandise, kalau tidak ori aku ga akan mau pakai. Menurutku, jersey KW itu adalah penghinaan dan merugikan terhadap klub. Prinsipku, kalau tidak ada duit mending pake kaos biasa aja yang penting tidak merugikan klub.
Karena menjunjung prinsip itulah selama bertahun-tahun aku menonton bola dengan memakai kaos biasa bukan jersey. Setelah bekerja, barulah aku mampu beli jersey original, hehe.
Dari waktu ke waktu, keinginan untuk bertandang ke Stamford Bridge untuk bertemu Lampard dan pemain lainnya makin memuncak. Namun, aku hanya bisa memendam mimpi tersebut karena aku bukanlah anak konglomerat yang dengan gampangnya pergi liburan ke negeri Pangeran William tersebut.
Kendati demikian, ada keyakinan yang kuat dalam hatiku bahwa suatu saat aku bisa mewujudkan impianku. Aku yakin Allah Maha Kuasa, Maha Kaya.
Tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak. Allah tau bahwa aku nonton bola sebagai hobi belaka bukan segala-galanya dalam hidupku. Allah tau aku ga pernah melalaikan kewajibanku padaNya karena aku nonton sepakbola. Makanya, aku yakin Allah ga marah padaku.
Setelah memutuskan resign dari tempat bekerja, impian untuk mewujudkan mimpi seakan-akan makin jauh kuraih. Aku menjadi down. Dalam pikiranku, kalau tidak menjadi jurnalis, mana mungkin aku bisa ditugaskan meliput pertandingan sepakbola ke Inggris? Jika aku bukan jurnalis mana mungkin bisa ke luar negeri secara gratis? Jika bukan orang penting di perusahaan, mana mungkin aku mampu membeli tiket pesawat belasan juta ke London?
Hmm, lagi-lagi aku harus memendam impianku. Lagi-lagi aku hanya dapat menjadi fans layar kaca yang hanya bisa menikmati klub kesayanganku melalui televisi. Saat itu, Nobar alias nonton bareng, menjadi hiburan bagiku karena bisa bertemu banyak fans Chelsea lainnya.
(to be continued to Part 2)
0
2.5K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan